Senin, 07 November 2016

Motif Dalam Delik Pembunuhan

Beberapa waktu yang lalu kita disungguhkan suatu tontonan televisi mengenai proses sidang pengadilan kasus pembunuhan yang oleh media memberi julukan “KASUS KOPI SIANIDA”. Dalam sidang didengar ketarangan seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Prof Edward Omar Syarif Hiariej alias Eddy O.S. Hiariej. Salah satu yang dijelaskan oleh beliau adalah mengenai “motif dalam delik pembunuhan”.

Sejak disiarkannya acara tersebut, ramai diperbincangkan di kalangan orang hukum tentang motif dalam delik pembunuhan, dan menurut saya suatu hal yang wajar jika orang-orang hukum atau masyarakat umum yang ingin mengetahui tentang hukum pidana memperbincangkan hal tersebut. Berikut ini, saya mencoba memberikan sedikit uraian tentang motif sebagai unsur delik, semoga bermanfaat kita semua .

Motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Motif dalam kaitannya dengan Kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan.

Dalam kriminologi (diluar konteks hukum pidana), dikenal bermacam-macam motif kejahatan, bahkan ada kriminolog yang mengelompokkan kejahatan berdasarkan motif pelaku, seperti yang dikemukakan oleh Bonger yang menggolongkan (mengklasifikasi) kejahatan dalam empat golongan yakni: (1) Kejahatan ekonomi (Pencurian, perampokan, penipuan dan lain-lain). (2) Kejahatan seksual (Misalnya perkosaan, penyimpangan seksual dan sebagainya). (3) Kejahatan kekerasan (seperti penganiayaan, pembunhan. Dan (4) Kejahatan politik seperti makar untuk menggulingkan pemerintahan atau pemberontakan. Menurut A.S. Alam bahwa penggolongan kejahatan yang dikemukakan oleh Bonger ini adalah penggolongan berdasarkan motif pelaku.

Jika berbicara motif dalam sudut pandang kriminologi, maka pelaku kejahatan dalam melakukan perbuatan jahatnya, selalu disertai dengan motif. Selalu ada alasan mengapa pelaku melakukan kejahatan. Namun jika kita berbicara tentang rumusan Pasal KUHP atau unsur delik, (dari sudut pandang yuridis hukum pidana), maka tidak semua rumusan pasal KUHP itu memiliki motif sebagai unsur delik, bahkan hanya beberapa pasal saja yang mengadung unsur motif. Kebanyakan Penulis Indonesia menggunakan istilah unsur delik seperti Moeljatno, Andi Zainal Abidin Farid, Wirdjono Prodjodikoro dll. Istilah elemen oleh Bambang Poernomo, istilah anasir oleh Utrecht, istilah Bagian inti delik = delicts bestanddelen oleh Andi Hamzah, dan ada yang membedakan istilah Bestanddelen/bestandeel dengan elemen/elementen yaitu Eddy O.S. Hiariej.

Dalam doktrin (ilmu pengetahuan hukum pidana), dikenal adanya corak atau gradasi kesengajaan yang menurut Andi Zainal Abidin yaitu:
1).Sengaja sebagai maksud (Opzet als oogmerk).
2).Sengaja sadar atau insyaf akan keharusan atau sadar akan kepastian (Ozet bij noodzakelijkheidsbewustzijn).
3).Sengaja sadar akan kemungkinan (Opzet bij mogelijkheidsbewustzijn = dolus eventualis = voorwaardelijk opzet).

Untuk memahami ketiga corak kesengajaan ini, maka akan saya berikan contoh kasus sebagai berikut:

A bermaksud untuk membunuh B yang telah menyebabkan kematian ayahnya. (B telah membunuh ayah A). Keesokan harinya A melihat si B bersama beberapa temannya (C dan D) duduk berdekatan dengan si B dalam ruangan tertutup dengan dinding kaca. Untuk melaksanakan niatnya, maka si A menembak si B dari luar diding kaca; Apabila si B terkena peluru dan meninggal, maka kesengajaan menghilangkan nyawa oleh si A adalah “Sengaja sebagai maksud”. Berhubung karena si B berada dibalik dinding kaca, maka dapat dipastikan oleh si A bahwa peluru akan mengenai kaca terlebih dahulu baru mengenai si B. Pecahnya kaca merupakan “kesengajaan insyaf akan kepastian atau keharusan”. Jika pada waktu membidik si B, si A berpikir bahwa ada kemungkinan peluru mengenai tema-teman si B yang berada disekitarnya yakni si C, dan si D, dan si A (Pelaku) mengatakan dalam hati : kalau sekiranya si C atau si D yang terkena peluru dan meninggal, “apa boleh buat”, saya siap menanggung risiko, maka kematian si C atau si D adalah juga merupakan kesengajaan pelaku yakni “sengaja insyaf akan kemungkinan”.

Jika muncul pertanyaan, “apakah maksud A membunuh si B merupakan motif”? Jawabnya adalah “maksud untuk membunuh si A bukan motif”, karena dalam contoh kasus tersebut, yang menjadi motif adalah “membalas kematian ayah si A” karena si B telah membunuh ayah si A.

Ini berarti bahwa “Sengaja” dengan “Motif” itu berbeda. Namun demikian, “Sengaja“ sebagai maksud” itu membutuhkan “Motif”.

Apabila dalam rumusan delik menggunakan istilah “dengan maksud”, tidak ada corak kesengajaan selain “sengaja sebagai maksud/niat/tujuan (opzet als oogmerk). Dan kesengajaan sebagai maksud/niat/tujuan ini mengandung motif.

Terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang mencantumkan maksud pelaku sebagai unsur delik, antara lain: Delik pemalsuan surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP : “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai (menggunakan) atau menyuruh orang lain memakai (menggunakan) surat tersebut, seolah-olah isinya benar dan tidak palsu diancan jika pemalsuan tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

Dalam Pasal 263 KUHP tersebut, terdapat unsur yang menunjukkan niat atau maksud/tujuan pelaku membuat surat palsu atau memalsukan surat yaitu “dengan maksud untuk memakai (menggunakan) surat atau menyuruh orang lain untuk memakai (menggunakan) surat seolah-oleh isinya benar dan tidak palsu”. Pasal ini mengandung unsur motif.

Demikian pula dalam delik pencurian (Pasal 362 KUHP), “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda………”

Terdapat unsur “dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum” yang merupakan tujuan si pelaku. Dengan adanya unsur “dengan maksud”, maka terdapat corak kesengajaan “sengaja sebagai maksud/niat/tujuan” yang mengadung motif.

Delik pemerasan dan ancaman (Pasal 368 KUHP) juga memuat tujuan pelaku sebagai unsur (anasir = elementen = Bestanddelen/bestandeel) yang dirumuskan dengan kata “dengan maksud.”

Pasal 368 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, ……..”

Dalam Pasal 368 KUHP ini sangat jelas untuk apa pelaku melakukan pemerasan, yaitu “untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum”. Pasal ini mengandung motif.

Delik Penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pasal 378 KUHP : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Dalam delik penipuan ini, tujuan pelaku melakukan perbuatan yang dilarang itu adalah “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, tujuan pelaku inilah yang sekaligus menjadi pendorong bagi pelaku untuk melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Rumusan pasal ini mengandung motif sebagai unsur delik.

Inilah beberapa contoh delik dalam KUHP yang memuat tujuan pelaku sebagai unsur (anasir, elementen, Bestanddelen/bestandeel) delik yang dirumuskan dengan istilah “dengan maksud”.

Kata “dengan maksud” tidak lain adalah sengaja sebagai maksud/niat/tujuan yang mengandung motif.

Apakah ada motif sebagai unsur delik dalam pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP) dan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).?

Pembunuhan Biasa (Doodslag)

Delik Pembunuhan biasa (doodslag) diatur dalam Pasal 338 KUHP, sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Unsur delik pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP adalah: “dengan sengaja menghilangkan atau merampas nyawa orang lain”.

KUHP tidak memberikan arti kata sengaja. Tetapi hanya dapat ditemukan dalam doktrin dan memorie penjelasan pada waktu KUHP dibuat (Memorie van Toelichting=MvT) bahwa kata opzettelijke (dengan sengaja) yang tersebar dalam beberapa pasal KUHP adalah sama dengan willens en wetens (menghendaki dan mengetahui). Dengan demikian, menurut MvT, seseorang dikatakan sengaja melakukan perbuatan apabila orang tersebut menghendaki dan mengetahui dilakukannya perbuatan tersebut, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja haruslah menghendaki perbuatan itu, dan juga harus mengetahui akibat dari perbuatan itu.

Menghilangkan nyawa orang lain dalam delik pembunuhan harus disengaja atau menjadi tujuan oleh pelaku. dalam arti bahwa kesengajaan harus ditujukan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Jika kesengajaan pelaku hanya untuk menyakiti, namun korbannya meninggal dunia, maka tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 338 KUHP, akan tetapi yang diterapkan adalah delik penganiayaan yang mengakibatkan kematian (Pasal 351 ayat 3 KUHP). Unsur sengaja dalam Pasal 338 KUHP ini meliputi ketiga gradasi atau corak kesengajaan (istilah Andi Zainal Abidin) yang telah dimukakan terdahulu. Moeljatno juga menggunakan istilah corak Kesengajaan. Sedangkan menurut Bambang Poernomo dalam hal untuk menentukan corak kesengajaan dalam kasus, maka hakim harus mempertimbangkan kasus perkasus untuk melihat motif dan mengingat keadaan batin pembuat.

Jadi Pelaku melakukan Pembunuhan itu disertai dengan motif. atau ada alasan atau hal yang mendorong dia melakukan Pembunuhan, akan tetapi Pasal 338 KUHP tidak dicantumkan sebagai unsur (anasir =elementen= Bestanddelen/bestandeel) delik.

Pembunuhan Berencana (Moord)

Pembunuhan berencana (Moord) diatur dalam Pasal 340 KUHP sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam kerena pembunuhan dengan rencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Unsur delik pembunuhan berencana (Moord) dalam Pasal 340 KUHP adalah sama dengan unsur delik Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP) ditambah dengan unsur perencanaan. Andi Hamzah menggunakan istilah “dipikirkan lebih dahulu” (met voorbedachten rade). Ban beliau menuliskan bahwa umumnya pembunuhan dengan racun merupakan moord atau dipikirkan lebih dahulu karena harus mencari racun dan bagaimana memasukkan kedalam makanan atau minuman.

Unsur “rencana lebih dahulu” adalah :
1).Adanya tenggang waktu antara adanya niat untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.
2).Ada waktu untuk memikirkan dengan tenang bagaimana cara melakukan pembunuhan itu.
3).Ada waktu memikirkan apakah pembunuhan itu dilanjutkan ataukah dihentikan.

Menurut M.v.T (dalam buku Van Bemmelen) bahwa rencana lebih dahulu (voorbedachte rade) mensyaratkan jangka waktu untuk menimbang secara tenang, atau memikirkan secara tenang. Untuk itu dipandang sudah cukup bila pembuat delik untuk melaksanakan kejahatan mempunyai waktu untuk memperhitungkan apa yang akan dilakukannya. Unsur merencanakan lebih dahulu, ini dapat disimpulkan dari keadaan yang obyektif.

Pada Pembunuhan biasa (doodslag), perbuatan itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedangkan pada pembunuhan berencana (moord), ketika timbul niat, tidak langsung dilaksanakan seketika itu, tetapi ada waktu untuk berpikir dengan cara bagaimana Pembunuhan itu dilakukan. Dalam doktrin disimpulkan bahwa waktu ini tidak boleh terlalu sempit tetapi juga tidak perlu terlalu lama, yang penting adalah terdapat waktu bagi pelaku untuk memikirkan dengan tenang dengan cara bagaimana pembunuhan itu dilakukan. bahkan ada waktu untuk membatalkan niatnya.

H.A.K. Moch Anwar menuliskan bahwa didalam pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP), pengambilan keputusan untuk menghilangkan nyawa seseorang dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan yang “dirancangkan terlebih dahulu” (moord), kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.

Sugadhi menuliskan bahwa pembunuhan dengan racun, dapat disamakan dengan pembunuhan yang direncanakan.

Andi Zainal Abidin menuliskan: “berbeda dengan paragraf 211 jilid 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jerman (St.G.B), bahwa Sistem hukum pidana Nederland dan Indonesia tidak mensyaratkan motif sebagai unsur delik. Sudah cukup kalau pembuat dengan tenang merencanakan yang disertai persiapan dan pembuatan rencana.”. Namun demikian menurut Van Bemmelen, bahwa mengetahui motif itu sangat membantu meyakinkan hakim dalam mengambil keputusan.

Berhubung karena kesengajaan dalam Pasal 340 KUHP (Moord) itu ditambah dengan unsur perencanaan, maka para ahli hukum pidana menyebut jenis kesengajaan pada delik pembunuhan berencana (moord) sebagai dolus premiditatus. Dolus premiditatus ini adalah sengaja yang dilakukan dengan telah mempertimbangkan masak-masak (Bambang Poernomo, 1994:164) atau Satochid (tt :332) menyebut dolus premiditatus berarti dengan rencana yang ditetapkan dengan tenang, yaitu ditetapkan dengan pikiran dan keadaan yang tenang. Kebalikan dari dolus premiditatus ini adalah dolus repentinus, yakni sengaja yang datangnya secara tiba-tiba. jadi sengaja yang tidak dipikirkan atau direncanakan lebih dahulu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan biasa (doodslag).

Dalam kaitannya dengan motif pelaku, maka terdapat jenis delik pembunuhan yang mencantumkan untuk apa pembunuhan itu dilakukan sebagai unsur delik. yaitu pada Pasal 339 KUHP (Pembunuhan yang diikuti, atau disertai atau didahului delik lain) dan Pembunuhan terhadap anak yang baru lahir Pasal 341 KUHP (kinderdoodslag) dan Pasal 342 KUHP. Pembunuhan terhadap anak yang baru lahir yang direncanakan lebih dahulu (kindermoord).

Pembunuhan Yang Diikuti, Disertai. Atau Didahului Tindak Pidana (pasal 339 KUHP)

Bunyinya : “Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Dalam rumusan Pasal 339 KUHP tersebut, dicantumkan alasan pelaku melakukan pembunuhan sebagai unsur, yaitu “untuk 1. Mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaan delik (lain), atau 2. Membunuh karena ingin melepaskan diri sendiri atau peserta lain dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau 3. Pembunuhan itu dilakukan untuk mempertahankan (memastikan penguasaan) barang yang diperolehnya secara melawan hukum.” Ini berati bahwa dalam Pasal 339 KUHP, terdapat tiga kemungkinan motif ada, dan karena rumusannya alternatif, maka tidak perlu dipenuhi ketiga-tiganya, cukup satu diantaranya sudah memenuhi unsur delik.
Demikian pula pada delik Pembunuhan anak yang baru lahir yang dilakukan oleh ibunya sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 341 KUHP (kinderdoodslag), terdapat motif sebagai unsur delik.

Pembunuhan Anak (pasal 341 KUHP)

Bunyinya : “Seorang ibu yang karena takut akan diketahui ia sudah melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anaknya sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun’.

Sebagai unsur obyektif adalah seorang ibu merampas nyawa (membunuh) anaknya sendiri pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian karena takut diketahui bahwa dia melahirkan anak. sedangkan unsur subyektifnya adalah dengan sengaja seperti yang terdapat dalam Pasal 338 KUHP.

Dalam Pasal 341 KUHP ini sangat jelas disebutkan alasan pembunuhan yang dijadikan unsur (anasir = elementen = bestaddelen = bestandeel) delik yakni “karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.” Alasan ini adalah motif pelaku melakukan perbuatannya.

Pembunuhan Anak Berencana (pasal 342 KUHP)

Demikian pula pada delik Pembunuhan Anak Berencana (pasal 342 KUHP) yang disebut dengan istilah kindermoord, juga mengandung motif. Unsur delik Pasal 342 KUHP, sama dengan unsur delik Pasal 341 KUHP ditambah dengan “unsur perencanaan”.

Konsekuensi apabila motif tidak menjadi unsur (anasir = elementen = bestaddelen/bestandeel) delik, maka jaksa penuntut umum tidak perlu membuktikannya dalam pesidangan. Tetapi sebaliknya jika motif atau alasan pelaku melakukan delik itu menjadi unsur delik, maka jaksa penuntut umum harus membuktikannya.

Misalnya dalam Pasal 341 KUHP, Jaksa Penuntut umum harus membuktikan bahwa alasan atau motif seorang ibu membunuh anaknya pada saat dillahirkan atau tidak lama kemudian adalah “karena takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak.” (biasanya dilakukan oleh wanita yang hamil tetapi belum menikah).

Jika seorang ibu membunuh anaknya pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian setelah dilahirkan dengan alasan lain (misalnya dengan alasan sudah tidak sanggup untuk membiayai atau sudah tidak mau memiliki anak), maka tidak dapat diterapkan Pasal 341 KUHP atau 342 KUHP. Yang bisa diterapkan adalah Pasal 338 KUHP atau Pasal 340 KUHP (jika direncanakan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar