Senin, 07 November 2016

NAN TUO MANAHAN BATHIN, NAN MUDO MANAHAN LAHIE

dikotomi tua - muda tak jarang kerap muncul dan menjadi masalah dalam suatu kehidupan bersama, baik dalam organisasi kesukuan di satu kenagarian maupun pada sebuah organisasi modern lainnya.

perbedaan antara kalangan tua dan muda biasanya terjadi pada tataran cara pandang dan tata cara penanganan suatu persoalan, baik dalam pemikiran maupun dalam tindakan.

para kalangan muda, dengan kemudaannya suka alpa dalam bertindak, menabrak tata aturan, asal main sikat saja.

sementara para kalangan tua sudah semestinya memiliki banyak pertimbangan walau terkesan lamban tapi masalah terselesaikan. begitulah dinamika suatu cara pandang antara kelompok tua dan kelompok muda, tak jarang diantara dua generasi ini jika dipertemukan dalam sebuah momen memunculkan perseberangan.

nan tuo manahan batin, pada sebagian masyarakat ada juga yg menyebutnya dengan ungkapan nan tuo manahan ragam. jika ditelisik lebih dalam petatah usang ini kembali menyadarkan kita, terhadap berbagai resiko hidup yg imbasnya pada pertaruhan harga diri dan kepribadian jika tidak hati2 menyikapinya. kepatutan dan kepantasan dalam sikap atau perbuatan mesti disesuaikan dengan usia. seiring dengan bertambahnya usia maka semakin tinggi tingkat kearifan yg dimiliki seseorang.

dengan bertambahnya usia, makin banyak merasakan asam garam kehidupan, hendaknya makin matanglah dalam tindakan dan pemikiran.

terbiasa memilah, menyeleksi berbagai tindakan dan pemikiran sehingga tak semua hal mesti diverbalkan. dalam menyikapi satu persoalan, tak jarang para orang tua hanya menyikapi dengan seulas senyum, sebagai tanda sudah faham, tak perlu diujudkan lagi dalam bentuk perkataan, ”alun takilek lah bakalam”.

begitulah nilai kearifan para kalangan tua. ada pameo yg menyatakan “lah mangecek pulo mangkok ka bedo”.

nan mudo manahan lahie, jamaknya anak muda biasa ceroboh dalam bertindak, lebih megutamakan kekuatan dari pada pemikiran. mempunyai kecenderungan sikap emosional, tak peduli dengan resiko yg akan dialami, hantam dulu, perkara belakangan.

begitulah para anak muda bisa ceroboh sesuai dengan usia dan kemudaan yg mereka miliki. kemampuan menahan dirinya cenderung lemah, mudah terjebak pada hal bisa merugikan. memang sudah menjadi sebuah kewajaran sebagai orang muda terkadang memiliki sikap ceroboh disertai dengan emosi yg labil.

adagium “nan mudo manahan lahie” mengingatkan para kalangan muda agar mawas diri, memiliki kemampuan yg baik dalam menata prilaku, pandai mengendalikan diri, piawai dan cerdas dalam emosional. “mantang2 tulang gadang, agak2 urang ka talendo”.

akan lebih celaka lagi jika pepatah ini tak lagi dijadikan pedoman dan diamalkan.
kondisi ini memungkinkan menjadi sumber petaka, terjadinya berbagai gejolak dan ketimpangan. saat masing2 pihak tidak lagi menyadari posisi kedirian dengan bijak, maka pegeseran nilai dan moralitas dalam masyarakat semakin menjadi salah arah. yg tua berlagak muda, gaya dan tingkahnya tak mau kalah dari yg muda2, sebaliknya kalangan mudapun telah kehilangan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang yg lebih tua, semuanya sudah sama rata dan sama rasa pupuslah batas nilai dan norma yang ada, terutama pada budaya alam Minangkabau.

“Bagalau taranak tangah padang, nan gaek ndak tau di gaeknyo, nan ketek ndak tau jo keteknyo".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar