Di
tengah krisis ekonomi yang sangat mencekik rakyat Indonesia dan mulai
limbungnya pemerintahan Jokowi, beberapa waktu lalu MetroTV tak henti
memberitakan demonstrasi di Kuala Lumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak
turun.
Liputan
media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu terkesan sangat berlebihan dan
tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' menjadi
luar biasa. Apakah
ini merupakan bentuk perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia? Atau
sebaliknya, MetroTV hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia
karena pemerintahan Jokowi mulai limbung dan kehilangan legitimasi.?
Yaa..
MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah
Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan
oleh Luhut Binsar Panjaitan (anak emas LB.Moerdani -tokoh SARA Ordo Jesuit).
MetroTV
sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan
Jokowi yang baru 10 bulan tapi sudah menghasilkan dan memproduk berbagai
masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat Indonesia. Di mana-mana rakyat
menghadapi kondisi yang sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi. Diantaranya
adalah menaikkan BBM begitu dia berkuasa sehingga membuat rakyat sekarat.
Sekarang,
di tengah krisis ekonomi dan semakin loyonya rupiah atas dolar, MetroTV
menggunakan segmen acara 'Economic Challenges' yang dipandu mantan Pemred
Harian Kompas Satryotomo (Tomi) untuk tetap membela dan membuat opini mendukung
Jokowi. Melalui
Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro
disuarakan bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK' sehingga akan mampu menghadapi
badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.
Acara
'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di
'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya.
Acara ini sejatinya sekadar membuat opini yang memang sudah disetting untuk
tujuan tertentu. Betapa
MetroTV sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan
disuguhkan kepada publik dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya
membela rezim yang berkuasa.
Mengapa
MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede.? Mengapa
Jokowi tidak berani meresmikan serta berpihak kepada rakyat yang bertambah
miskin di sekitar waduk.? Sebaliknya, Jokowi hanya datang ke Sidoarjo Lapindo
dengan tujuan 'pencitraan', bukan benar-benar cinta kepada rakyat sebagai
korban yang hartanya tenggelam akibat amukan Lapindo.
Mengapa
MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini.? Bagaimana
dengan puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan dan ribuan pabrik gulung tikar.?
Begitu juga dengan kasus penggusuran Kampung Pulo, malah berpihak kepada Ahok.
Sungguh,
Metro milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan
partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan, perubahan dan berpihak
kepada rakyat. Justru sekarang ini, ia terjebak sekadar nempel kepada kekuasaan
Jokowi dan menikmati kekuasaannya.
Sekalipun
Najib Razak di Malaysia diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di
Indonesia. Berapa uang negara yang dikorup Najib dan berapa yang dikorup oleh
pejabat Indonesia.?
Di
Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia
yang korupsi bisa dibilang dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki. Pajabat
yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat
menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia.?
Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat dan tidak lagi memilliki rasa malu.
Malu mereka sudah pupus.
Di
Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di
bus, angkot, dan di jalan. Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang
tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, kolong jembatan, emper-emper
toko, di bawah fly over. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya
dengan kejam. Di Malaysia 'income' per kapita penduduknya sudah di atas $ 10
ribu dolar per kepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itu pun
tidak merata. Masih banyak yang penghasilan seharinya cuma $ 2 dolar.
Angka
kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia
tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang makan nasi aking
(nasi basi) atau raskin (beras miskin). Di Jakarta dan kota besar lainnya,
masih banyak rakyat yang mengais-ngais sisa makanan di tong sampah.!
Indonesia
70 tahun merdeka rakyatnya bertambah melarat, semuanya diimpor, dan pemerintah
tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya. Paling-paling yang kaya para
'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.
Di
Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergelar 'doktor dan Phd'. Negara
memberikan beasiswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan
Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd pun sudah berjibun.
Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh', 'melarat', dan mendatangkan guru
dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh.
Malaysia di bidang infrastruktur sudah beres. Bandara, pelabuhan, jalan, dan
kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol
dari mulai ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang
berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita, itupun melalui tipu-tipu
Mobil ESEMKA yang nyatanya adalah mobil China merek Foday yang dirakit bengkel Bapak
Sukiyat di Solo. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton Saga.
Malaysia
penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang berjumlah
30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai
negara dan mengelola negara dengan baik. Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia
berbondong-bondong ke Malaysia mencari 'ringgit', agar bisa hidup. Karena di
Indonesia susah mencari kerja. Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang
terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan.
Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan.
Indonesia.?
MetroTV
tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV harus
lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi
mendia yang berpihak kepada rakyat. MetroTV harus berani mengangkat secara
jujur siapapun yang tidak bertanggung jawab di Indonesia sekarang ini.? Minta
pertanggungjawabn kepada mereka.
Jangan
malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan
berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'. MetroTV harusnya memberikan
'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan
mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di
mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV.
Sekarang
semua rakyat menderita karena dipimpin Jokowi. Sudah 10 bulan pemerintahan
Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah,
pengangguran bukan berkurang –malah berjibun, terjadi PHk besar-besaran.
Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana 'MentroTV'
berpihak.?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar