Senin, 05 Februari 2024

Petisi Bulaksumur - Sebuah Pembentukan Opini Ketidak-jujuran dari Insan Civitas Akademika

Sebagaimana diberitakan civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menyampaikan Petisi Bulaksumur pada tanggal 31 Januari 2024. Selain UGM, terdapat pula Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Universitas Indonesia (UI), Universitas Hasanuddin (Unhas), dan Universitas Andalas (Unand), dan kemarin Universitas Padjajaran (Unpad).
 
Secara normatif, Petisi adalah hal yang umum dan lumrah. Namun Petisi Bulaksumur dipandang tidak wajar dan pada akhirnya menuai polemik di masyarakat. Petisi yang muncul mendekati pesta demokrasi ditengarai mengandung suatu maksud tertentu. Patut diduga adanya suatu "perencanaan", "perjumpaan kehendak", dan tentunya "penyertaan". Kesemuanya itu tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan dalam satu rangkaian yang sistemik, holistik dan komprehensif. 
 
Pertanyaan penting terkait dengan Petisi, apakah "penyertaan" itu hanya sebatas civitas akademika saja? atau dengan kata lain hanya para guru besar? Pertanyaan ini terhubung dengan maksud terbitnya Petisi. Sangat aneh, Petisi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang pada kalimat awal menyebut "tindakan-tindakan menyimpang" dan diakhiri dengan kalimat "mendesak DPR dan MPR mengambil sikap dan langkah konkret" mengandung maksud terselubung.

Jika sebelumnya usulan hak angket DPR terkait putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat Capres dan Cawapres tidak berlanjut, kini sivitas akademika lebih aktif mendesak DPR dan MPR untuk mengambil sikap dan langkah konkret. Hal tersebut menggambarkan sesuatu yang pernah terlihat. Disini "perjumpaan kehendak" para pihak terhubung dengan agenda lain saat pasca pengumuman hasil Pilpres. Klaim kecurangan hasil perhitungan Pilpres yang sempat beredar di masyarakat, akan semakin masif dengan adanya berbagai Petisi. Padahal Pilpres belum dimulai. Siapa gerangan yang menyebarkan klaim sesat tersebut? Aparat terkait harus segera mengambil tindakan konkret, ini adalah delik yang berbahaya bagi keamanan nasional.

Tidak kalah penting, paragraf kedua yang menyebutkan suatu yang sudah diputus yakni tentang pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi. Demikian itu adalah ranah hukum, dan pelanggaran etik yang dimaksudkan tidak dapat dikaitkan dengan final dan mengikatnya putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Gibran secara hukum telah sah menjadi Cawapres dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan batas usia di bawah 40 (empat puluh) tahun. Dirinya telah pula memenuhi syarat sedang menjabat sebagai Kepala Daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum.

Adapun menyangkut pernyataan adanya keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum, tentu menjadi pertanyaan serius yakni aparat penegak hukum yang mana dan berbuat apa? Ini perlu dijawab dengan sejumlah fakta yang akurat. Dalil yang menjadi pengetahuan umum menyebutkan siapa yang menggugat, maka dia harus mampu membuktikan! Demikian juga tentang pernyataan selainnya, utamanya tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, netralitas dan keberpihakan, harus pula disebutkan berbagai bukti yang tersedia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa para guru besar bersama sejumlah dosen, hingga perwakilan mahasiswa memang memiliki kualitas, namun demikian itu tidak pas dan tidak pantas. Petisi dimaksud terkesan menyudutkan Paslon Prabowo-Gibran. Publik menduga, terdapat indikasi pembentukan opini, jika Paslon nomor 2 sebagai pemenang, maka kemenangan tersebut adalah hasil kecurangan. Semua itu sungguh tidak beralasan.

Sebagai insan cendekia, tentunya selain intelektualitas, moralitas lebih mengemuka. Cara pandang tidak dapat dilepaskan dari jatidiri yang penuh kejujuran. Kejujuran adalah esensi kemanusiaan, hanya bagi orang yang adil dan beradab. Dalam perspektif Islam, kejujuran merupakan salah satu sifat terpenting dalam kepribadian seseorang dan sekaligus menjadi pertanda keimanannya. Kejujuran dapat membuat seseorang dipercaya akan kebenaran ucapan dan sikapnya.

Petisi Bulaksumur diakui atau tidak, mengandung makna "menyamakan sesuatu yang berbeda" atau "membedakan sesuatu yang sama". Demikian itu adalah ketidakbenaran dan sekaligus ketidakadilan. Pada akhirnya, rakyat yang menilai dan pastinya memutuskan. Pilihan yang ada pada rakyat adalah wujud kedaulatan rakyat, dan tidak dapat diganggu gugat.


 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar