Beberapa waktu yang lalu kita disungguhkan
suatu tontonan televisi mengenai proses sidang pengadilan kasus pembunuhan yang
oleh media memberi julukan “KASUS KOPI SIANIDA”. Dalam sidang didengar
ketarangan seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Prof
Edward Omar Syarif Hiariej alias Eddy O.S. Hiariej. Salah satu yang dijelaskan
oleh beliau adalah mengenai “motif dalam delik pembunuhan”.
Sejak disiarkannya acara tersebut, ramai
diperbincangkan di kalangan orang hukum tentang motif dalam delik pembunuhan,
dan menurut saya suatu hal yang wajar jika orang-orang hukum atau masyarakat
umum yang ingin mengetahui tentang hukum pidana memperbincangkan hal tersebut.
Berikut ini, saya mencoba memberikan sedikit uraian tentang motif sebagai unsur
delik, semoga bermanfaat kita semua .
Motif adalah hal yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan. Motif dalam kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang
terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan.
Dalam kriminologi (diluar konteks hukum
pidana), dikenal bermacam-macam motif kejahatan, bahkan ada kriminolog yang
mengelompokkan kejahatan berdasarkan motif pelaku, seperti yang dikemukakan
oleh Bonger yang menggolongkan (mengklasifikasi) kejahatan dalam empat golongan
yakni: (1) Kejahatan ekonomi (Pencurian, perampokan, penipuan dan lain-lain).
(2) Kejahatan seksual (Misalnya perkosaan, penyimpangan seksual dan
sebagainya). (3) Kejahatan kekerasan (seperti penganiayaan, pembunhan. Dan (4)
Kejahatan politik seperti makar untuk menggulingkan pemerintahan atau
pemberontakan. Menurut A.S. Alam bahwa penggolongan kejahatan yang dikemukakan
oleh Bonger ini adalah penggolongan berdasarkan motif pelaku.
Jika berbicara motif dalam sudut pandang
kriminologi, maka pelaku kejahatan dalam melakukan perbuatan jahatnya, selalu
disertai dengan motif. Selalu ada alasan mengapa pelaku melakukan kejahatan.
Namun jika kita berbicara tentang rumusan Pasal KUHP atau unsur delik, (dari
sudut pandang yuridis hukum pidana), maka tidak semua rumusan pasal KUHP itu
memiliki motif sebagai unsur delik, bahkan hanya beberapa pasal saja yang
mengadung unsur motif. Kebanyakan Penulis Indonesia menggunakan istilah unsur
delik seperti Moeljatno, Andi Zainal Abidin Farid, Wirdjono Prodjodikoro dll.
Istilah elemen oleh Bambang Poernomo, istilah anasir oleh Utrecht, istilah
Bagian inti delik = delicts bestanddelen oleh Andi Hamzah, dan ada yang
membedakan istilah Bestanddelen/bestandeel dengan elemen/elementen yaitu Eddy
O.S. Hiariej.
Dalam doktrin (ilmu pengetahuan hukum
pidana), dikenal adanya corak atau gradasi kesengajaan yang menurut Andi Zainal
Abidin yaitu:
1).Sengaja sebagai maksud (Opzet als
oogmerk).
2).Sengaja sadar atau insyaf akan keharusan
atau sadar akan kepastian (Ozet bij noodzakelijkheidsbewustzijn).
3).Sengaja sadar akan kemungkinan (Opzet
bij mogelijkheidsbewustzijn = dolus eventualis = voorwaardelijk opzet).
Untuk memahami ketiga corak kesengajaan
ini, maka akan saya berikan contoh kasus sebagai berikut:
A bermaksud untuk membunuh B yang telah
menyebabkan kematian ayahnya. (B telah membunuh ayah A). Keesokan harinya A
melihat si B bersama beberapa temannya (C dan D) duduk berdekatan dengan si B
dalam ruangan tertutup dengan dinding kaca. Untuk melaksanakan niatnya, maka si
A menembak si B dari luar diding kaca; Apabila si B terkena peluru dan meninggal,
maka kesengajaan menghilangkan nyawa oleh si A adalah “Sengaja sebagai maksud”.
Berhubung karena si B berada dibalik dinding kaca, maka dapat dipastikan oleh
si A bahwa peluru akan mengenai kaca terlebih dahulu baru mengenai si B.
Pecahnya kaca merupakan “kesengajaan insyaf akan kepastian atau keharusan”.
Jika pada waktu membidik si B, si A berpikir bahwa ada kemungkinan peluru
mengenai tema-teman si B yang berada disekitarnya yakni si C, dan si D, dan si
A (Pelaku) mengatakan dalam hati : kalau sekiranya si C atau si D yang terkena
peluru dan meninggal, “apa boleh buat”, saya siap menanggung risiko, maka
kematian si C atau si D adalah juga merupakan kesengajaan pelaku yakni “sengaja
insyaf akan kemungkinan”.
Jika muncul pertanyaan, “apakah maksud A membunuh
si B merupakan motif”? Jawabnya adalah “maksud untuk membunuh si A bukan
motif”, karena dalam contoh kasus tersebut, yang menjadi motif adalah “membalas
kematian ayah si A” karena si B telah membunuh ayah si A.
Ini berarti bahwa “Sengaja” dengan “Motif”
itu berbeda. Namun demikian, “Sengaja“ sebagai maksud” itu membutuhkan “Motif”.
Apabila dalam rumusan delik menggunakan
istilah “dengan maksud”, tidak ada corak kesengajaan selain “sengaja sebagai
maksud/niat/tujuan (opzet als oogmerk). Dan kesengajaan sebagai
maksud/niat/tujuan ini mengandung motif.
Terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang
mencantumkan maksud pelaku sebagai unsur delik, antara lain: Delik pemalsuan
surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP : “Barangsiapa membuat surat
palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai (menggunakan) atau menyuruh orang lain memakai
(menggunakan) surat tersebut, seolah-olah isinya benar dan tidak palsu diancan
jika pemalsuan tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat,
dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Dalam Pasal 263 KUHP tersebut, terdapat
unsur yang menunjukkan niat atau maksud/tujuan pelaku membuat surat palsu atau
memalsukan surat yaitu “dengan maksud untuk memakai (menggunakan) surat atau
menyuruh orang lain untuk memakai (menggunakan) surat seolah-oleh isinya benar
dan tidak palsu”. Pasal ini mengandung unsur motif.
Demikian pula dalam delik pencurian (Pasal
362 KUHP), “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilki secara melawan hukum, diancam
karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
denda………”
Terdapat unsur “dengan maksud untuk
memiliki secara melawan hukum” yang merupakan tujuan si pelaku. Dengan adanya
unsur “dengan maksud”, maka terdapat corak kesengajaan “sengaja sebagai
maksud/niat/tujuan” yang mengadung motif.
Delik pemerasan dan ancaman (Pasal 368
KUHP) juga memuat tujuan pelaku sebagai unsur (anasir = elementen =
Bestanddelen/bestandeel) yang dirumuskan dengan kata “dengan maksud.”
Pasal 368 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain,
atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan,
……..”
Dalam Pasal 368 KUHP ini sangat jelas untuk
apa pelaku melakukan pemerasan, yaitu “untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum”. Pasal ini mengandung motif.
Delik Penipuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 378 KUHP. Pasal 378 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
Dalam delik penipuan ini, tujuan pelaku
melakukan perbuatan yang dilarang itu adalah “dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain”, tujuan pelaku inilah yang sekaligus menjadi
pendorong bagi pelaku untuk melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Rumusan
pasal ini mengandung motif sebagai unsur delik.
Inilah beberapa contoh delik dalam KUHP
yang memuat tujuan pelaku sebagai unsur (anasir, elementen,
Bestanddelen/bestandeel) delik yang dirumuskan dengan istilah “dengan maksud”.
Kata “dengan maksud” tidak lain adalah
sengaja sebagai maksud/niat/tujuan yang mengandung motif.
Apakah ada motif sebagai unsur delik dalam
pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP) dan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).?
Pembunuhan
Biasa (Doodslag)
Delik Pembunuhan biasa (doodslag) diatur
dalam Pasal 338 KUHP, sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”.
Unsur delik pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP
adalah: “dengan sengaja menghilangkan atau merampas nyawa orang lain”.
KUHP tidak memberikan arti kata sengaja.
Tetapi hanya dapat ditemukan dalam doktrin dan memorie penjelasan pada waktu
KUHP dibuat (Memorie van Toelichting=MvT) bahwa kata opzettelijke (dengan
sengaja) yang tersebar dalam beberapa pasal KUHP adalah sama dengan willens en
wetens (menghendaki dan mengetahui). Dengan demikian, menurut MvT, seseorang
dikatakan sengaja melakukan perbuatan apabila orang tersebut menghendaki dan
mengetahui dilakukannya perbuatan tersebut, atau dengan kata lain bahwa
seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja haruslah menghendaki
perbuatan itu, dan juga harus mengetahui akibat dari perbuatan itu.
Menghilangkan nyawa orang lain dalam delik
pembunuhan harus disengaja atau menjadi tujuan oleh pelaku. dalam arti bahwa
kesengajaan harus ditujukan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Jika
kesengajaan pelaku hanya untuk menyakiti, namun korbannya meninggal dunia, maka
tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 338 KUHP, akan tetapi yang diterapkan
adalah delik penganiayaan yang mengakibatkan kematian (Pasal 351 ayat 3 KUHP).
Unsur sengaja dalam Pasal 338 KUHP ini meliputi ketiga gradasi atau corak
kesengajaan (istilah Andi Zainal Abidin) yang telah dimukakan terdahulu.
Moeljatno juga menggunakan istilah corak Kesengajaan. Sedangkan menurut Bambang
Poernomo dalam hal untuk menentukan corak kesengajaan dalam kasus, maka hakim
harus mempertimbangkan kasus perkasus untuk melihat motif dan mengingat keadaan
batin pembuat.
Jadi Pelaku melakukan Pembunuhan itu
disertai dengan motif. atau ada alasan atau hal yang mendorong dia melakukan
Pembunuhan, akan tetapi Pasal 338 KUHP tidak dicantumkan sebagai unsur (anasir
=elementen= Bestanddelen/bestandeel) delik.
Pembunuhan
Berencana (Moord)
Pembunuhan berencana (Moord) diatur dalam
Pasal 340 KUHP sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana
terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam kerena pembunuhan dengan
rencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun”.
Unsur delik pembunuhan berencana (Moord)
dalam Pasal 340 KUHP adalah sama dengan unsur delik Pembunuhan biasa (Pasal 338
KUHP) ditambah dengan unsur perencanaan. Andi Hamzah menggunakan istilah
“dipikirkan lebih dahulu” (met voorbedachten rade). Ban beliau menuliskan bahwa
umumnya pembunuhan dengan racun merupakan moord atau dipikirkan lebih dahulu
karena harus mencari racun dan bagaimana memasukkan kedalam makanan atau
minuman.
Unsur “rencana lebih dahulu” adalah :
1).Adanya tenggang waktu antara adanya niat
untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.
2).Ada waktu untuk memikirkan dengan tenang
bagaimana cara melakukan pembunuhan itu.
3).Ada waktu memikirkan apakah pembunuhan
itu dilanjutkan ataukah dihentikan.
Menurut M.v.T (dalam buku Van Bemmelen)
bahwa rencana lebih dahulu (voorbedachte rade) mensyaratkan jangka waktu untuk
menimbang secara tenang, atau memikirkan secara tenang. Untuk itu dipandang
sudah cukup bila pembuat delik untuk melaksanakan kejahatan mempunyai waktu
untuk memperhitungkan apa yang akan dilakukannya. Unsur merencanakan lebih
dahulu, ini dapat disimpulkan dari keadaan yang obyektif.
Pada Pembunuhan biasa (doodslag), perbuatan
itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedangkan pada pembunuhan
berencana (moord), ketika timbul niat, tidak langsung dilaksanakan seketika
itu, tetapi ada waktu untuk berpikir dengan cara bagaimana Pembunuhan itu
dilakukan. Dalam doktrin disimpulkan bahwa waktu ini tidak boleh terlalu sempit
tetapi juga tidak perlu terlalu lama, yang penting adalah terdapat waktu bagi
pelaku untuk memikirkan dengan tenang dengan cara bagaimana pembunuhan itu
dilakukan. bahkan ada waktu untuk membatalkan niatnya.
H.A.K. Moch Anwar menuliskan bahwa didalam
pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP), pengambilan keputusan untuk menghilangkan
nyawa seseorang dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan, sedangkan pada
pembunuhan yang “dirancangkan terlebih dahulu” (moord), kedua hal itu terpisah
oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang
pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan
pelaksanaannya.
Sugadhi menuliskan bahwa pembunuhan dengan
racun, dapat disamakan dengan pembunuhan yang direncanakan.
Andi Zainal Abidin menuliskan: “berbeda
dengan paragraf 211 jilid 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jerman (St.G.B),
bahwa Sistem hukum pidana Nederland dan Indonesia tidak mensyaratkan motif
sebagai unsur delik. Sudah cukup kalau pembuat dengan tenang merencanakan yang
disertai persiapan dan pembuatan rencana.”. Namun demikian menurut Van
Bemmelen, bahwa mengetahui motif itu sangat membantu meyakinkan hakim dalam
mengambil keputusan.
Berhubung karena kesengajaan dalam Pasal
340 KUHP (Moord) itu ditambah dengan unsur perencanaan, maka para ahli hukum
pidana menyebut jenis kesengajaan pada delik pembunuhan berencana (moord)
sebagai dolus premiditatus. Dolus premiditatus ini adalah sengaja yang
dilakukan dengan telah mempertimbangkan masak-masak (Bambang Poernomo,
1994:164) atau Satochid (tt :332) menyebut dolus premiditatus berarti dengan
rencana yang ditetapkan dengan tenang, yaitu ditetapkan dengan pikiran dan
keadaan yang tenang. Kebalikan dari dolus premiditatus ini adalah dolus repentinus,
yakni sengaja yang datangnya secara tiba-tiba. jadi sengaja yang tidak
dipikirkan atau direncanakan lebih dahulu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 338
KUHP tentang Pembunuhan biasa (doodslag).
Dalam kaitannya dengan motif pelaku, maka
terdapat jenis delik pembunuhan yang mencantumkan untuk apa pembunuhan itu
dilakukan sebagai unsur delik. yaitu pada Pasal 339 KUHP (Pembunuhan yang diikuti,
atau disertai atau didahului delik lain) dan Pembunuhan terhadap anak yang baru
lahir Pasal 341 KUHP (kinderdoodslag) dan Pasal 342 KUHP. Pembunuhan terhadap
anak yang baru lahir yang direncanakan lebih dahulu (kindermoord).
Pembunuhan
Yang Diikuti, Disertai. Atau Didahului Tindak Pidana (pasal 339 KUHP)
Bunyinya : “Pembunuhan yang diikuti,
disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara
melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun”.
Dalam rumusan Pasal 339 KUHP tersebut,
dicantumkan alasan pelaku melakukan pembunuhan sebagai unsur, yaitu “untuk 1.
Mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaan delik (lain), atau 2. Membunuh
karena ingin melepaskan diri sendiri atau peserta lain dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, atau 3. Pembunuhan itu dilakukan untuk mempertahankan (memastikan
penguasaan) barang yang diperolehnya secara melawan hukum.” Ini berati bahwa
dalam Pasal 339 KUHP, terdapat tiga kemungkinan motif ada, dan karena
rumusannya alternatif, maka tidak perlu dipenuhi ketiga-tiganya, cukup satu
diantaranya sudah memenuhi unsur delik.
Demikian pula pada delik Pembunuhan anak
yang baru lahir yang dilakukan oleh ibunya sendiri sebagaimana diatur dalam
Pasal 341 KUHP (kinderdoodslag), terdapat motif sebagai unsur delik.
Pembunuhan
Anak (pasal 341 KUHP)
Bunyinya : “Seorang ibu yang karena takut
akan diketahui ia sudah melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh
anaknya sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun’.
Sebagai unsur obyektif adalah seorang ibu
merampas nyawa (membunuh) anaknya sendiri pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian karena takut diketahui bahwa dia melahirkan anak. sedangkan unsur
subyektifnya adalah dengan sengaja seperti yang terdapat dalam Pasal 338 KUHP.
Dalam Pasal 341 KUHP ini sangat jelas
disebutkan alasan pembunuhan yang dijadikan unsur (anasir = elementen =
bestaddelen = bestandeel) delik yakni “karena takut diketahui bahwa ia telah
melahirkan anak.” Alasan ini adalah motif pelaku melakukan perbuatannya.
Pembunuhan
Anak Berencana (pasal 342 KUHP)
Demikian pula pada delik Pembunuhan Anak
Berencana (pasal 342 KUHP) yang disebut dengan istilah kindermoord, juga
mengandung motif. Unsur delik Pasal 342 KUHP, sama dengan unsur delik Pasal 341
KUHP ditambah dengan “unsur perencanaan”.
Konsekuensi apabila motif tidak menjadi
unsur (anasir = elementen = bestaddelen/bestandeel) delik, maka jaksa penuntut
umum tidak perlu membuktikannya dalam pesidangan. Tetapi sebaliknya jika motif atau
alasan pelaku melakukan delik itu menjadi unsur delik, maka jaksa penuntut umum
harus membuktikannya.
Misalnya dalam Pasal 341 KUHP, Jaksa
Penuntut umum harus membuktikan bahwa alasan atau motif seorang ibu membunuh
anaknya pada saat dillahirkan atau tidak lama kemudian adalah “karena takut
ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak.” (biasanya dilakukan oleh wanita yang
hamil tetapi belum menikah).
Jika seorang ibu membunuh anaknya pada saat
dilahirkan atau tidak lama kemudian setelah dilahirkan dengan alasan lain
(misalnya dengan alasan sudah tidak sanggup untuk membiayai atau sudah tidak
mau memiliki anak), maka tidak dapat diterapkan Pasal 341 KUHP atau 342 KUHP.
Yang bisa diterapkan adalah Pasal 338 KUHP atau Pasal 340 KUHP (jika
direncanakan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar