dikotomi tua - muda tak jarang kerap muncul dan menjadi masalah
dalam suatu kehidupan bersama, baik dalam organisasi kesukuan di satu
kenagarian maupun pada sebuah organisasi modern lainnya.
perbedaan antara kalangan tua dan muda biasanya terjadi pada tataran
cara pandang dan tata cara penanganan suatu persoalan, baik dalam
pemikiran maupun dalam tindakan.
para kalangan muda, dengan kemudaannya suka alpa dalam bertindak, menabrak tata aturan, asal main sikat saja.
sementara para kalangan tua sudah semestinya memiliki banyak
pertimbangan walau terkesan lamban tapi masalah terselesaikan. begitulah
dinamika suatu cara pandang antara kelompok tua dan kelompok muda, tak
jarang diantara dua generasi ini jika dipertemukan dalam sebuah momen
memunculkan perseberangan.
nan tuo manahan batin, pada sebagian
masyarakat ada juga yg menyebutnya dengan ungkapan nan tuo manahan
ragam. jika ditelisik lebih dalam petatah usang ini kembali menyadarkan
kita, terhadap berbagai resiko hidup yg imbasnya pada pertaruhan harga
diri dan kepribadian jika tidak hati2 menyikapinya. kepatutan dan
kepantasan dalam sikap atau perbuatan mesti disesuaikan dengan usia.
seiring dengan bertambahnya usia maka semakin tinggi tingkat kearifan yg
dimiliki seseorang.
dengan bertambahnya usia, makin banyak merasakan asam garam kehidupan, hendaknya makin matanglah dalam tindakan dan pemikiran.
terbiasa memilah, menyeleksi berbagai tindakan dan pemikiran sehingga
tak semua hal mesti diverbalkan. dalam menyikapi satu persoalan, tak
jarang para orang tua hanya menyikapi dengan seulas senyum, sebagai
tanda sudah faham, tak perlu diujudkan lagi dalam bentuk perkataan,
”alun takilek lah bakalam”.
begitulah nilai kearifan para kalangan tua. ada pameo yg menyatakan “lah mangecek pulo mangkok ka bedo”.
nan mudo manahan lahie, jamaknya anak muda biasa ceroboh dalam
bertindak, lebih megutamakan kekuatan dari pada pemikiran. mempunyai
kecenderungan sikap emosional, tak peduli dengan resiko yg akan dialami,
hantam dulu, perkara belakangan.
begitulah para anak muda bisa
ceroboh sesuai dengan usia dan kemudaan yg mereka miliki. kemampuan
menahan dirinya cenderung lemah, mudah terjebak pada hal bisa merugikan.
memang sudah menjadi sebuah kewajaran sebagai orang muda terkadang
memiliki sikap ceroboh disertai dengan emosi yg labil.
adagium
“nan mudo manahan lahie” mengingatkan para kalangan muda agar mawas
diri, memiliki kemampuan yg baik dalam menata prilaku, pandai
mengendalikan diri, piawai dan cerdas dalam emosional. “mantang2 tulang
gadang, agak2 urang ka talendo”.
akan lebih celaka lagi jika pepatah ini tak lagi dijadikan pedoman dan diamalkan.
kondisi ini memungkinkan menjadi sumber petaka, terjadinya berbagai
gejolak dan ketimpangan. saat masing2 pihak tidak lagi menyadari posisi
kedirian dengan bijak, maka pegeseran nilai dan moralitas dalam
masyarakat semakin menjadi salah arah. yg tua berlagak muda, gaya dan
tingkahnya tak mau kalah dari yg muda2, sebaliknya kalangan mudapun
telah kehilangan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang yg lebih
tua, semuanya sudah sama rata dan sama rasa pupuslah batas nilai dan
norma yang ada, terutama pada budaya alam Minangkabau.
“Bagalau taranak tangah padang, nan gaek ndak tau di gaeknyo, nan ketek ndak tau jo keteknyo".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar