Rabu, 16 September 2015

Dasar Pokok Adat Minangkabau (Bagian Kedua)

D. Sifat Pribadi Minang

Salah satu tujuan adat pada umumnya, adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusia yang berbudaya, manusia yang beradab.Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat. Suatu Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur. Suatu masyarakat yang aman dan damai dan selalu dalam lindungan Tuhan.Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-manusia dengan sifat-sifat dan watak tertentu.

Sifat-sifat yang ideal itu menurut adat Minang antaranya sebagai berikut :

a. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka

Artinya hidup berpikir, berukur dan berjangka. Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.

Kelebihan manusia dari binatang adalah tiga alat vital yang mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga alat tersebut adalah otak, otot dan hati.

Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergi ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.

Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia antara lain akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut:

Dalam mulo akhie mambayang
Dalam baiak kanalah buruak
Dalam galak tangieh kok tibo
Hati gadang hutang kok tumbuah

Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu waspada.

Alun rabah lah ka ujuang
Alun pai lah babaliak
Alun di bali lah bajua
Alun dimakan lah taraso

Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya. Pendek kata dibuat rencana yang mantap dan terinci.

Dihawai sahabih raso
Dikaruak sahabih gauang

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah:

Mangaji dari alif
Babilang dari aso

Dalam melakukan sesuatu, haruslah mempunyai alasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan asal berbuat tanpa berpikir.

Mancancang balandasan
Malompek basitumpu

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Salah satu kelemahan orang Minang adalah kebanyakan mereka menderita penyakit “Excessive Individualisme”, penyakit susah diatur, merasa lebih super dari orang lain, karenanya dihinggapi penyakit “pantang taimpik”.

Struktur organisasi dipenghujung abad ke XX ini, baik organisasi pemerintah, angkatan bersenjata, organisasi sosial, maupun organisasi perusahaan mempunyai struktur piramida, lancip ke atas.

Struktur organisasi yang semacam ini, memaksa orang-orang dalam formasi yang berlanggo-langgi, atau bertingkat-tingkat. Ada yang disebut bawahan dan ada atasan, ada yang memerintah dan ada pula yang harus menjalankan perintah. Orang Minang kebanyakan belum dapat menyesuaikan diri dengan pola kemasyarakatan yang baru ini. Apalagi bila dalam organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Inilah agaknya salah satu sebab kenapa dipenghujung abad XX ini orang-orang Minang sudah jarang yang menonjol dipentas nasional. Kalau ada yang menonjol satu dua, maka yang duduk menjadi bawahannya, mungkin sekali bukan orang Minang. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sebagai berikut:

Bajalan ba nan tuo
Balayie ba nakhodo
Bakata ba nan pandai

Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita lebih memahami pola organisasi modern dibandingkan kita. Renungkanlah.

Masih bayak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.

Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut:


Nak kayo kuek mancari
Nak tuah bertabur urai
Nak mulie tapeki janji
Nak namo tinggakan jaso
Nak pandai kuek baraja

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan oang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut:

Elok dek awak
Katuju dek urang

Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.

Nenek moyang orang Minang, sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air sejak tahun 1950-an yang lalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya:

Balabieh ancak-ancak
Bakurang sio-sio
Diagak mangko diagieh
Dibaliek mangko dibalah
Bayang-bayang sepanjang badan
Nan babarieh nan dipahek
Nan baukue nan dikabuang
Jalan nan luruih nan ditampuah
Labuah pasa nan dituruik
Di garieh makanan pahat
Di aie lapehkan tubo
Tantang sakik lakek ubek
Luruih manantang barieh adat

b. Baso basi – malu jo sopan

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang. Adat Minang menyebutkan sebagai berikut:

Nana kuriak iyolah kundi
Nan merah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi
Nan indah iyolah baso
Kuek rumah dek basandi
Rusak sandi rumah binaso
Kuek bangso karano budi
Rusak budi bangso binaso

Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.

Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati
Nan ketek disayangi
Samo gadang bawo bakawan
Ibu jo bapak diutamakan

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :

Dek ribuik rabahlah padi
Di cupak Datuak Tumangguang
Hiduik kok tak babudi
Duduak tagak kamari cangguang
Rarak kaliki dek binalu
Tumbuah sarumpun ditapi tabek
Kalau habih raso jo malu
Bak kayu lungga pangabek

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Pucuak pauah sadang tajelo
Panjuluak bungo linggundi
Nak jauah silang sangketo
Pahaluih baso jo basi
Pulau pandan jauah ditangah
Dibaliak pulau angso duo
Hancua badan di kanduang tanah
Budi baiak takana juo
Nak urang koto ilalang
Nak lalu ka pakan baso
Malu jo sopan kok lah ilang
Habihlah raso jo pareso

c. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat. Pepatah memperingatkan sebagai berikut:

Bajalan paliharo kaki
Bakato paliharo lidah
Kaki tataruang inai padahannyo
Lidah tataruang ameh padahannyo
Bajalan salngkah madok suruik
Kato sapatah dipikian

Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang
artinya :
Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain
Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang
Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang

d. Setia (loyal)

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Malompek samo patah
Manyarunduak samo bungkuak
Tatungkuik samo makan tanah
Tatalantang samo minun aia
Tarandam samo basah
Rasok aia pulang ka aia
Rasok minyak pulang ka minyak

Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip. Pepatah adat mengajarkan sebagai berikut:

Adat badunsanak, dunsanak patahankan
Adat bakampuang, kampuang patahankan
Adat banagari, nagari patahankan
Adat babangso, bangso patahankan
   
artinya:
Adat bersaudara, saudara dipertahankan
Adat berkampung, kampung dipertahankan
Adat bernegeri, negeri dipertahankan
Adat berbangsa, bangsa dipertahankan

Parang ba suku samo dilipek
Parang samun samo dihadapi
 artinya:
Perang antar suku sama disimpan
Perang terhadap penjahat sama dihadapi

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

e. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”. Adat Minang mengajarkan sebagai berikut:

Bakati samo barek
Maukua samo panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan
Tibo diparuik indak dikampihkan
Tibo didado indak dibusuangkan
Mandapek samo balabo
Kahilangan samo marugi
Maukua samo panjang
Mambilai samo laweh
Baragiah samo banyak
Gadang kayu gadang bahannyo
Ketek kayu ketek bahannyo
Nan ado samo dimakan
Nan indak samo dicari
Hati gajah samo dilapah
Hati tungau samo dicacah
Gadang agiah baumpuak
Ketek agiah bacacah

(Kata-kata “dimata,diperut, didada dalam hal ini artinya bila masalah itu menyangkut dunsanak kita sendiri).

f. Hemat Cermat

Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut:

Manusia
Nan buto pahambuih saluang            
Nan pakak palapeh badia                  
Nan patah pangajuik ayam               
Nan lumpuah paunyi rumah               
Nan binguang kadisuruah-suruah     
Nan buruak palawan karajo              
Nan kuek paangkuik baban               
Nan tinggi jadi panjuluak                 
Nan randah panyaruduak                 
Nan pandai tampek batanyo             
Nan cadiak bakeh baiyo                   
Nan kayo tampek batenggang           
Nan rancak palawan dunia                

 

Tanah

Nan lereng tanami padi                    
Nan tunggang tanami bamboo          
Nan gurun jadikan parak                  
Nan bancah jadikan sawah               
Nan padek ka parumahan                 
Nan munggu jadikan pandam            
Nan gauang ka tabek ikan                
Nan padang tampek gubalo               
Nan lacah kubangan kabau               
Nan rawan ranangan itiak                

 

Kayu

Nan kuek ka tunggak tuo                  
Nan luruih ka rasuak paran              
Nan lantiak ka bubungan                  
Nan bungkuak ka tangkai bajak        
Nan ketek ka tangkai sapu               
Nan satampok ka papan tuai             
Rantiangnyo ka pasak suntiang         
Abunyo pamupuak padi                     

 

Bambu

Nan panjang ka pambuluah               
Nan pendek ka parian                       
Nan rabuang ka panggulai                
 
Sagu
Sagunyo ka baka huma                     
Ruyuangnyo ka tangkai bajak           
Ijuaknyo ka atok rumah                   
Pucuaknyo ka daun paisok                 
Lidinyo ka jadi sapu                          

g. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sebagai berikut:

Maminteh sabalun anyuik
Malantai sabalun lapuak
Ingek-ingek sabalun kanai
Sio-sio nagari alah
Sio-sio utang tumbuah
Siang dicaliak-caliak
Malam didanga-danga

h. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sebagai berikut:

Kok dianjak urang pasupadan
Kok dialiah urang kato pusako
Kok dirubah urang Kato Daulu
Jan cameh nyawo malayang
Jan takuik darah taserak
Asalkan lai dalam kabanaran
Basilang tombak dalam perang
Sabalun aja bapantang mati
Baribu sabab mandating
Namun mati hanyo sakali
Aso hilang duo tabilang
Bapantang suruik di jalan
Asa lai angok-angok ikan
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang
Namun nan bana disabuik juo
Sekali kato rang lalu
Anggap angin lalu sajo
Duo kali kato rang lalu
Anggap garah samo gadang
Tigo kali kato rang lalu
Jan takuik darah taserak

i. Arif bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.

Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut:

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki
Kilek camin nan ka muka
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan
Cewang di langik tando ka paneh
Ingek di rantiang ka mancucuak
Tahu didahan ka maimpok
Tahu diunak kama nyangkuik
Pandai maminteh sabalun anyuik

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sebagao berikut:

Gunuang biaso timbunan kabuki
Lurah biaso timbunan aia
Lakuak biaso timbunan sampah
Lauik biaso timbunan ombak
Nan hitam tahan tapo
Nan putiah tahan sasah
Di sasah bahabih aia
Dikikih bahabih basi

j. Rajin

Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini:

Kok duduak marawuik ranjau
Tagak maninjau jarah
Nan kayo kuek mancari
Nan pandai kuek baraja

k. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas. Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sebagai berikut:

Kok manyauak di hilie-hilie
Kok mangecek dibawah-bawah
Tibo dikandang kambing mangembek
Tibo dikandang kabau manguak
Dimano langik dijunjuang
Disinan bumi dipijak
Disitu rantiang di patah

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. Baris pertama diatas tidak berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar