Rakyat
Palestina mengenangnya sosok besarnya sebagai seorang penulis, pemimpin, juru
bicara, novelis, revolusioner, dan seorang laki-laki yang mendedikasikan
hidupnya di jalan pembebasan. Ghassan Kanafani adalah inspirasi bagi mereka
yang terus berlawan dalam tiap tingkatan. Dia adalah seorang Palestina, seorang
Arab, seorang pejuang internasional, seorang singa, sekaligus perlambang
perlawanan, pengorbanan, dan keteguhan.
Karena
komitmennya memperjuangkan agar suara rakyat Palestina didengar, baik melalui
novel-novel dan cerita-cerita pendeknya dimana dia mengekspresikan perlawanan
kreatif dan kekuatan revolusioner sastrawi, maupun melalui kerja politiknya
sebagai juru bicara PFLP, dia menjadi sasaran pembunuhan Mossad (agen rahasia
Israel) yang ingin membungkam suara Kanafani sekaligus membungkam suara rakyat
Palestina dan seruan-seruan revolusi Palestina yang selalu disuarakannya.
Meskipun
perangkap bom mobil Mossad berhasil merenggut nyawa Ghassan Kanafani, namun
tulisan dan visinya terus hidup, berlipat ganda, dan menginspirasi visi-visi
baru revolusi Palestina di tangan para penulis dan aktivis Palestina, Arab, dan
seluruh penulis dan aktivis di dunia yang bersimpati dan bersolidaritas dengan
perjuangan rakyat Palestina dalam menyorot kejahatan Zionisme dan Imperialisme,
sembari mengkritik komprador-komprador Palestina dan rezim-rezim Arab lainnya.
Negara Zionis tidak pernah mampu membungkam suaranya, tidak mampu menghapus
keindahan kata-kata Kanafani, dan tidak mampu menghancurkan warisannya yang
terus hidup dan bersemi dimanapun, baik dimana rakyat Palestina terus hidup
maupun dimana ada kreativitas dan perlawanan.
41 tahun
sudah berlalu sejak kemartiran Ghassan Kanafani, sudah merupakan tanggung jawab
kita untuk membangun budaya perlawanan, untuk memperkuat kejernihan politik dan
kejernihan visi kita, serta untuk membangun gerakan yang mampu meraih
kemenangan, pembebasan, kepulangan rakyat Palestina. Kita berjanji kita akan
mengemban tugas ini sampai tertunaikan.
Ghassan
Kanafani dan Budaya Perlawanan
Ghassan
Kanafani lahir di Acre 9 April 1936. Keluarganya terusir dari Palestina pada
tahun 1948 akibat terror Zionis sehingga mereka akhirnya berdiam di Damaskus,
Suriah. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Ghassan Kanafani bekerja sebagai guru
dan wartawan, pertama di Damaskus, kemudian di Kuwait. Selanjutnya ia pindah ke
Beirut dan menulis untuk beberapa koran sebelum akhirnya menerbitkan koran
Al-Hadaf (Sasaran), koran mingguan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina pada
1969. Dia kemudian menjadi juru bicara PFLP sekaligus anggota Politbiro sembari
terus berkarya sebagai seniman dan novelis yang kontribusinya tidak bisa
diremehkan.
Awalnya,
Kanafani adalah seorang anggota aktif Gerakan Nasionalis Arab, gerakan yang ada
sebelum PFLP, namun di kemudian hari bersama kawannya George Habash, Kanafani
menjadi seorang Marxis, meyakini bahwa solusi terhadap
permasalahan-permasalahan yang dialami Palestina tidak bisa dicapai tanpa
revolusi sosial di seluruh tanah Arab.
Saat
Kanafani dibunuh akibat mobilnya yang dipasangi bom oleh agen-agen Zionis
meledak pada 8 Juli 1972, saudarinya menulis:
“Pada
Sabtu Pagi, 8 Juli 1972, sekitar jam 10.30, Lamees (keponakan Kanafani) dan
pamannya berencana pergi bersama ke Beirut. Selang semenit setelah
keberangkatan mereka, kami mendengar suara ledakan sangat keras yang
mengguncang seluruh gedung. Kami sontak merasa takut, namun ketakutan kami
tertuju pada Ghassan dan bukan pada Lamees karena kami lupa bahwa Lamees sedang
bersamanya sementara kami menyadari bahwa Ghassan tengah diincar. Kami lantas
berhamburan keluar, kami semua memanggili Ghassan dan tidak satupun yang
memanggil Lamees. Lamees masih berusia 17 tahun. Usia remaja yang masih haus
dan penuh kehidupan. Kami sadar bahwa Ghassan lah yang telah memilih jalan ini
dan memutuskan menjalaninya. Baru kemarin Lamees meminta pamannya untuk
mengurangi kegiatan-kegiatan revolusionernya dan lebih berkonsentrasi untuk
menulis cerita. Dia berkata pada Ghassan ‘Cerita-ceritamu sungguh indah,’
lantas Ghassan menjawab “Kembali menulis cerita? Aku bisa menulis dengan baik
karena aku percaya pada suatu hal, pada prinsip-prinsip perjuangan. Kalau aku
mencampakkan prinsip-prinsip ini, maka ceritaku akan hampa. Kalau aku membuang prinsip-prinsipku,
percayalah, kau pun akhirnya tak akan menghargaiku.’, ujar Ghassan yang
akhirnya berhasil meyakinkan keponakan perempuannya bahwa perjuangan dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip perjuangan lah yang akhirnya mendatangkan
sukses dalam segala hal.”
Dalam
memoar yang diterbitkan oleh Istri Ghassan Kanafani setelah kematiannya, ia
menulis:
“Inspirasinya
untuk menulis dan bekerja tanpa henti adalah perjuangan Palestina-Arab…dia
adalah salah satu orang yang berjuang dengan teguh demi pengembangan gerakan
perlawanan dari gerakan nasionalis pembebasan Palestina hingga menjelma menjadi
gerakan sosialis revolusioner pan-Arab dimana pembebasan Palestina adalah
komponen vital di dalamnya. Dia selalu menekankan bahwa permasalahan Palestina
tidak bisa dipecahkan dalam isolasi dari situasi sosial dan politik dunia
Arab”.
Sikap ini
berkembang secara alami dari pengalaman Kanafani sendiri. Kanafani kecil yang
berusia 12 tahun mengalami trauma saat menjadi pengungsi dan sejak saat itu
hidup sebagai pelarian di berbagai negara arab, bahkan seringkali tanpa izin
resmi. Rakyat Palestina tercerai berai, banyak diantaranya yang hidup di
kamp-kamp pengungsian atau berjuang bertahan hidup dengan kerja yang sangat
hina; harapan mereka hanya ada di masa depan dan di anak-anak mereka. Kanafani
sendiri, menulis pada anaknya, dan merangkum apa maknanya menjadi seorang
Palestina:
“Kudengar
kau di ruang lain bertanya pada ibu, ‘Mama, apakah aku orang Palestina?’ Saat
ia menjawab ‘Ya’ suatu keheningan yang berat jatuh menimpa rumah. Seakan-akan
sesuatu yang tergantung di atas kepala kita akhirnya jatuh, bunyinya keras
menggelegar, lalu-hening. Setelah itu…kudengar kau menangis. Aku tak bisa
bergerak sama sekali. Ada sesuatu yang lebih besar dari kesadaranku yang lahir
di ruang lain melalui isak tangismu. Seakan-akan pisau bedah membelah dadamu
dan menaruh jantung disana…aku tak mampu bergerak untuk menengok dan melihat
apa yang terjadi di ruang lain. Aku tahu, bagaimanapun juga, bahwa suatu tanah
air yang jauh telah terlahir kembali: perbukitan, pohon-pohon zaitun,
orang-orang yang mati, bendera yang koyak moyak, bendera yang terlipat, semua
memintas ke masa depan darah daging yang dilahirkan di jantung hati seorang
anak-anak…Apakah kau percaya bahwa bocah laki-laki tumbuh perlahan-lahan
menjadi pria dewasa? Tidak. Ia lahir dengan seketika-satu kata, satu momen,
menusuk hatinya dan membawa detak baru. Satu peristiwa bisa melemparkannya dari
puncak kanak-kanak ke atas kerasnya jalanan.”
“Kepada
kawanku yang telah pergi dan yang masih tinggal: kau tahu bahwa ada dua jalan
dalam kehidupan, dan hanya salah satu jalan yang bisa ditempuh. Kau jumpai
jalan ketundukan dan kau menampikknya. Dan kau jumpai jalan perlawanan dan kau
susuri. Jalan ini dipilih untukmu untuk kau jalani. Kawan-kawanmu pun tengah
menjalaninya bersamamu.”
Kemampuan
Kanafani untuk menggambarkan bayangan keraguan, kemiskinan, dan penderitaan
kaumnya, sebagaimana kemampuannya menerjemahkan ideologi dan garis politik ke
dalam sastra menjadikannya ancaman besar bagi keberadaan Zionis.
Perjuangan
Kaum Tertindas Sedunia
Ghassan
Kanafani juga melihat, kontradiksi pokok
yang dialami oleh Palestina dan negara-negara Arab, juga bangsa Asia, Afrika,
dan Amerika Latin, adalah imperialisme. Karena itu, ia menyerukan perlawanan
berskala internasional terhadap imperialisme.
“Imperialisme
telah membaringkan tubuhnya di seluruh dunia, kepalanya di Asia Timur,
jantungnya di Timur Tengah, urat nadinya mencapai Afrika dan Amerika Latin.
Dimanapun kau menyerangnya, kau merusaknya, dan kau sudah mengabdi pada
Revolusi Dunia.”
Imperialisme
bukanlah mitos atau kata yang diulang-ulang oleh media berita, oleh gambar diam
yang tidak mempengaruhi kenyataan manusia. Dalam konsepsi Ghassan Kanafani,
imperialisme adalah tubuh bergerak dari seekor gurita yang menjajah, mengisap,
dan memperluas penindasannya ke seluruh penjuru dunia melalui
perusahaan-perusahaan monopoli barat.
Imperialisme
mengerahkan berbagai bentuk agresi melawan kebangkitan massa rakyat sedunia,
khususnya di negara-negara terbelakang.
Berdasarkan
slogan: ”Semua Fakta untuk Massa” yang diserukan di Al Hadaf, Ghassan Kanafi
mengabdikan intelektualitasnya untuk melayani massa dan kepentingan kelas
mereka, serta menyatakan “hasrat untuk suatu perubahan yang tengah menerpa
massa rakyat Arab, harus didorong oleh kejelasan ideologis dan politik yang
absolut. Dengan demikian, Al Hadaf, mengabdi untuk melayani alternatif
revolusioner tersebut karena kepentingan kelas tertindas sama dengan tujuan
revolusi. Al Hadaf adalah kawan seperjuangan bagi mereka yang melakukan
perjuangan bersenjata maupun perjuangan politik-ideologis untuk mewujudkan
negara progresif yang dimerdekakan.”
Landasan
alami kerja intelektual dan artistik Ghassan adalah mengangkat dan
mempertahankan kepentingan massa yang bekerja keras membanting tulang, bukan
saja untuk rakyat Palestina namun juga rakyat Arab dan kelas-kelas tertindas di
seluruh dunia. Karena landasan fundamental terhadap semua kerjanya, Ghassan
Kanafani, sebagai seorang Marxis, akhirnya mengadopsi jalan perjuangan
bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk membela kaum tertindas.
Dia
sendiri bagian dari mereka: Ghassan Kanafani hidup dan mengalami kemiskinan
akibat kapitalisme dan imperialisme serta dia tetap hidup di tengah massa
rakyat tertindas, meskipun godaan-godaan kapitalis dan upaya mereka dalam
mengepung kehidupan jurnalistiknya. Ghassan tetaplah seorang pria sederhani
yang bekerja siang malam untuk membangkitkan dan mengembangkan kualitas hidup
manusia keluar dari kesengsaraan yang dipaksakan sejarah.
Dia
pernah menyatakan pada sekelompok siswanya:
”Tujuan dari
pendidikan adalah untuk mengoreksi alur sejarah. Demi inilah kita perlu
mempelajari sejarah dan memahami dialektikanya demi membangun era bersejarah
yang baru dimana kaum tertindas akan hidup setelah pembebasan mereka melalui
kekerasan revolusioner, dari kontradiksi yang menjerat mereka.”
Ghassan
Kanafani tidak hanya memahami pengetahuan materialisme historis namun juga
menerapkannya dalam karya-karyanya. Konsep yang diyakininya ditunjukkan dengan
jelas dalam apa yang dikatakan dan dituliskannya. Kontradiksi utama adalah
kontradiksi dengan imperialisme, zionisme, rasisme. Kontradiksi tersebut adalah
kontradiksi internasional dan satu-satunya solusi adalah menghancurkan
ancaman-ancaman demikian dengan persatuan perjuangan bersenjata yang teguh,
ungkapnya dalam mendorong dan membangkitkan semangat internasionalisme di
antara orang-orang yang ia kenal dan temui.
Keyakinan
ini membuatnya menolak segala kompromi, menolak semua solusi borjuis dan solusi
pecah-belah, yang tidak mencakup tesis dan perkembangan revolusi serta jalan
panjangnya menuju pembebasan. Keyakinan ini pula yang membuatnya terus-terusan
menyerang kepentingan-kepentingan imperialisme di satu sisi serta
berkonsolidasi dengan massa di sisi lainnya. Dalam suatu komentarnya terhadap
martir Patrick Arguello ia mengatakan:
”Martir
Patrick Arguello adalah lambang suatu misi yang luhur dan perjuangan untuk
mewujudkan misi tersebut, suatu perjuangan tanpa batas. Dia adalah lambang
massa yang tertindas dan sengsara, diwakili oleh Oum Saad dan banyak lainnya
dari kamp-kamp serta dari seluruh penjuru Lebanon, yang bergabung dalam
arak-arakan prosesi pemakamannya.”
Saat
mendiskusikan tentang rencana reaksioner Imperialis terhadap kaum revolusioner,
dia menyatakan:
“Hasil-hasil
dari serangan Imperialis akan diarahkan pada massa tertindas demi mencegah
mereka bergerak dan berlawan.”
Posisi
ini berdasarkan analisis pendirian rezim-rezim Arab dan rezim-rezim negara
dunia ketiga pada umumnya, yang mundur akibat hantaman imperialisme.
Sedangkan
dalam konteks revolusi internasional, ia berkata:
“Kaum
revolusioner Vietnam telah berjuang melawan imperialisme selama puluhan tahun
lamanya. Mereka akan menyebarkan revolusi mereka ke tempat-tempat lainnya;
pertama, karena revolusi mereka tengah berlangsung, kedua, karena mereka adalah
kaum internasionalis…”
“Perjuangan
Palestina bukanlah perjuangan hanya bagi rakyat Palestina, namun juga bagi
setiap revolusioner, dimanapun mereka berada, karena perjuangan rakyat
Palestina adalah perjuangan massa yang dihisap dan ditindas di zaman kita”
Karena
perjuangan proletar internasional melawan imperialisme adalah isu utama bagi
Ghassan kanafani, maka para konspirator di balik pembunuhannya takut terhadap
pendirian konfrontasi yang logis dan jelas, yang terungkap dalam berbagai
karyanya dan melalui banyak media. Hal ini mendorong imperialisme dan
sektu-sekutu reaksioernya untuk menghentikan pena yang menolak menyerah baik
pada godaan maupun peringatan. Ghassan Kanafani mengubah perjuangan Palestina
dan Arab menjadi suatu perjuangan kaum terhisap dan kaum tertindas di dunia.
Komitmen
Ghassan akan tetap menjadi monumen peringatan bagi massa yang berjuang. Dalam
suatu rapat dengan staf Al Hadaf, Ghassan Kanafani menyatakan:
“Segala sesuatu di dunia ini bisa dirampas dan
dicuri kecuali cinta dan kasih sayang yang mendorong manusia memiliki komitmen
solid atas suatu keyakinan atau suatu perjuangan.”
*tulisan ini diterjemahkan dari Comrade Ghassan Kanafani: The leader, the writer, the martyr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar