UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa negara
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin potensi, harkat, dan martabat setiap
orang sesuai dengan hak asasi manusia;
b. bahwa
warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari suatu negara
yang memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin
pelaksanaannya;
c. bahwa
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang
Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan
Republik Indonesia sehingga harus dicabut dan diganti dengan yang baru;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1)
dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA.
Bab I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Warga
Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
2.
Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
3.
Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
4.
Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
5.
Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu yang ditunjuk oleh Menteri
untuk menangani masalah Kewarganegaraan Republik Indonesia.
6. Setiap
orang adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.
7. Perwakilan
Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal
Republik Indonesia, Konsulat Republik Indonesia, atau Perutusan Tetap Republik
Indonesia.
Pasal 2
Yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
Pasal 3
Kewarganegaraan
Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan persyaratan yang ditemukan
dalam Undang-Undang ini.
Bab II
WARGA NEGARA INDONESIA
WARGA NEGARA INDONESIA
Pasal 4
Warga Negara Indonesia adalah:
a. setiap
orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
c. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu warga negara asing;
d. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan
ibu Warga Negara Indonesia;
e. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin;
i. anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. anak
yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah
dan ibunya tidak diketahui;
k. anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. anak
yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. anak
dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
Pasal 5
(1) Anak
Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
(2) Anak
Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Pasal 6
(1) Dalam
hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5
berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas)
tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
(2)
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan
dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
(3)
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Pasal 7
Setiap orang yang bukan Warga
Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.
Bab III
SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 8
Kewarganegaraan Republik
Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.
Pasal 9
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. telah
berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. pada
waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat
jasmani dan rohani;
d. dapat
berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f. jika
dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
g.
mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h.
membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Pasal 10
(1)
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis
dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui
Menteri.
(2)
Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Pejabat.
Pasal 11
Menteri
meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disertai dengan
pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 12
(1)
Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.
(2) Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1)
Presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan.
(2)
Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Keputusan
Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada
pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden
ditetapkan.
(4)
Penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disertai alasan dan diberitahukan oIeh Menteri kepada yang bersangkutan paling
lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
Pasal 14
(1)
Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan
berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
(2)
Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada
pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan
janji setia.
(3) Dalam
hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah
atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak
hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.
(4) Dalam
hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada
waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang
ditunjuk Menteri.
Pasal 15
(1)
Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat.
(2)
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acara pelaksanaan
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
(3)
Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah
atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada
Menteri.
Pasal 16
Sumpah
atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
adalah:
Yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut:
Yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut:
Demi
Allah/demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan
saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan
menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara
Indonesia dengan tulus dan ikhlas.
Yang
menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:
Saya
berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui,
tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya
dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara
kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.
Pasal 17
Setelah
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon wajib menyerahkan
dokumen atau surat-surat keimigrasian atas namanya kepada kantor imigrasi dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
Pasal 18
(1)
Salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji
setia dari Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) menjadi bukti
sah Kewarganegaraan Republik Indonesia seseorang yang memperoleh
kewarganegaraan.
(2)
Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 19
(1) Warga
negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga negara di hadapan Pejabat.
(2)
Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang
bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia
paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh)
tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut
mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
(3) Dalam
hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang
diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang
bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi
Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 20
Orang
asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan
kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang
bersangkutan berkewarganegaraan ganda.
Pasal 21
(1) Anak
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya
berkewarganegaraan Republik Indonesia.
(2) Anak
warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.
(3) Dalam
hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh
kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 22
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bab IV
KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
Warga Negara Indonesia kehilangan
kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a.
memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak
menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c.
dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri,
yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin,
bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan
Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk
dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara
sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu
di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat
dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara
sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak
diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h.
mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat
yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari
negara lain atas namanya; atau
i.
bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima)
tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima)
tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan
Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan
Pasal 24
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidak berlaku bagi mereka yang
mengikuti program pendidikan di negara lain yang mengharuskan mengikuti wajib
militer.
Pasal 25
(1)
Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ayah tidak dengan
sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan
ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin.
(2)
Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ibu tidak dengan
sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan
ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin.
(3)
Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia karena memperoleh kewarganegaraan
lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya, tidak dengan sendirinya berlaku
terhadap anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
atau sudah kawin.
(4) Dalam
hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin anak tersebut harus menyatakan memiIih salah satu kewarganegaraannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 26
(1)
Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat
perkawinan tersebut.
(2)
Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat
perkawinan tersebut.
(3)
Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat
mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan
atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.
(4) Surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.
Pasal 27
Kehilangan
kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat perkawinan yang sah tidak
menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari istri atau suami.
Pasal 28
Setiap
orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan
yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi
kekeliruan mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal
kewarganegaraannya.
Pasal 29
Menteri
mengumumkan nama orang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 30
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan
kewarganegaraan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bab V
SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEMBALI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEMBALI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 31
Seseorang
yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali
kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22.
Pasal 32
(1) Warga
Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, Pasal 25, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)
dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
(2) Dalam
hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik
Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
(3)
Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat
diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya
akibat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)
sejak putusnya perkawinan.
(4)
Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari setelah menerima permohonan. Pasal 33 Persetujuan atau penolakan
permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan
paling lambat 3 (tiga) bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggal
diterimanya permohonan. Pasal 34 Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh
kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Pasal 35
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bab VI
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
(1)
Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan seseorang
kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.
(2) Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 37
(1)
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu, termasuk
keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat
atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau
surat atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia atau memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan keterangan palsu, termasuk
keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat
atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling
sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 38
(1) Dalam
hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan korporasi,
pengenaan pidana dijatuhkan kepada korporasi dan/atau pengurus yang bertindak
untuk dan atas nama korporasi.
(2) Korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan dicabut izin usahanya.
(3)
Pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Bab VII
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1)
Permohonan pewarganegaraan, pernyataan untuk tetap menjadi Warga Negara
Indonesia, atau permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik
Indonesia yang telah diajukan kepada Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku
dan telah diproses tetapi belum selesai, tetap diselesaikan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang
Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
(2)
Apabila permohonan atau pernyataaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
diproses tetapi belum selesai pada saat peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan, permohonan atau pernyataan tersebut diselesaikan menurut ketentuan
Undang-Undang ini.
Pasal 40
Permohonan
pewarganegaraan, pernyataan untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia, atau
permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia yang telah
diajukan kepada Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dan belum diproses,
diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 41
Anak yang
lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan
anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas)
tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun
setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 42
Warga
Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia selama 5 (lima) tahun atau lebih tidak melaporkan diri kepada
Perwakilan Republik Indonesia dan telah kehilangan Kewarganegaraan Republik
Indonesia sebelum Undang-Undang ini diundangkan dapat memperoleh kembali
kewarganegaraannya dengan mendaftarkan diri di Perwakilan Republik Indonesia
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
sepanjang tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Pasal 43
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
dan Pasal 42 diatur dengan Peraturan Menteri yang harus ditetapkan paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Bab VIII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku:
a.
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3077) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku;
b.
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 45
Peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 6 (enam)
bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 46
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2006
pada tanggal 12 Juli 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 2006
pada tanggal 1 Agustus 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
TTD
HAMID AWALUDIN
REPUBLIK INDONESIA
TTD
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 63
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Warga
negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status
kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan
negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya.
Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga
negaranya.
Sejak
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan
Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan
Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia. Selanjutnya, ihwal kewarganegaraan
terakhir diatur dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Talun
1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Secara
filosofis, Undang-Undang tersebut masih mengandung ketentuan-ketentuan yang
belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat
diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga
negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Secara
yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tersebut adalah
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hak asasi
manusia dan hak warga negara.
Secara
sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional
dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan
kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan
gender.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan
yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga
negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Untuk
memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar
sebagaimana tersebut di atas, Undang-Undang ini memperhatikan asas-asas
kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan
campuran.
Adapun
asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. Asas
ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas
ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
3. Asas
kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
4. Asas
kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
Undang-Undang
ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun
tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada
anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian.
Selain
asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan
Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
1. Asas
kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan
kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad
mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita
dan tujuannya sendiri.
2. Asas
perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlidungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan
apapun baik di dalam maupun di luar negeri.
3. Asas
persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa
setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum
dan pemerintahan.
4. Asas
kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya
bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat
permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Asas
nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan,
jenis kelamin dan gender.
6. Asas
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam
segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara
pada khususnya.
7. Asas
keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
8. Asas
publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Pokok
materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. siapa
yang menjadi Warga Negara Indonesia
b. syarat
dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia;
c.
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia;
d. syarat
dan tata cara memperoleh kenbali Kewarganegaraan Republik Indonesia;
e.
ketentuan pidana.
Dalam
Undang-Undang ini, pengaturan mengenai anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan terhadap anak tentang status
kewarganegaraannya saja.
Dengan
berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Selain
itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai
kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak berlaku karena tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Peraturan
perundang-undangan tersebut adalah:
1. Undang-Undang
tanggal 10 Pebruari 1910 tentang Peraturan tentang Kekaulanegaraan Belanda
Bukan Belanda (Stb. 1910 - 296 jo. 27-458);
2.
Undang-Undang Tahun 1946 Nomor 3 tentang Warganegara, Penduduk Negara jo.
Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 6 jo. Undang-Undang Tahun 1947 Nomor 8 jo.
Undang-Undang Tahun 1948 Nomor 11;
3.
Persetujuan Perihal Pembagian Warga Negara antara Republik Indonesia Serikat
dan Kerajaan Belanda (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 2);
4.
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1971 tentang Pernyataan Digunakannya
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara
dan Penduduk Negara Republik Indonesia untuk Menetapkan Kewarganegaraan
Republik Indonesia bagi Penduduk Irian Barat; dan
5.
Peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kewarganegaraan.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Yang
dimaksud dengan "bangsa Indonesia asli" adalah orang Indonesia yang
menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Ditentukannya
"tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari" dengan pertimbangan bahwa
tenggang waktu tersebut merupakan tenggang waktu yang dianggap cukup untuk
meyakini bahwa anak tersebut benar-benar anak dari ayah yang meninggal dunia.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Pengakuan
terhadap anak dalam ketentuan ini dibuktikan dengan penetapan pengadilan.
Huruf i
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Cukup
jelas.
Huruf l
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "pengadilan" adalah pengadilan negeri di tempat
tinggal pemohon dalam hal permohonan diajukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia, yang dimaksud dengan "pengadilan" adalah pengadilan sesuai
dengan ketentuan di negara tempat tinggal pemohon.
Pasal 6
Cukup
jelas.
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Cukup
jelas.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Yang
dimaksud dengan "dokumen atau surat-surat keimigrasian", misalnya
paspor biasa, visa, izin masuk, izin tinggal, dan perizinan tertulis lainnya
yang dikeluarkan oleh pejabat imigrasi.
Dokumen atau surat-surat keimigrasian yang diserahkan kepada kantor imigrasi oleh pemohon termasuk dokumen atau surat-surat atas nama istri/suami dan anak-anaknya yang ikut memperoleh status kewarganegaraan pemohon.
Dokumen atau surat-surat keimigrasian yang diserahkan kepada kantor imigrasi oleh pemohon termasuk dokumen atau surat-surat atas nama istri/suami dan anak-anaknya yang ikut memperoleh status kewarganegaraan pemohon.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup
jelas.
Pasal 20
Yang
dimaksud dengan "orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik
Indonesia" adalah orang asing yang karena prestasinya yang luar biasa di
bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, lingkungan
hidup, serta keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa
Indonesia.
Yang
dimaksud dengan "orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan
kepentingan negara" adalah orang asing yang dinilai oleh negara telah dan
dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan
kedaulatan negara dan untuk meningkatkan kemajuan, khususnya di bidang
perekonomian Indonesia.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "pengadilan" adalah pengadilan negeri di tempat
tinggal pemohon bagi pemohon yang bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia, yang dimaksud dengan "pengadilan" adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 22
Cukup
jelas.
Pasal 23
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Yang
dimaksud dengan "jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga
Negara Indonesia" antara lain pegawai negeri, pejabat negara, dan
intelijen. Apabila Warga Negara Indonesia menjabat dalam dinas sejenis itu di
negara asing, yang bersangkutan kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan
demikian, tidak semua jabatan dalam dinas negara asing mengakibatkan kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Huruf f
Yang
dimaksud dengan "bagian dari negara asing" adalah wilayah yang
menjadi yurisdiksi negara asing yang bersangkutan.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Yang
dimaksud dengan "alasan yang sah" adalah alasan yang diakibatkan oleh
kondisi di luar kemampuan yang bersangkutan sehingga ia tidak dapat menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia, antara lain karena
terbatasnya mobilitas yang bersangkutan akibat paspornya tidak berada dalam
penguasaan yang bersangkutan, pemberitahuan Pejabat tidak diterima, atau
Perwakilan Republik Indonesia sulit dicapai dari tempat tinggal yang
bersangkutan.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Cukup
jelas.
Pasal 28
Yang
dimaksud dengan "instansi yang berwenang" adalah instansi yang
mempunyai kewenangan untuk menyatakan bahwa dokumen atau surat-surat tersebut
palsu atau dipalsukan, misalnya akta kelahiran dinyatakan palsu oleh kantor
catatan sipil.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada anak dan istri atau anak dan
suami yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam memperoleh
kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia tanpa melalui proses pewarganegaraan
(naturalisasi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan "putusnya perkawinan" adalah putusnya perkawinan
karena perceraian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap atau karena suami atau istri meninggal dunia.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 33
Cukup
jelas.
Pasal 34
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup
jelas.
Pasal 38
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup
jelas.
Pasal 41
Cukup
jelas.
Pasal 42
Cukup
jelas.
Pasal 43
Cukup
jelas.
Pasal 44
Cukup
jelas.
Pasal 45Cukup
jelas.
Pasal 46
Cukup
jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar