Tulisan
ini diambil dari buku Merdeka 100%,
cetakan pertama, Oktober 2005, dengan ijin
dari penerbit Marjin Kiri. Buku ini mengandung tiga tulisan Tan Malaka: Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan Muslihat.
PENGANTAR
SATU DUA PERKARA yang
perlu saya sebutkan di sini sebagai kata pengantar.
Pertama sekali saya dengan
ini terpaksa menyerukan “AWAS” terhadap beberapa orang yang menyamar sebagai
Tan Malaka. Seorang di antara penyamar itu sudah saya jumpai di Surabaya.
Menurut keterangan teman seperjuangan di sana si Penyamar ini mempunyai
beribu-ribu pengikut. Menurut pengakuan si Penyamar sendiri, dia sudah lama
bekerja buat Pemerintah Belanda almarhum. Berhubung dengan itu dia sudah banyak
mempunyai hubungan dengan orang yang mempunyai kedudukan tinggi di bawah
Belanda di antara Pangreh Praja dll. Apalagi dengan mereka dari kalangan
pergerakan di berbagai tempat yang tertipu mentah- mentah.
Tak perlu disebutkan lagi bahwa
Tan Malaka palsu banyak menimbulkan kekalutan di kalangan pergerakan
revolusioner umumnya dan pergerakan komunis khususnya. Tiadalah susah
menghubungkan aksi Tan Malaka Palsu ini dengan provokasi yang lazim dilakukan
terhadap pengikut PARI di zaman Belanda terutama sejak tahun 1935-1936.
Provokasi itu amat bermaharajalela dan banyak mengirimkan orang PARI ke Digul.
Ini malam orang PARI didatangi oleh seorang provokator, besoknya orang itu
diDigulkan. Selain daripada itu Tan Malaka Palsu “made in Batavia”
(Vrijmetslaarweg) itu berhasil pula melekatkan sangkaan yang tidak- tidak
terhadap Tan Malaka yang sebenarnya, berhubung dengan keributan pada tahun 1926
dan pergerakan rakyat di belakangnya.
Semua sangkaan itu satupun
tak bisa dikupas dengan tiada mengupas yang berhubungan dengan aksi dan
organisasi komunis di mana-mana negara. Persangkaan itu tiada akan saya kupas!
Muka saya cukup tebal buat melunturkan persangkaan palsu. Hati saya sebagai
revolusioner tak bisa digoncangkan oleh tuduhan palsu. Sejarah hampir belum
pernah mungkir mengakui kebenaran!
Dalam hal Tan Malaka Palsu
yang sudah dijumpai ini bolehlah dikata saya beruntung juga. Sekiranya Penyamar
ini berjalan terus, maka akan teruslah ia membohongi para pemimpin. Di
antaranya yang sudah kena dibohongi banyak pula yang terkemuka. Tak
mengherankan, karena mereka masih “bayi” ketika saya meninggalkan Indonesia
bulan Maret tahun 1922. Untunglah beberapa pemimpin muda bisa saya jumpai di
Surabaya dan lain-lain tempat dan dengan mudah saya buktikan kesilapan mereka.
Alangkah kalutnya pergerakan Indonesia seandainya saya tak menyaksikan
peristiwa ini. Sudahlah tentu susah akan menyaring sejarah saya yang
sebenarnya, apalagi kalau lebih mendalam.
Sebetulnya sudah amat
dalam. Sudah lebih dari cukup buat melemparkan saya ke neraka para pengkhianat.
Pembaca tentu tak heran kalau saya terkejut mendengarkan banyak orang bercerita
pada saya bahwa Pemimpin Besar ini atau itu ketika Jepang masuk menerima
“perintah” dari saya buat “bekerja bersama dengan Jepang”. Siapa yang sangsi
akan adanya pemberi perintah itu, yakni saya Tan Malaka, dibawa ke Sukabumi,
atau Madiun atau Cirebon atau ke lain tempat buat dijumpakan dengan Tan Malaka
Palsu.
Jepang piawai dalam
politik “double crossing” (menipu kedua pihak) sebagai warisan dari Belanda.
Tan Malaka Palsu dipakai oleh Belanda buat memikat dan melenyapkan Tan Malaka
tulen. Jepang menjalankan politik semacam itu pula. Dengan lenyapnya pemerintah
serdadu Jepang, rupanya pekerjaan pemalsuan politik itu diteruskan pula oleh
para murid Jepang, ialah buat mencari pengaruh dan pangkat.
Siapakah yang rugi,
siapakah yang beruntung sampai sekarang, Tan Malaka atau musuhnya?
Siapakah yang akan rugi
dan akan beruntung di hari depan?
Kenapakah Tan Malaka yang
dipakai buat merusak partainya Tan Malaka?
Tetapi tuan-tuan yang
arifin tentu juga bisa menjawabnya.
Saudara yang masih memihak
kepada kebenaran saya persilahkan membaca brosur saya Naar de Republik
Indonesia tahun 1924 dan Semangat Muda serta Massa Aksi in Indonesia. Semangat
Muda ditulis di Manila dan dicetak di Manila, sebelum keributan permulaan tahun
1926. Massa Aksi ditulis dan dicetak di Singapura sebelum keributan tahun 1926
pula. Maksud buku itu ialah buat menjelaskan cara partai komunis mengadakan
organisasi, menyaring pengikutnya, dan menjalankan aksi yang cocok dengan paham
massa-aksi, yang bertentangan dengan cara aksi militer sematamata. Saya yang
bertanggung jawab atas pergerakan komunis di Indonesia dan bagian lain di Asia
di masa itu merasa wajib menjaga supaya Partai Komunis jangan tergelincir
disebabkan provokasi, supaya Partai Komunis Indonesia khususnya terus berjalan
di atas rel massa-aksi.
Tulen palsunya seorang
pemimpin tiadalah bisa diukur dengan tuduhan orang lain terhadap dirinya
semata-mata. Palsu tulennya itu bisa juga diukur dengan perkataan dirinya itu
sendiri dahulu dan sekarang. Palsu tulennya itu juga bisa diukur dengan
seberapa cocoknya perkataan si Pemimpin dengan perbuatannya sendiri. Kalau di
sini didapat perbedaan atau pertentangan, maka barulah tuduhan itu mendapatkan
bukti yang sah.
Saya tak akan naik perahu
bermingu-minggu lamanya diombang- ambingkan gelombang menuju ke Sumatera dan
Jawa, satu dua bulan sesudah Jepang masuk, kalau saya takut memimpin pergerakan
revolusioner yang sebenarnya. Tak perlu saya sembunyi bekerja sebagai buruh di
Bayah Kozan sampai Jepang lenyap, kalau saya percaya pada lain kemungkinan
selain “Massa Aksi” di Indonesia. Saya percaya bahwa saya sekurangnya mesti
dapat memasuki Gedung seperti Chuo Sangi In dan mendapat gedung besar di bawah
perlindungan Hinomaru, kalau saya mau “sehidup semati” dengan serdadu kempetai
Jepang, yakni tak percaya akan timbulnya "Aksi Rakyat" yang
sebenarnya. Aksi Murba yang meluap mendidih inilah yang saya tunggu-tunggu.
Massa-Aksilah yang saya
kehendaki lebih kurang 18 tahun yang lalu. Massa-Aksi pulalah yang saya
kehendaki sekarang! Ujian buat perkataan saya itu kalau mau diuji dengan paham,
bolehlah dibandingkan dengan isi lima atau enam buku yang terpaksa saya
keluarkan di masa ini. Terpaksa, karena Massa-Aksi itu saya rasa belum cukup
juga dimengerti, pun sekarang! Memang sekarang sudah ada Aksi Massa, ialah
aksinya massa (murba), tetapi belum lagi Massa-Aksi. Kalau perbuatanlah yang
mesti dijadikan batu ujian itu pula, maka saya harap sejarah akan memberi
penerangan cukup, kalau kelak sejarah itu sudah sampai waktunya bersuara!
Tegasnya, bandingkanlah
dasar, suara, dan semangat tulisan saya kini dengan dasar, suara, dan semangat
tulisan saya 24 tahun yang lalu.
Sedikit panjang saya
menulis buat membatalkan bermacammacam sangkaan yang berhubung dengan haluan
dan aksi saya di luar negeri, sebenarnya terpencil dari teman dan jauh dari
negeri bertahun-tahun. Keadaan sekarang membutuhkan kejelasan, seberapa bisa
sudah saya berikan. Kalau ada lagi di antara teman seperjuangan yang ingin
tahu, kenapa belum juga saya memajukan diri, maka sekali lagi saya ulang apa
yang saya sebut dalam brosur Politik: Cukup sebab maka Tan Malaka memilih
tempat, tempat, dan teman buat menyaksikan dirinya sendiri ke depan mata rakyat
Indonesia.
Puluhan tahun lebih dahulu
saya majukan “garis” yang saya anggap harus ditempuh oleh Rakyat Indonesia
dalam perjuangan sekarang dengan semua brosur ini. Apabila “garis” ini
disetujui dan yang menyetujui ikhlas takluk kepada susunan dan disiplin
organisasi itu, maka kalau masih “diperlukan” pimpinan dari saya sendiri,
tentulah saya akan tampil ke muka dengan tiada menghitung-hitung korban yang
perlu diberikan. Tetapi tiada akan kekurangan kepuasan hati saya kalau seandainya
“garis” itu disetujui oleh mereka yang lebih muda dan sendiri mau melaksanakan
“garis” itu dengan jujur, ikhlas, dan tetap tabah.
Tiga paham yang sekarang
berjuang bahu-membahu: paham keislaman, kebangsaan, dan sosialistis. Semuanya
pada tingkat merebut KEMERDEKAAN NASIONAL ini berhak buat diakui. Marilah kita
berharap supaya ketiga paham itu bisa mengadakan persatuan yang teguh-tetap.
Tetapi tak bisa
disingkirkan kemungkinan bahwa kelak sesudah Kemerdekaan Nasional tercapai,
boleh jadi ketiga paham itu, yang dalam garis besarnya mewakili kelas tani,
borjuis-tangan, dan proletar, bercekcokan satu sama lainnya. Berhubung dengan
itu maka perlulah dicari “persamaan” sebagai semen yang mempersatukan batu
tembok. Persamaan itu didapat pada persamaan keperluan. Persamaan keperluan itu
saya kira didapat dalam satu Rencana Ekonomi yang Sosialistis.
Inilah maksud brosur ini,
yakni membentangkan paham saya tentang Rencana Ekonomi yang sekarang bisa dan
perlu dijalankan oleh semua golongan yang ada di Indonesia. Juga dibentangkan
rencana ekonomi yang bisa dan perlu dijalankan sesudah kemerdekaan 100%
tercapai. Tiadalah perlu dilupakan kritik atas Kapitalisme, atas Rencana
Ekonomi Fasis dan Demokratis.
Mudah-mudahan brosur ini
bisa menambah pengetahuan warga negara Republik Indonesia tentang ekonomi.
Surabaya, 28 November 1945
Pendakwa modern kita,
DENMAS, MR. APAL, TOKE, PACUL, dan GODAM sekarang duduk di beranda sebuah
rumah, sedang besarnya, dilindungi oleh pohon jeruk yang rindang. Suasana
tenang meliputi lima-seperjuangan ini.
Pabrik raksasa yang
berdiri di seberang jalan yang tadi siang menderu-deru sekarang berhenti diam,
sepert seekor gajah beristirahat sesudah melakukan pekerjaannya. Tak ada
pekerja yang lalu lintas, menarik dan mengangkat barang di sekitar pabrik itu.
Di keliling pabrik
terbentang sawah luas ditabur warna hijau dan kuning oleh pokok padi yang muda
dan sudah masak. Di sana-sini tampak kampung yang diselimuti pohon buahbuahan.
Terbelintang sepanjang cakrawala barisan gunung kehijau- hijauan, di antaranya
ada yang diselimuti oleh awan putih seolah-olah kemalu-maluan. Sang bulan
mengintip dari celah daun kelapa yang berdiri tegak di suatu desa.
Suasana yang aman tenang
ini terganggu oleh suara salah seorang di antara lima-seperjuangan tadi.
I. Kritik atas Kritik
A. KAPITALISME MERAMPOK
SI PACUL : Kapan juga,
Dam, kau mau membentangkan Rencana Ekonomi yang sudah kau janjikan itu?
SI TOKE : Politik
perjuangan, seperti kita perundingkan tempo hari, rasanya sudah meresap betul
dalam pikiranku. Tetapi rasanya belum cukup kalau kita belum mempunyai RENCANA
EKONOMI. Karena tindakan ekonomilah kelak yang akan menentukan kemakmuran
rakyat dan keamanan republik kita.
SI GODAM : Dari penjuru
manapun juga kupandang, uraianku akan terlampau panjang. Jadi akan melewati
maksudnya satu brosur. Menggampangkan mempopulerkan satu ilmu seperti Ekonomi
rasanya di luar kesanggupanku. Kalau terlampau pendek tak akan cukup dimengerti
atau salah dimengerti. Kalau terlampau panjang akan membosankan dan susah
membulatkannya. Bukankah kita mau memberi sekadar pada Murba yang ingin tahu?
MR. APAL : Tak perlu
engkau membentangkan menurut sejarah Ilmu Ekonomi. Bentangkan sajalah perkara
yang terpenting dalam ilmu ekonomi dan garis besar dalam Rencana Ekonomi buat
Indonesia.
DENMAS : Rencana Ekonomi
yang sempurna saya pikir cuma bisa dijalankan dalam suasana aman-sentosa bagi
Rakyat Indonesia. Seperti sudah pernah kau bilang, dalam suasana Merdeka 100%.
Cukuplah sudah kalau kau bentangkan Rencana dalam keadaan sekarang dan
bayangkan saja Rencana yang sempurna tadi.
SI PACUL : Pendeknya
bentangkan saja RENCANA EKONOMI BERJUANG.
SI GODAM : Walaupun
Rencana Ekonomi Berjuang yang terutama akan kubentangkan, tetapi tak boleh lupa
memberi contoh tentang kapitalisme dan sedikit kritik tentang kapitalisme itu.
Bukankah sistem kapitalisme yang menindas kita selama ini dan yang mendorong
kita berjuang?
SI TOKE : Memang contoh
yang tepat itu lekas dimengerti dan dipahamkan. Betul pula keburukan
kapitalisme itu mesti dikupas habis-habis.
SI GODAM : Kuambil contoh
tambang arang di Bayah Banten Selatan, di masa Jepang dan Kemakmuran Bersama
Asia Timur Raya. Di sini kita berjumpa kapitalisme yang benarbenar berdasarkan
perampokan telanjang bulat. Marilah kita sebutkan lebih dahulu semua syarat
produksi. Terutama ialah:
l. bumi dan iklimnya; ada
atau tidaknya sungai danau atau laut buat lalu lintas,
2. pabrik, bengkel,
kereta, kapal, gedung dll,
3. tenaga yang tukang atau
tidak, kuat dan lemah, lakilaki dan perempuan.
SI TOKE : Jadi dalam garis
besarnya: l) alam, 2) tenaga, 3) perkakas atau mesin.
SI GODAM : Benar, marilah
kita periksa bagaimana berjalannya produksi itu sesudah tiga syarat itu ada. Si
penghasil sesudah mengadakan hasil pertama menghitung harga hasil yang
didapatnya, yakni hasil bulat. Kemudian dia hitung ongkos yang keluar. Harga
hasil bulat dikurangi ongkos itulah untungnya. Seperti seorang berdagang, dia
juga hitung kelebihan jualan dari pokok.
SI TOKE : Cobalah kita
hitung dahulu harga hasil sehari.
SI GODAM : Sehari bisa
dihasilkan pukul rata sedikitnya (menurut taksiran kasar) 100 ton arang.
Harganya ditaksir murah sekali, ialah f 100,- satu ton (Nilai rupiah di masa
itu lebih kurang cuma 1/10 harga rupiah sebelum Jepang). Jadi harga 100 ton
arang itu ialah 100 x f 100,- = f 10.000,-
SI TOKE : Ongkos keluar
berapa?
Sewa tanah = f 0.00,-
(Tanah-logam di Bayah umumnya tanah gedoran).
Kelunturan mesin = f
0.00,- (Semua mesin ialah mesin gedoran).
Bahan dipakai = f 0.00,-
(Bahan di Bayah sebenamya tak ada. Kain mempunyai bahan berupa benang. Tetapi
arang tak ada bahannya).
Gaji = f 0.000,-
Romusha 10.000 x f 0,40 =
f 4.000,-
JUMLAH ONGKOS = f 4.000,-
Jadi untung bersih saban
hari f 10.000 - f 4.000 = f 6.000,- Dipandang begitu untung Jepang satu hari
adalah 1,5x dari pokok. Kalau dihitung menurut aturan biasa, yaitu untung satu
tahun, maka untung kongsi Jepang di Bayah itu 365 x 150% = 54.750%. Ini bukan
lagi untung, melainkan curian! Kongsi Jepang, BAJAH KOZAN SUMITOMO KABUSHIKI
KAISHA itu bukan perusahaan lagi, melainkan perampokan.
SI GODAM : Tunggu dulu,
Kek! Aku cuma memberi gambaran saja. Perhitunganmu masih belum beres. Gaji yang
f 4.000,- sehari tadi ialah kertas koran yang digedor oleh Tentara Tenno Heika
di KOLF, Jakarta. Jadi harganya uang Jepang itu ialah harga kertas itu saja.
Belum f 40,- lagi kalau diukur dengan mas umpamanya. Cuma harga mencapkan saja
yang mesti dihitung. Yang dinamai dekking (penutup kertas) itu, seperti bank
biasa memang tak ada. Tetapi ongkos pencapnya pun dibayar dengan kertas pula.
Beras yang dijualkan kepada romusha itupun beras gedoran.
SI TOKE : Kalau semuanya
itu digedor, bagaimana menghitungnya? Tenaga sendiripun tenaga gedoran.
SI GODAM : Ringkasnya yang
100 ton arang itu diperoleh dengan makian “bagero” saja. Tanah digedor, mesin
digedor, dan tenaga romusha pun digedor.
SI PACUL : Benar katamu,
kapitalisme yang dijalankan oleh Tentara Jepang dalam 3 tahun di Indonesia
ialah Kapitalisme MERAMPOK melulu! Perhitungan untung 54.750% itu masih rendah
sekali! Tak ada ukuran yang sebenarnya boleh dipakai, kalau semua syarat
menghasilkan itu barang rampasan. Kalau pokok f 0.00 dan jumlahnya sehari f
10.000,-, dalam ilmu hitung persenannya boleh dikatakan tak berhingga. Boleh
1.000.000% atau lebih karena jualan mesti dibandingkan dengan pokok Jepang yang
f 0.00 dan tenaganya si kapitalis Jepang yang keluar cuma tenaga menyemburkan
"bagero" saja.
SI TOKE : Sering juga dia
bertenaga banyak!
SI PACUL : Kapan
umpamanya?
SI TOKE : Umpamanya kalau
dia sudah main tampar, atau asyik menyiksa seperti kucing menyiksa tikus. Si
Kempetai sibuk mencari api pembakar mangsanya atau membanting dan menendang
mangsanya sepuas-puasnya .
MR. APAL : Betul sekali
anak Dewa Turunan Ameterasu Omikami itu di sini merusak dan memusnahkan tenaga
Indonesia. Jepang itu mau lekas kaya dengan tiada mempedulikan sumber kekayaan
di Indonesia. Kita ingat pada cerita di sekolah rendah, cerita ayam bertelur
emas. Si empunya ayam yang tak mempunyai kesabaran dan bodoh itu potong ayamnya
supaya sekali lalu dia dapat semua emasnya. Tentulah akhirnya dia tak
mendapatkan apa-apa.
DENMAS : Dalam ekonomi
yang betul-betul dijalankan buat kemakmuran Rakyat Murba, sudahlah tentu
“tenaga” itu mesti dipelihara baik-baik. Sebisa mungkin ditambah nilainya dengan
menambah kodrat dan sifat-baiknya. Dipelihara makan minumnya si pekerja,
dipelihara rumah dan kesehatannya serta digembleng otak dan tenaganya. Dengan
begitu tenaga itu naik banyak (quantiteit) dan sifatnya. Inilah yang
memakmurkan Negara.
SI TOKE : Tentulah sumber
hasil yang lain-lain mestinya dipelihara pula. Bagaimana si Jepang membikin
kurus sawah dan merusak mesin kereta dan auto tak perlu pula kita bicarakan di
sini. Umur mesin yang sepatutnya sisa 10 tahun di tangan si Jepang tak sampai 5
tahun.
SI PACUL : Semua mesin
“bagus” yang bisa berumur panjang habis diangkut Jepang ke negerinya. Benarlah,
dia menjalankan EKONOMI MERAMPOK.
B. KRITIK MARX
1. Timbulnya "Nilai-Lebih"
SI TOKE : Saya juga sudah
pernah baca, bahwa “untung” itu ialah “pencurian”.
MR. APAL : Kalau saya tak
salah lebih cari satu abad lampau Weitling, pujangga Jerman sudah menyatakan
bahwa “untung” itu ialah bagian hasil yang dicuri si kapitalis dari buruhnya.
DENMAS : Saya pun punya
teman seorang jurnalis Tionghoa yang bilang bahwa pujangga Tionghoa Guru Kung,
muridnya Guru Ming, katakan bahwa “untung” itu memang “pencurian”.
MR. APAL : Yang mengupas
kapitalisme dan “untung” itu sebagai pencurian ialah seorang pujangga, ahli
filsafat Jerman bernama Karl Marx. Orang bilang Marx mempelajari Ekonomi itu
dalam tempo lebih kurang 20 tahun, di negara yang semasa hidupnya paling
terkemuka dalam perindustrian, yakni Inggris. Marxlah yang mengupas kapitalisme
itu secara ilmu selama ia hidup sebagai pelarian politik di Inggris itu.
SI TOKE : Kami persilahkan
Mr. Apal memberi penerangan tentang kupasan Karl Marx itu secara populer.
MR. APAL : Secara populer,
terus terang kubilang aku kurang sanggup. Biarlah Godam saja menerangkan.
SI PACUL : Memang Godamlah
yang sehari-harinya bergaul dengan Pekerja Murba dan guru kursus buat mereka.
Lebih pada tempatnyalah kalau Godam yang memberikan kupasan itu.
SI GODAM : Tetapi saudara
sekalian di sini bukan pekerja murba!
SI TOKE : Benar, tetapi
kami juga sanggup, dan di masa pekerja murba masih serba kekurangan tenaga
seperti sekarang, kami wajib memberi penerangan pula pada pekerja murba. Isi
yang patut diterangkan dan caranya menerangkan, tentulah kau lebih paham, Dam!
SI GODAM : Karl Marx ialah
bapak dari satu teori, satu paham yang masyhur di dunia ekonomi dengan nama
“Nilai-Lebih”. Dalam bahasa Jermannya ialah Mehrwert; Inggrisnya Surplus-Value.
Maafkan saja kalau saya terjemahkan dengan “Nilai-Lebih”, Marx mengupas timbul,
ada, dan tumbangnya “Nilai-Lebih” tadi dalam tiga buku tebal yang masyhur di
dunia bernama Das Kapital. Benar tidak semuanya Marx yang menulisnya, karena
dia meninggal dunia sebelum Das Kapital itu rampung. Teman sepembangunnyalah,
bernama Frederich Engels yang meneruskan pekerjaan raksasa itu. Tentulah Engels
meneruskannya dalam semangat teman sepembangunnya itu pula.
SI PACUL : Jadi kepada dua
Bapak Proletar inilah sebenarnya dunia-proletar seharusnya berterima kasih.
Marilah kita mengheningkan cipta buat arwah dua Maha Guru itu!
SI TOKE : Engkau masih
ketinggalan semangatnya Pemuda Tenno pemuja arwah di Cureido Jakarta dan Kuil
Ise di Tok dan Kuil Yasukuni Jinja tempat arwah serdadu Tenno Heika bersemayam,
bersuka-ria!
SI GODAM : Memang Marx
Engels tak meminta, malah tak mengizinkan kita sesama manusia memuja mereka. Mereka
lebih berbesar hati kalau teori mereka diterjemahkan dengan sebaiknya, ialah
menurut tempat dan menurut tempo. Mereka menghendaki supaya teori mereka
menjadi pahamnya Pekerja Murba di seluruh dunia !
SI PACUL : Sesungguhnyalah
rasa menghormati dan cinta itu ada pada saya. Saya pikir juga ada pada
kebanyakan orang. Tetapi kalau tak baik caranya menghormat seperti yang saya
majukan di atas bagaimana; kita menunjukkan rasa hormat, penghargaan dan cinta
kita kepada pemimpin proletar yang mempergunakan semua tempo, tenaga, dan
jiwanya buat kelas proletar itu, puluhan tahun lamanya?
SI GODAM : Ada jalan, Cul!
Pertama sesudah kelak teori Marx diuji dan dipahamkan, laksanakanlah paham itu
serajin-rajinnya dan sejujur-jujurnya terutama di antara kelasmu sendiri, kelas
proletar tanah. Kedua, buat menerangkan “Nilai- Lebih” tadi akan kuambil contoh
yang diberikan oleh Marx sendiri dalam bukunya Das Kapital tadi. Contoh itu
masih bisa dimengerti dan dipakai. Dengan begitu kita panggil kembali Karl Marx
di depan pikiran kita!
SI PACUL : Ya, benar,
itulah cara yang sebaik-baiknya buat menghormati guru itu. Mulailah, Dam!
Terangkan dari mana asalnya “Nilai-Lebih” yang oleh Weitling dan Guru Kung tadi
dinamai pencurian.
MR. APAL : Sekarang juga
sering dinamai “tenaga yang tidak dibayar”. Inggrisnya, unpaid labour.
SI GODAM : Sekarang
marilah kita masuki satu pabrik pemintal benang. Di depan si pemintal ada
mesin. Di kanannya ada kapas sebagai bahan. Di kirinya ada benang sebagai hasil
tenaganya dan kekuatan mesin. Kita timbang benang hasilnya tadi, adalah 10 kg,
ialah hasil sehari bekerja umpamanya 6 jam.
SI TOKE : Berapakah harga
10 kg benang itu?
SI GODAM : Marilah kita
hitung dengan harga yang diberikan oleh Marx. Sekarang, karena harga uang
Indonesia tak keruan turun naiknya ini, harga di masa Marx baik terus kita
pakai saja. Tetapi uang Inggris kita tukar dengan uang yang kita kenal saja,
dengan tak begitu mempedulikan harga tukarannya itu. Maksud kita cuma buat
memberi contoh supaya paham, “bagaimana timbulnya Nilai-Lebih” tadi bisa kita
mengerti.
SI TOKE : Silahkan!
SI GODAM :
Harga 10 kg kapas sebagai bahan benang 10 x
25 sen
|
2 50 sen
|
Harga kelunturan mesin dalam 6 jam kerjanya
|
50
sen
|
Harga tenaga kerja dalam 6 jam kerja itu (sehari)
|
75 sen
|
JUMLAH
|
375 sen
|
Jadi pokok 1 kg benang =
|
37½ sen
|
SI TOKE : Kalau dia jual
umpamanya 75 sen 1 kg benang, jadi untungnya 100%.
SI GODAM : Tunggu dulu,
Kek! Jangan terlalu cepat. Kita mesti anggap kaum kapitalis seluruhnya. Bukan
kapitalis benang ini saja. Kita mesti menganggap kapitalis kain yang membeli
benang umpamanya, seperti kaumnya kapitalis benang tadi juga, bahkan seperti
dirinya sendiri. Dia sendiri biasa jadi kapitalis kain yang memakai benang
sebagai bahan. Kalau dia ambil untung lebih dari dirinya sendiri itu, pada satu
pihak, maka ini berarti ia merugikan dirinya sendiri pada lain pihak. Ini mesti
dimengerti, Kek!
SI TOKE : Aku belum
mengerti, Dam!
SI GODAM : Umpamanya si
Kapitalis Benang kita tadi mempunyai dua kas. Kas yang kesatu berisi 37½ sen
saja. Kas kedua 75 sen. Jumlah uangnya 112½ sen. Sekarang kas kesatu bukan
berisi uang 37½ sen lagi, melainkan diisi dengan benang senilai 37½ sen. Yang
37½ sen tadi menjelma menjadi benang 1 kg. Jumlah nilainya kedua kas tadi
bukanlah tetap 112½ sen? Seandainya benang 1 kg dari kas kesatu tadi dia
tukarkan dengan kas kedua ialah 75 sen tadi. Jadi sekarang benang senilai 37½
sen bertukar tempat. Benang itu sekarang berada di kas kedua yang dahulu berisi
uang 75 sen. Dan uang 75 sen sekarang pindah ke kas kesatu. Jumlah nilainya
benang dan uang bukanlah tetap 112½ sen?
SI TOKE : Memang jumlah
nilainya tetap 112 sen. Cuma tempatnya benang 1 kg dan uang 75 sen yang
bertukar.
SI GODAM : Andaikan
sekarang kas kedua berisi 75 sen bukan kepunyaan satu orang. Dia kepunyaan
kapitalis lain, tetapi kapitalis juga. Jadi jumlah nilai pada dua orang
kapitalis itu bukanlah tetap 112½ sen juga? Jadi kalau nilai 37½ sen itu
dilipat dua bukankah ini berarti dia merugikan diri sendiri atau kelasnya
sendiri? Di sinilah terselipnya peraturan (kesolideran) para kapitalis sebagai
kelas. Merugikan seorang kapitalis lain berarti merugikan dirinya sendiri
sebagai seseorang dari kelas kapitalis pula.
SI TOKE : Terlampau
panjang aku mengambil tempo. Tetapi hal ini mesti terang betul buat kami.
Sekarang barulah terang betul buat saya, bahwa dengan jalan menukar kapas
memakai tenaga dan mesin begitu saja tak menimbulkan “untung”. Jadi dari mana
mestinya timbul untung itu?
SI GODAM : Sekarang begini
Kek! Si Buruh yang karena tak berpabrik, bermesin, atau berpacul itu, pendeknya
Si Proletar, Si Tak Berpunya itu bukankah terpaksa menyerahkan, mempersekotkan,
tenaganya kepada si kapitalis yang punya mesin?
SI TOKE : Benar, karena
dia tak punya perkakas lagi seperti di zaman lampau. Dia sudah di-“merdeka”-kan
oleh Pemberontakan Borjuis dari perkakasnya. Yang ada padanya sekarang hanyalah
“tenaganya” saja yang dia peroleh dari Alam dari ibu-bapaknya.
SI GODAM : Benar, dengan
harga 75 sen inilah yang dinamai upah Kek! Sekarang dia akan dibeli buat kerja
sehari ialah 24 jam. Tadi kita andaikan dia bekerja cuma 6 jam saja sehari. 18
jam dia bebas! Sekarang si kapitalis merasa keberatan melihat dia bebas selama
itu. Si kapitalis kerjakan si buruh, yang sudah mempersekotkan tenaganya, mengkontrakkan
tenaganya itu, bukan 6 jam, melainkan umpamanya 12 jam! Apakah hasilnya?
SI TOKE : Ingin juga aku
mau tahu, hasil 12 jam kerja itu dengan bayaran 75 sen sehari, karena dia
dibayar buat satu hari.
SI GODAM : Perhatikan
sulapan kapitalis, Kek! Tenaga itu sekarang bukan seperti mesin lagi melainkan
menjelma menjadi barang yang bisa menyulapkan hasil yang dikehendaki si
kapitalis.
SI PACUL : Sekarang engkau
Dam, yang berlaku seperti tukang sulap yang membikin kami bingung! Cobalah beri
perhitungan bagaimana si kapitalis menimbulkan Nilai-Lebih tadi!
SI GODAM : Bukankah tadi
kita andaikan si pemintal benang bekerja 12 jam?
SI TOKE : Benar!
SI GODAM : Dalam 6 jam
tadi dia pintal 10 kg artinya itu kapas dia sulap menjadi benang! Inilah
keajaiban pertama dari tenaga manusia. Dia bisa tukar bentuknya barang. Bentuk
kapas bertukar menjadi benang. Dalam 12 jam berapa kilogramkah benang yang bisa
dipintal?
SI TOKE : Tentulah 2 x 10
kg = 20 kg.
SI GODAM : Berapakah
harganya 20 kg benang, penjelmaan 20 kg kapas tadi?
SI TOKE : Sekarang aku
sendiri bisa hitung, 20 kg harganya 2 x 375 sen tadi, ialah 750 sen.
SI GODAM : Tetapi berapa
“pokok” si Kapitalis?
SI PACUL : Aku saja, Dam!
Aku sudah mengerti.
Harga 20 kg kapas 20 x 25
sen
|
500 sen
|
Harga kelunturan mesin 2 x
50 sen
|
100 sen
|
Harga tenaga tetap
|
15 sen
|
JUMLAH
|
675 sen
|
Jadi “untung” 750 sen -
675 sen = 75 sen. Dan “untung” ini terang didapatnya dari tenaga. Inilah yang
tiada dibayar, inilah yang secara ilmu oleh Marx dinamai “Nilai-Lebih”.
SI GODAM : Inilah sulapan
kedua yakni sulapan yang menimbulkan Nilai-Lebih dengan jalan memakai tenaga
buruh, lebih dari harga tenaga yang dipersekotkannya oleh Buruh. Dari
“tenaga”-lah timbulnya Nilai-Lebih itu. Hitung sajalah persen untungnya, kalau
12 jam kerja itu diperpanjang sampai 15 jam, sampai 16 jam, seperti sungguh
terjadi di Inggris semasa Marx!
SI TOKE : Bagaimana mesin?
Bukankah mesin mengambil bagian pula dalam Nilai-Lebih tadi. Apakah artinya
kelunturan mesin yang masuk perhitungan di atas?
SI GODAM : Mesin itu
asalnya bermula dari “tenaga” juga bukan? Tenaga yang menukar besi jadi baja
dan baja menjadi mesin. pikiran cerdas, pikiran si penemu (inventor), yang
mesti dianggap sebagai tenaga istimewa, seperti kata Marx tenaga berlipat,
sudah masuk pula ke dalam mesin tadi. Bagaimana juga mesin itu bukannya barang
gaib.
SI TOKE : Kelunturan mesin
itu apa pula?
SI GODAM : Seandainya
mesin itu bisa dipakai 10 tahun. Pokoknya mesin itu umpamanya f 1.000,00. Jadi
umurnya sang mesin itu ialah 10 tahun. Jadi tiap-tiap tahun dipakai umurnya
berkurang satu tahun, dan harganya berkurang f 1000,00 : 10 = f 100,00. Yang f
100,00 itulah yang saya namakan kelunturan. Yang f 100,00 itulah yang dihitung
oleh kapitalis sebagai ongkos. Di sini hal itu kupopulerkan saja. Biarpun mesin
itu bisa hidup terus 10 tahun, tetapi kalau sesudah 5 tahun umpamanya didapati
mesin yang lebih kuat, maka mesin yang tadi biasanya dilemparkan saja. Tak
dipakai 5 tahun lagi! Tetapi hal ini di sini agak sedikit menyimpang. Yang
penting buat diketahui ialah: si kapitalis yang mempunyai mesin dan uang pergi
ke pasar tenaga. Di sini dia berjumpakan tenaga yang tak bisa dipakai oleh si
empunya, karena tak ada kapital. Tenaga itu amat murah, karena persaingan satu
penjual dengan yang lain. Karena yang empunya tenaga mesti makan, membayar sewa
rumah buat diri dan keluarganya, tenaga murah itu dibeli murah. Ajaibnya tenaga
itu bisa menukar bentuk barang dari kapas ke benang dan dari benang ke kain.
Tenaga itu boleh dipakai lebih lama dari nilai upahnya, seandainya upahnya bisa
dibayar dengan 6 jam pekerjaannya. Tetapi karena dia berkontrak buat sehari,
maka dia bisa dipekerjakan lebih dari 6 jam itu. KERJA LEBIH itulah yang
menimbulkan Nilai-Lebih, ialah tenaga yang tak dibayar.
SI PACUL : Kalau begitu
masyarakat kita ini berdasarkan kedustaan belaka. Kata si kapitalis, dialah
yang memberi kehidupan pada si buruh. Sebenarnya bukankah si buruh yang
senantiasa menambah kekayaan si kapitalis? Bukankah pula si buruh yang
mempersekoti si kapitalis? Bukan sebaliknya si kapitalis yang mempersekoti si
buruh!!
SI GODAM : Memang begitu
Cul! Si buruh baru menerima upahnya sesudah membanting tulang dan mengeluarkan
peluh keringat sekurangnya seminggu. Baru biasanya dia menerima upah. Jadi
tenaganyalah yang keluar dahulu. Di belakang baru mendapat upahnya.
SI TOKE : Kalau begitu
makin lama si buruh dipekerjakan makin besar pula “Nilai-Lebih” si kapitalis.
Bukankah tak lebih untung buat si kapitalis, kalau dipekerjakan 24 jam sehari.
SI GODAM : Ada batasnya Kek!
Nantilah kuterangkan.
2. Mempertinggi “Nilai-Lebih”
SI GODAM : Engkau Kek,
tadi sudah bilang, bahwa makin lama si buruh bekerja makin besar untung si
kapitalis. Umpamanya upahnya sehari bisa ditebusnya dengan kerja 6 jam hari
itu, maka seandainya ia kerja terus sampai 10 jam, maka 4 jam tempo lebih itu
ialah buat si kapitalis. Empat jam tempo lebih itu menimbulkan 4 jam
“Nilai-Lebih” pula. Kau sangka bahwa si kapitalis akan lebih beruntung kalau
buruhnya bisa dipekerjakan 24 jam sehari.
SI TOKE : Logisnya memang
begitu, bukan?
SI GODAM : Si Jepang juga
pernah menjalankan begitu, atau serupa itu. Dengan mataku sendiri kusaksikan
ribuan romusha dikerjakan di hujan dan panas berhari-hari buat membikin
lapangan kapal terbang. Di Inggris di abad yang lampau, di zaman Revolusi
Industri, hal itu memang hampir umum terjadi. Tetapi lambat- laun, karena
akibat kelamaan kerja itu amat menyedihkan dan terutama disebabkan perlawanan
kaum buruh sendiri, maka cara mempertinggi “Nilai-Lebih” dengan jalan
memperpanjang lamanya kerja semau-maunya kapitalis itu tiada bisa dilakukan.
Bukankah manusia perlu tidur selama 7 atau 8 jam sehari? Bukankah si buruh
perlu mengaso, makan, membersihkan diri dan melayani anak istri, walaupun dalam
sedikit tempo saja? Bukankah si buruh perlu menambah kebudayaannya buat
menambah hasil pekerjaannya pula?
SI PACUL : Lagipula hasil
kerja 8 jam sehari belum tentu kurang dari hasil 12 jam sehari. Boleh jadi pada
permulaan satu atau dua hari bekerja, hasil 8 jam bekerja kurang dari bekerja
12 jam sehari. Tetapi kalau sudah berhari-hari dilakukan, maka semangat bekerja
dan tenaganya sendiri pasti akan berkurang. Jadi akhirnya hasil pekerjaannya
kurang dari si pekerja 8 jam sehari. Si pekerja 8 jam, kesehatannya, kalau
terjaga, tentu lebih kuat dan lebih bersemangat.
SI GODAM : Tuntutan kaum
buruh dunia yang sudah diorganisir, tuntutan 8 jam kerja sehari, memang cocok
dengan ilmu dan kemanusiaan. Jadi lama kerja itu memang ada batasnya. Pertama
sebab tenaga manusia memang terbatas. Kedua sebab organisasi proletar di
mana-mana memaksa majikan mengurangi lama kerja.
SI PACUL : Si kapitalis
itu bukankah selalu mencari akal buat memperbesar untungnya?
SI GODAM : Memangnya
begitu, jalan yang lain buat si kapitalis ialah menambah kuatnya bekerja (lebih
intensif). Seandainya ia mesti memukul 100 x 1 jam, maka sekarang dia disuruh
memukul 200 x dalam 1 jam. Seandainya dia mesti berjalan 6 km satu jam,
sekarang dia disuruh berjalan 8 km dalam satu jam. Ada pula jalan lain!
SI PACUL : Jalan apa pula,
Dam?
SI GODAM : Seandainya
ukuran hidupnya yang cocok dengan hidupnya dalam kesosialan adalah hasil pukul
rata 8 jam bekerja, maka dia sekarang diupah dengan 6 jam kerja saja, Tetapi
marilah kita andaikan muslihat ini tak dijalankan oleh si kapitalis. Ada lagi
muslihat lain yang tak begitu kentara di mata kaum buruh.
SI PACUL : Ada-ada saja
akal si kapitalis ini. Sungguh pintar ia memikirkan jalan yang menguntungkan
dirinya sendiri.
SI GODAM : Seandainya
seorang buruh kerja 10 jam sehari. Buat penebus upahnya umpamanya perlu ia
kerja di hari itu 6 jam lamanya. Sekarang ia dan ahli pembantunya si penemu
(inventor) memikirkan jalan menurunkan kerja 6 jam itu sampai 5 jam umpamanya.
Kalau bisa begitu maka kini buat menebus upahnya sendiri, dia perlu bekerja 5 jam
sehari. Sisanya yang 5 jam lagi dipakainya buat majikannya. Jadi dengan tetap
jumlah kerja 10 jam sehari si kapitalis sekarang bisa menaikkan “Nilai-Lebih”
sebanyak kerja satu jam sehari, jadi 25% tambahnya dari hasil 4 jam kerja lebih
dahulunya.
MR. APAL : Buat ini perlu
perubahan kemesinan dan sosial. Buat itulah seorang insinyur atau penemu selalu
ada di samping si kapitalis. Mereka ini selalu memutar otak buat mempertinggi
kekuatan “efisiensinya” mesin.
SI PACUL : Celaka 13 kalau
begitu mesin itu! Mesin yang bisa menguntungkan masyarakat seluruhnya sekarang
dipakai buat mempertinggi “Nilai-Lebih”-nya si kapitalis saja!
MR. APAL : Mesin itu
mencoba memurahkan harga kain, makanan dan keperluan sehari-harinya si Buruh.
Mesin tenun yang lebih kuat, cepat, banyak dan traktor yang lebih efisien bisa
melipatgandakan hasil seperti pakaian dan makanan. Hasil yang berlipat ganda
banyaknya itu tentulah turun pula harganya. Karena hasil yang turun harga itu
merendahkan takaran hidup (standar hidup) buruh. Maka dia sekarang bisa kurang
lama kerja menebus upahnya sehari-hari. Seandainya dulu perlu kerja 6 jam
sehari, sekarang dengan 5 jam sehari atau kurang, bisalah ditebus upahnya itu.
Sisanya yang 5 jam masuk ke kantong majikannya.
SI GODAM : Begitulah maka
si kapitalis berlomba-lomba mendapatkan mesin baru, setahun demi setahun modal
yang terkandung oleh mesin bertambah naik dan modal yang terkandung oleh upah
sehari demi sehari bertambah turun.
SI TOKE : Ada saja paham
yang berlainan dengan paham ahli ekonomi-borjuis, Dam! Jadi kalau begitu
menambah modal yang ditanam dalam mesin itu memang sudah terbawa oleh kemajuan
kapitalisme.
SI GODAM : Begitulah yang
sebenarnya. Selalu saja modal mesin naik!
SI PACUL : Coba kasih
contoh, Dam!
SI GODAM : Camkanlah contoh
dari Guru Marx juga, Cul! Tapi saya kutip dari ingatan saja. Maafkan kalau ada
berbeda angkanya! Andaikan 5 ModaL
tadi kepunyaan seorang
kapitalis. Yang ke 1 ialah modal kebun kapas. Yang ke 2 modal buat membersihkan
biji kapas. Yang ke 3 modal buat memintal benang. Yang ke 4 buat menenun kain.
Yang ke 5 buat mencat atau mencelup. Jumlah modal itu adalah f 500,00. Jumlah
untungnya f 63,00. Jadi untungnya dipukul rata adalah f 12,60. Kalau begitu,
maka ada modal yang untungnya mesti diturunkan ke untung pukul rata, yaitu untung
yang lebih tinggi dari untung pukul rata. Ada pula modal yang boleh dinaikkan
sampai setinggi untung pukul rata. Modal ke 1, yang mesinnya berharga f 50,00
kekurangan untung f 12, 40 (f 25,00 - f 12,60). Modal ke 2, yang mesinnya
berharga f 70,00 kekurangan untung f 2,40 (f 15,00 - f 12,60). Modal ke 3, yang
mesinnya berharga f 80,00 kelebihan untung f 2,60 (f 12,60 - f 10, 00). Modal
ke 4, yang mesinnya berharga f 84,00 kelebihan untung f 4,60 (f 12,60 - f
8,00). Modal ke 5, yang mesinnya berharga f 90,00 kelebihan untung f 7,60 (f
12,60 - f 5,00). Modal ke 1 dan ke 2 kekurangan sejumlah f 12,40 + f 2,40 = f
l4,80. Modal ke 3, ke 4, dan ke 5 kelebihan sejumlah f 2,60 + f 4,60 + f 7,60 =
f 14,80, dengan kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 dan ke 90, maka naik
pula kelebihan untung dari untung pukul rata f 2,60 ke f 4,60 dan ke f 7,60.
SI TOKE : Kalau begitu
akan terus menerus modal dipendamkan ke dalam mesin akhirnya tak ada lagi
kapitalis yang mau memendamkan modalnya ke gaji buruh, ke tenaga buruh.
Tegasnya penghasilan kelak akan ditimbulkan oleh mesin semata-mata. Tenaga
manusia tak akan berguna lagi.
SI GODAM : Jangan
terlampau cepat berlari, Kek. Dalam teorinya memang begitu. Tetapi pemakaian
mesin tentulah pula ada batasnya. Modal yang ditanam di mesin tak bisa sampai
ke f 100,-, ialah kesemuanya pokok f 100,-. Buruh akan tetap perlu buat
mengawasi mesin. Tak semua pekerjaan bisa dikuasai oleh mesin saja. Tetapi
dalam kenaikan terus menerus dalam lingkungan terbatas itu sebenarnyalah
kenaikan modal-mesin itu berarti kenaikan kelebihan untung dari “untung pukul
rata”.
SI PACUL : Herannya pula
“untung pukul rata” itulah yang penting buat masyarakat kapitalis. Bukan
keuntungan seorang kapitalis, tetapi untung pukul ratalah yang menjadi pedoman.
SI GODAM : Tepat, Cul!
Lihatlah saja modal ke 1, sebetulnya buat diri sendiri ialah buat kebun kapas
untung itu f 25,- Tetapi karena pukul ratanya cuma f 12,60, jadi kebun kapas
itu sebenarnya kehilangan f 12,40. Awas, Cul, Marx membedakan “Nilai-Lebih” dengan
“Untung” seorang kapitalis! Dan “untung pukul rata” kaum kapitalis seluruhnya!
Di atas tadi dimisalkan 5 modal itu kepunyaan seorang kapitalis saja. Akibatnya
sama juga kalau lima modal itu dipunyai oleh lima orang kapitalis. Yang lima
kapitalis ini pun kalau dipandang dari penjuru kepentingan kelas, adalah satu
kamus, satu kelas.
SI TOKE : Jadi rupanya
seorang kapitalis pada satu pihak bersatu kalau menghadapi buruh. Sama-sama
mereka itu menghisap buruh. Sama-sama pula mereka itu diukur oleh untung pukul
rata, ialah hasil persaingan satu sama lainnya kapitalis. Yang tinggi buat diri
sendiri turun kalau diukur dengan untung pukul rata dan yang rendah naik
menerima sisa sampai ke untung pukul rata. Inilah pula sebabnya tiaptiap
kapitalis berlomba-lomba menaikkan modal yang ditanam dalam mesin. Nah,
sekarang mesin memperbanyak hasil. Kalau hasil itu kebanyakan, maka harganya
turun sampai merosot sama sekali. Kalau sampai merosot begitu rendah, bukankah
kapitalis tak bisa dapat untung lagi? Akhirnya pabrik ditutup! Kaum pekerja
dilepas berduyun- duyun. Ini namanya krisis bukan?
SI GODAM : Baiklah kita
bicarakan pula perkara krisis itu di lain tempat!
II. Krisis
SI GODAM : Marx mempunyai
perhitungan yang pasti pula tentang krisis itu. Dia jalankan aliran KRISIS itu
dengan angka. Tetapi aku sangsi apakah perhitungan itu bisa diperlihatkan di
sini.
SI TOKE : Kenapa pula
tiada bisa, Dam?
SI GODAM : Sebelum Marx
mengeluarkan itu sudahlah tentu ia lebih dahulu memberikan bermacam-macam
penerangan. Lagipula mempunyai bahasa sendiri dan cara memeriksa sendiri. Kalau
kita belum memahami filsafatnya Hegel, ialah Gurunya Marx, susah kita mengikuti
uraian Marx. Akhirnya saya sangsi, apakah saya masih ingat seluruh perhitungan
Marx tadi, karena sudah lama betul saya pelajari hal itu. Celakanya lagi saya
tak mempunyai buku karangan Marx sudah bertahun-tahun.
SI PACUL : Asal aliran
pikirannya benar, Dam! Selama ini kami bisa mengikuti aliran pikiran Marx yang
kau bentangkan.
SI GODAM : Maaf kalau
salah! Sebenarnyalah, di tengah-tengah perjuangan Surabaya ini, di antara api,
terbakar di kampung ini dan kampung itu, di antara tembakan dari pihak musuh
dan pihak kita, manakah kita bisa mencari, apalagi mempelajari teori krisisnya
Karl Marx.
SI PACUL : Seadanya saja,
Dam!
SI GODAM : Marilah kita
mulai. Semua yang berhubungan dengan perkakas menghasilkan, ringkasnya mesin,
ditaruh oleh Marx pada garis atas. Semua yang berhubungan dengan pemakaian
(konsumsi) dibubuhnya di garis bawah.
Oleh Marx modal yang
ditanam dalam “mesin” itu, baik buat pembikin mesin ataupun pembikin barang
pakai, dinamainya “kapital tetap atau constant capital”. Karena mesin itu tak
berubah nilainya selama dipekerjakan, selama menghasilkan. Modal yang ditanam
dalam tenaga itu dinamainya “kapital-berubah” atau variable capital. Karena
seperti sudah diterangkan di atas memang nilainya berubah selama dipekerjakan.
Ingatlah kapas yang dilayani “tenaga” itu yang mulanya berharga f 675,- menjadi
benang yang berharga f 750,-.
SI TOKE : Tetapi sudah kau
bilang lebih dahulu, mesin itu luntur juga.
SI GODAM : Memang begitu,
tetapi kalau dibandingkan dengan tempo bertahun-tahun. Bukan kalau dibandingkan
dengan masanya mesin bekerja.
SI PACUL : Terangkanlah
perhitungan di atas!
SI GODAM : Lihatlah dahulu
angka di baris kedua! Yang f 500,- buat tenaga, atau gaji itu mesti seimbang
dengan “Nilai-Lebih” f 500,- yang berupa kain, dan lainlain barang yang
dipakai. Itulah pertukaran antara buruh dan kapitalis. Mulanya si kapitalis
memindahkan modalnya kepada buruh berupa gaji. Tenaga buruh menukar modal tadi
menjadi barang-pakai. Kemudian barang-pakai itu dibeli pula oleh buruh buat
dipakai.
SI TOKE : Pendeknya jumlah
gaji buruh mesti cocok dengan jumlah harga barang. Kalau barangnya berlebihan
menjadi tertumpuk tak bisa dijual. Kalau kekurangan, maka kaum buruh kekurangan
pula, tak ada barang buat dibeli.
SI GODAM : Begitulah dalam
garis besarnya. Diandaikan di sini dalam masyarakat itu cuma ada dua golongan
saja, ialah golongan buruh yang terbanyak dan golongan kapitalis yang sedikit
itu. Sekarang yang amat penting pula! Lihat f 2000,- di garis bawah f 2000,-
ini. Ialah modal yang ditanam pada mesin buat barang-pakai manusia (kain dan
lain-lain). Lihat pula di garis atas f 1000,- ialah modal buat gaji buruh mesin
yang akan bertukar rupa menjadi mesin dan “Nilai-Lebih” berupa mesin pula
seharga f 1000,- Jumlahnya f 2000,- Sekarang mesin seharga f 2000,- di garis
bawah mesti sama dengan jumlah gaji dan “Nilai-Lebih”, jadinya f 1000,- + f
1000,- = f 2000,- (Gaji f 1000,- dan “Nilai-Lebih” f 1000, itu keduanya menjadi
berupa mesin). Seperti sudah dibilangkan lebih dahulu, garis atas berhubungan
dengan pembikinan mesin. Garis bawah berhubungan dengan pembikinan
barang-pakai. Mesin yang dibikin di atas mesti cocok harganya dengan mesin yang
dipakai buat pemakaian. Jika mesin itu dibikin terlampau banyak, maka mesin itu
kelebihan, menjadi bertumpuk-tumpuk, tak bisa dijual lagi. Mesin tambahan itu
menambah pula banyaknya hasil buat dipakai, kain dan lain-lain. Tertumpuk
pulalah kain dan sebagainya itu.
SI PACUL : Inilah namanya
krisis. Si kapitalis terlampau banyak menanam modalnya di mesin yang membikin
mesin. Untung terlampau banyak mengalir ke kantong si kapitalis. Dan untung
yang berupa uang itu ditanam di pabrik ini dan pabrik itu, sampai hasil
melimpah. Timbullah krisis, banjirlah hasil.
SI GODAM : Tepat, Cul!
Tetapi sebaliknya kalau modal mesin buat pemakaian, jadi jumlah f 2000,- di
atas kurang dari f 2000,00 maka hasil kurang. Rakyat pembeli kehausan barang!
SI TOKE : Pendeknya harga
mesin yang dibikin oleh Kapitalis- Mesin mesti sama dengan banyaknya mesin yang
perlu dipakai oleh Kapitalis-Barang-Pakai. Karena barang-pakai ini terutama
dibeli oleh kaum buruh maka hasil barang-pakai mesti cocok dengan jumlah gaji,
yakni jumlah uang pembeli barang-pakai tadi.
SI GODAM : Begitulah
sebenarnya, Kek! Tetapi aku insyaf bahwa penerangan di atas belum cukup. Memang
seluk beluk uraian Marx tentang kapitalis itu tiadalah bisa dimengerti begitu
saja. Malah banyak orang terpelajar yang tak mengerti Das Kapital itu. Barangkali
penerangan yang lebih populer akan bisa menambah yang kurang. Janganlah putus
asa!
SI PACUL : Kasihlah juga
penerangan yang populer, kalau penerangan di atas amat susah dimengerti atau
belum cukup, maka pada sesuatu kursus kami bisa memakai penerangan yang populer
itu.
SI GODAM : Paul Memberts,
nama seorang ahli ekonomi, berkata: Hasil dan pemakaian atau produksi dan
konsumsi mesti seimbang. Memberts ini adalah seorang ahli ekonomi borjuis.
Tetapi dalam hakikatnya dia sama pahamnya dengan Marx, ahli ekonomi proletar,
yakni terhadap perkara krisis tadi.
SI TOKE : Cobalah beri
satu simpulan tentangan wataknya KRISIS, Dam! Si godam : Benar pula, Kek!
Selama ini kita belum sampai ke sana. Memang perlu satu simpulan yang pendek
dan jitu. Aku ingat akan simpulan yang pendek jitu itu.
SI TOKE : Keluarkan, Dam!
SI GODAM : Krisis ialah
keadaan yang merupakan serba kekurangan di satu kutub dan serta kelebihan di
kutub yang lain.
SI TOKE : Memang di pihak
yang banyak orangnya serba kekurangan. Sedangkan di pihak yang sedikit orangnya
serba kelebihan. Ialah kelebihan mesin, auto, pakaian, makanan dan lain-lain.
SI GODAM : Ada pula
beberapa simpulan dari pihak sosialis yang terkemuka di Jerman yakni
Hilferding. Sosialis ini menulis satu buku yang masyhur sekali di kalangan kaum
sosialis. Nama buku itu ialah Finanz Kapital. Hilferding pernah menjadi menteri
di Jerman.
SI PACUL : Manakah
simpulan Hilferding itu?
SI GODAM : Barangkali
Denmas atau Mr. Apal bisa memberikannya. Aku bisa mengaso sebentar.
MR. APAL : Kalau saya tak
salah Hilferding memberikan tiga simpulan penting berhubungan dengan krisis
tadi. Saya terpaksa mengutip di luar kepala. Maksudnya kira-kira begini :
l. Lebih besar dan lebih
cepat mesin itu dibutuhkan demi lebih besarnya permintaan (demand). Yang
bertambah besar buat baja umpamanya, membutuhkan mesin penimpa baja yang lebih
kuat dan lebih cepat. Tetapi mesin yang senantiasa bertambah besar itu lebih
susah mencocokkan dirinya dengan permintaan dari pabrik di zaman manufaktur,
pertukangan. Artinya itu hasil baja lebih besar daripada permintaan baja.
Demikianlah baja melimpah! Ingatlah apa yang diterangkan oleh Godam tadi
perkara harus seimbang jumlah harga f 2000,- di garis bawah.
2. Jurang di antara apa
yang seharusnya dipakai oleh kaum buruh dengan apa yang mereka bisa pakai,
semakin hari semakin bertambah besar. Karena jumlah gaji buruh yang sebenarnya
sehari demi sehari berkurang- kurang dan hasil barang sehari demi sehari
bertambah- tambah, maka kekuatan buruh itu membeli tiadalah seimbang dengan
naiknya banyak barang. Ingatlah apa yang diuraikan oleh Godam perkara usaha
kaum kapitalis mengurangkan jam kerja buat menebus upahnya! Dalam contoh yang
diberikan tadi ialah dari 6 jam ke 5 jam.
3. Produksi itu tidak saja
senantiasa bertambah maju kuatnya, efisiensinya, tetapi juga bertambah sulit.
Paman kita di Kalimantan umpamanya kalau perlu makanan, dia menengok saja ke
sana-sini. Kalau terlihat ular, dengan tangan saja dia tangkap ular itu masukan
ke mulut. Tetapi sebelumnya roti sampai ke mulut banyak tingkat yang mesti
dilalui. Supaya jangan ada krisis, tiap-tiap tingkat itu mesti memenuhi syarat.
Tidak saja si tukang roti mesti mengadakan roti tak kelebihan dan tak
kekurangan buat para pemakan. Tetapi juga pabrik batu tembok tak boleh mengurangi
atau melebihi batu temboknya buat pabrik roti. Tak pula boleh melebihi atau
mengurangi perkakas dan mesin buat pabrik roti tadi.
Jadinya hasil tambang
tanah liat dan tanah besi mesti tak lebih dan tak kurang dari yang dibutuhkan
oleh pabrik batu tembok dan pabrik besi atau baja. Hasil pabrik besibaja tak
pula boleh lebih atau kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik pembikin perkakas
memasak roti. Hasil pabrik batu tembok dan pabrik pembikin perkakas memasak
roti tak pula boleh lebih atau kurang dari kebutuhan pabrik roti sendiri.
Pabrik roti akhirnya mesti mencukupi tak boleh mengurangi atau melebihi
keperluan pemakan roti.
SI PACUL : Mana seimbangan
itu bisa diperoleh, kalau begitu banyak kapitalis tambang tanah liat dan tanah
besi. Begitu banyak pula majikan pabrik batu tembok dan pabrik besi dan baja.
1001 pula banyaknya dan perhitungannya kapitalis pabrik membikin perkakas
memasak roti. Akhirnya berapa pula persaingan, konkurensi di antara pabrik roti
di tiap-tiap kota. Satu sama lain para kapitalis pada bermacam- macam tingkat
dari tambang tanah liat atau besi sampai ke roti sebagai hasil akhirnya tak
berunding atau menghitung hasil dan pemakaian lebih dahulu. Mereka berlomba-
lomba mendapatkan dan memakai perkakas yang sebaik- baiknya, supaya bisa
menjual semurah-murahnya dan mendapat untung sebesar-besarnya!
SI GODAM : Tepat, Cul! Itu
namanya anarkisme dalam produksi, Cul. Memang engkau ahli mamah dan tukang
sekali dalam hal melaksanakan suatu paham! Tetapi engkau sekarang agak
terlampau lewat melompat. Tiga simpulan Hilferding yang dimajukan oleh Mr. Apal
tadi memang cukup buat penjelasan perhitungan Marx. Tetapi barangkali Denmas,
yang selama ini diam-diam saja barangkali ada pula punya pelor buat ditembakkan
menuju penghasilan secara kapitalis itu.
DENMAS : Memang aku sudah
sediakan pelor itu. Sebenarnya pelor itu datangnya dari pihak kaum borjuis
pula. Sudahkah saudara sekalian mendengar satu aliran di Amerika bernama
“teknokrasi”?
SI TOKE : Sudah! Seorang
terkemuka sekali dalam aliran itu ialah seorang profesor dari Columbia
University bernama Hesley. Aliran itu timbul di masa krisis yang hebat sekali
di Amerika, negara kapitalisme terbesar dan katanya paling makmur itu. Kaum
“teknokrat” tak percaya pada sistem parlementer. Mereka berpendapat bahwa kaum
tekniklah yang berhak mengurus Negara. Karena kaum tekniklah yang
menyelenggarakan produksi. Sebab itulah aliran itu mereka namai “teknokrasi”.
Almarhum Presiden Roosvelt ialah seorang penganut teknokrasi yang mencoba
melaksanakan aliran itu. Tetapi, Denmas, apakah paham kaum teknokrasi tentang
krisis?
DENMAS : Dalam hakikatnya
mereka membenarkan simpulan Marx dalam garis besarnya. Mereka mengakui penuh
bahwa mesin dan hasil barang-pakai pada pihak kapitalis dari hari ke hari
bertambah-tambah saja. Tetapi kemajuan hasil tak berbanding dengan kekuatan si
pembeli. Kata mereka kaum teknokrat tadi, kalau dibandingkan dengan majunya
hasil, maka kurang kian berkuranglah banyaknya kaum buruh yang menerima gaji
sepadan dengan takaran hidup dalam masyarakat Amerika. Maksud mereka adalah
hasil bertambah banyak tetapi pembeli bertambah kurang. Si kaya bertambah kaya,
si miskin bertambah miskin.
SI GODAM : Rasanya sudah
cukup penjelasan KRISIS itu dari segala pihak: dari pihak Marxis ialah dari
Marx sendiri, pihak sosialis, dan pihak borjuis. Semuanya mufakat mengatakan
bahwa krisis timbul disebabkan oleh gangguan seimbangnya produksi dan konsumsi,
penghasilan dan pemakaian. Keuanganpun bisa menimbulkan atau memperhebat
krisis, tetapi akan terlampau panjang kalau perkara ini diusik-usik pula.
Baiklah saya tanya, apakah saudara sekalian ingin mendengarkan beberapa
simpulan dari Maha Guru, sahabat dan teman sepembangunan Marx sendiri? Dari
Frederich Engels, yang selalu setia dengan teman seperjuangannya, Marx, selalu
tepat-jitu dalam simpulannya dan gampang pula dimengerti.
SI PACUL : Tentu, Dam!
Otakku masih kuat menerimanya! Aku tak akan meminta saudara sekalian
mengheningkan cipta buat menghormat Maha-Guru kita Engels. Aku cuma minta
beberapa simpulan Engels yang berhubungan dengan krisis.
SI GODAM : Dalam Dasar
Komunisme Engels kira-kira:
l. Alat menghasilkan yang
luar biasa (mesin) kita peroleh dari kapitalisme. Tetapi kapitalisme pulalah
yang menimbulkan pertentangan di antara produksi dan konsumsi, di antara
penghasilan dan pemakaian.
2. Untuk kemajuan alat
(mesin) menghasilkan perlulah pula dinaikkan hasil. Kenaikan hasil ini tidak
mempedulikan para penghasil dan para pemakai hasil itu. (Jadi maksud Engels,
kalau ada seorang kapitalis mendapatkan mesin baru, maka dia naikkan saja
hasilnya dengan mesin baru itu. Dia tiada mempedulikan apakah hasilnya sendiri
ditambah hasil para kapitalis lain melebihi keperluan pemakai. Juga tiada dia
pikirkan apakah hasilnya yang banyak dan murah itu membunuh perusahaan para
kapitalis temannya).
3. Entah dapat atau
tidaknya pasar, mesin raksasa zaman sekarang mesti meneruskan produksi buat
menghindarkan kelunturan mesin (Di masa sekarang, memang diakui sungguh ahli
ahli ekonomi dan teknik, bahwa mesin yang telantar itu amat merugikan kalau
dipandang dari pihak kelunturan saja).
SI PACUL : Habislah
pembicaraan kita ini tentang krisis kalau Mr. Apal mau membentangkan bagaimana
lakonnya Krisis itu.
MR. APAL : Baik saya
pendekan saja.
l. Barang melimpah, sebab
itu harganya turun dan untung merosot.
2. Pabrik terpaksa ditutup
sebab tak menguntungkan lagi. Penganggur memuncak.
3. Kaum saudagar juga
memperhentikan berdagang.
4. Para pemegang saham,
yang sudah merosot kurs sahamnya berebut-rebut menjual sahamnya, dari industri
berat dan ringan.
5. Para bankir menuntut
piutangnya.
SI GODAM : Krisis itu
dahulu terjadi sekali 10 tahun. Tetapi sekarang bertambah cepat dan bertambah
hebat lagi. Bukankah pula mesin itu setahun demi setahun bertambah kuatcepat?
Sepadan dengan itu putaran (cycle) KRISIS itu bertambah cepat pula.
III. Produksi Anarkis
DENMAS : Kalau kulihat
sepintas lalu, mesin itu “celaka 13” buat masyarakat manusia. Kuakui penuh
bahwa mesin itu banyak membawa kemajuan. Banyak sekali, tak perlu kusebutkan
semuanya. Ingatlah saja kelaparan di satu daerah terpencil dan kurus tanahnya
bisa ditolong dengan cepat. Karena kapal atau kereta api dengan segera bisa
mengangkut makanan dan obat ke tempat yang ditimpa marabahaya. Persatuan dari
beberapa bangsa yang dulunya tak kenal- mengenal satu sama lain atau
bermusuh-musuhan bisa ditimbulkan atau ditambah-tambah. Tetapi bukankah pula
majunya mesin mempercepat datangnya dan memperdalam hebatnya KRISIS? Selain
dari itu memperbanyak korban manusia dalam peperangan? Perhatikan sajalah
akibat bom atom dan mortir, bom dan peluru Inggris di kota Surabaya kita ini.
Tidakkah lebih aman masyarakat berdasarkan tenaga belaka? Bukankah pula menurut
angka-angka Marx tadi modal f 50,00 ditaruhkan pada modal-tetap untungnya lebih
besar daripada modal f 90,00 modal tetapnya? Yang pertama mendapat untung f
25,00, yang kedua cuma f 5,00 kalau persennya sama-sama 50% dan jumlah modal f
100,00.
MR. APAL : Sekarang
Denmas, baiklah saya yang menjawab. Tak kusangka engkau makan dalam begitu!
Memang “tenang itu menghancurkan” kata pepatah Indonesia. Rupanya, Denmas,
engkau masih terpaut oleh feodalisme!
DENMAS : Oh, jangan
begitu, Pal!
MR. APAL : Kalau sebelum
David Ricardo, ahli ekonomi Inggris itu, engkau berkata begitu, memang cocok
dengan zaman seperti Ningrat. Engkau akan pertahankan mati-matian sistem
memakai tenaga di bidang pertanian, karena persen untungmu sebagai
kapitalis-tanah-perseorangan yang memakai tenaga memang lebih tinggi dari
persen kaum industrialis yang memakai mesin, maka engkau akan meminta
perlindungan dan hak luar-biasa pada Negara. Engkau akan menjadi orang yang
berhak luar biasa! Dalam bahasa awak namanya ini Ningrat!
DENMAS : Ke mana aku kau
bawa, Pal?
MR. APAL : Lihatlah
kembali perhitungan Marx! Bukankah keuntungan bertinggi berendah itu di pasar
persaingan dipukul rata? Yang tinggi direndahkan dan yang rendah ditinggikan?
Di pasar “merdeka” (pasar bebas) —yakni merdeka buat kaum borjuis—persaingan
itu mesti berlaku atas semua modal. Baikpun untungnya modal pabrik si
industrialis ataupun untungnya modal Ningrat, yang ditanamnya di tanah itu
mesti “dipukul” sampai rata. Yang lari ke parlemen itu ialah mereka yang tak
mau dipukul-ratakan. Mereka memakai undang-undang istimewa buat melindungi
dirinya. Dalam politik itu namanya kekolotan, konservatif.
DENMAS : Kekolotan?
MR. APAL : Memang kaum
ningrat tulen itu kolot, mau memegang yang lama. Dalam dunia politik itu
berarti meminta perlindungan, meminta hak istimewa. Dalam pertanian, itu
berarti memakai tenaga saja atau perkakas yang dijalankan oleh tenaga saja,
pacul umpamanya, oleh budak atau setengah budak.
DENMAS : Lho! Kenapa
sampai begitu, Pal!
SI PACUL : Memang pacul
itu —bukan aku, lho!—lebih murah harganya dari traktor! Jadi bukankah nyata
modal yang ditanam pada perkakas (pacul) itu lebih rendah persennya dari yang
ditanam pada traktor?
DENMAS : Ya,
tetapi.............
SI TOKE : Tetapi apalagi,
Denmas? Aku pun sudah mengerti betul bahwa negara berdasarkan perkakas
dijalankan dengan tenaga itu kolot, kaum ningratnya takut sama mesin. Tetapi
bukankah itu mengenai pahammu yang pertama?
DENMAS : Paham yang mana
pula, Kek?
SI TOKE : Engkau memuji
mesin, karena mesin bisa menolong bahaya kelaparan dengan cepat. Tetapi bisakah
kelaparan di Bojonegoro umpamanya ditolong kalau seperti di zaman Ken Arok padi
itu mesti dipikul dari Indramayu oleh manusia atau oleh kerbau? Apakah kerisnya
Ken Arok saja bisa melawan tank baja atau kapal terbangnya Inggris?
DENMAS : Dalam semua hal
ini aku mengalah. Tetapi aku tidak kolot, lho! Dan aku mau tanya, apa baiknya
mesin yang membawa penyakit krisis tiap-tiap 10 tahun malah kurang dari itu?
SI GODAM : Rupanya Denmas
mau memegang terus pendiriannya walaupun sudah ke pinggir jurang.
DENMAS : Wah, ini hari
rupanya panas sekali buat aku. Mulanya Mr. Apal, kemudian Toke, sekarang engkau
Dam yang mendorong aku. Baiklah, kalau kau bisa kalahkan aku dalam perkara
terakhir ini, aku akan bertekuk lutut. Kuulang lagi: apa baiknya mesin yang
membawa krisis tiap-tiap 10 tahun, malah kurang dari waktu yang sebegitu?
SI GODAM : Ini pertanyaan
memang tak bisa dijawab dengan satu atau dua kalimat saja. Aku mesti sedikit
memberi penerangan.
DENMAS : Itulah yang saya
kehendaki, Dam.
SI GODAM : Sendirinya
mesin itu adalah satu BAHAGIA buat masyarakat manusia. Tetapi ditaruh dan
dipakai dalam suasana kapitalisme, maka mesin itu memperlihatkan keburukannya.
Ditilik dari penjuru politik dan sosial, maka dasarnya masyarakat borjuis, yang
sedemokratis-demokratisnya pun ialah perseorangan, “individualisme”.
Dihubungkan dengan perekonomian, maka ini berarti “hak milik perseorangan”.
Seterusnya penghasilan perseorangan. Kalau dihubungkan pula dengan kemerdekaan,
maka dalam perekonomian, si borjuis menuntut “kemerdekaan” buruh menjual
tenaga, kemerdekaan seseorang majikan mengatur gaji, kemerdekaan memilih
membeli barang di pasar yang merdeka pula.
SI PACUL : Memang dunia
demokratis borjuis itu penuh, penuh dengan suara kemerdekaan di samping
perseorangan. Kalau begitu tiap-tiap kapitalis berlomba-lomba pula-mencari
“untung” semau-maunya dengan tiada mempedulikan nasib si buruh atau kebutuhan
ramai atas hasil. Mereka itu berlomba-lomba masing-masing menghasilkan dengan
tiada menghitung keperluan masyarakat seluruhnya dan berhubung dengan ini tidak
berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya.
SI GODAM : Paling tepat,
Cul. Yang kaubilang paling belakang ini namanya Produksi Anarkis. Anehnya pula
Sang Borjuis mempunyai kaum cerdas, ada yang namanya profesor dalam ekonomi
yang mempertahankan sistem yang lapuk menyolok mata itu. Akan terlampau panjang
kalau di sini saya mesti membentangkan dan membantah semua “dalil” ilmu ekonomi
mereka itu.
SI PACUL : Coba sebutkan
tiangnya saja ilmu ekonomi mereka itu!
SI GODAM : Menurut mereka,
hasrat mencari untung itu (profit motive) menghasilkan dengan merdeka secara
anarkis-persaingan, kemerdekaan dan biar-membiarkan (laissez-faire istilahnya).
Semua inilah yang sebenarnya menimbulkan yang dituju, yakni kemakmuran bersama.
SI PACUL : Apa yang
dimaksudkan dengan kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : “Hasil banyak
dan harga murah.”
SI PACUL : Adakah bahagia
lain selain kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : Ada! Pertama
kemenangan mereka yang cakap. Dalam bahasa Charles Darwin ialah “the survival
of the fittest”. Kedua, penemuan baru (invention). Ketiga bahwa kemakmuran
tiap-tiap orang menjamin kemakmuran bersama. Maksudnya, kalau tiap-tiap orang
menjaga kemakmurannya sendiri, maka masyarakat seluruhnya akan sendirinya
terjaga kemakmurannya.
SI PACUL : Tetapi apa
gunanya “barang banyak dan murah” kalau kaum buruh itu tak bisa beli lagi?
Bukankah kalau barang kelak terlampau banyak dan terlampau murah, si majikan
tak beruntung lagi dan pabriknya ditutup? Dengan begitu kaum buruh menganggur,
tak cakap membeli apaapa lagi? Akibatnya ialah barang banyak tadi dibuang saja.
Masihkah ingat gandum di Amerika yang dibutuhkan oleh kaum buruh miskin itu
dibuang ke laut atau dibakar dalam ketel lokomotif karena melimpah? Apakah yang
terjadi dengan minyak tanah di Indonesia di zaman krisis?
SI GODAM : Katanya pula
“hasrat” keuntungan itu memberi kemenangan pada yang cakap. Tetapi yang
sebenarnya cakap itu cuma satu dua orang saja. Biasanya yang digelari cakap itu
ialah anak orang kaya yang mempusakai harta bapaknya atau tamat sekolah tinggi
karena bapaknya mampu membayar. Banyak pula di antara yang tak cakap namanya
atau buta huruf itu ialah karena tak mempunyai apa-apa dan tak mampu membayar
ongkos sekolah.
SI PACUL : Perkara
bahagianya kapitalisme, yaitu kemakmuran tiap-tiap orang itu menjamin
kemakmuran bersama aku sudah lihat kebohongannya. Ini memang benar dalam
suasana kapitalisnie. Yaitu kalau tiap-tiap orang mendapat kesempatan buat
maju. Dalam hal ini memang kemakmuran tiap-tiap orang akan menjamin kemakmuran
bersama, yaitu kalau tiap-tiap anak diberi kesempatan masuk sekolah yang cocok
dengan wataknya. Dan tiap-tiap orang boleh mengerjakan pekerjaan yang cocok
dengan kecakapannya dan keperluan masyarakat seluruhnya. Dengan begitu memang
hasil akan berlipat ganda dan bermanfaat buat tiap-tiap orang yang kerja.
MR. APAL : Sang Profesor
Borjuis juga pintar. Ditaruhnya kesalahan itu di pihak buruh. Katanya kalau
Pakbon (serikat buruh) tidak menuntut tambah gaji, maka undang-undang alam akan
berjalan sendirinya dalam ekonomi, kemakmuran tiap-tiap orang akan terjaga.
SI GODAM : Kalau dibiarkan
si kapitalis bertindak semau-maunya hidup buruh akan terdesak kembali ke hidup
hewan atau setengah hewan seperti di masa Revolusi Industri Inggris. Baca
sajalah Das Kapital karangan Marx dan buku karangan Engels tentang keadaan
buruh di Inggris di masa itu. Pakbon itu adalah senjata buruh buat membela
nasibnya terhadap para majikan yang bersatu dan dilindungi pula oleh
undang-undang, polisi, dan kehakiman Negara, dan yang selalu berniat
merendahkan gaji buruh dan menambah lamanya kerja.
MR. APAL : Kata profesor
itu pula: Apa salahnya terus-menerus si kapitalis menghasilkan mesin buat
membikin barang-pakai. Dengan begitu harga barang itu senantiasa turun. Semua
orang bisa membeli.
SI GODAM : Pembagian hasil
itu tak seimbang. Kebanyakan hasil pergi ke kaum kapitalis. Kalau terlampau
banyak pergi ke si kapitalis dan sedikit pergi ke kaum buruh, dengan apakah
kaum buruh beli hasil yang melimpah itu? Bukankah ini asalnya krisis? Ialah
disebabkan pembagian hasil tak seimbang. Bagian si kapitalis yang berupa untung
itu ditanam pada modal membikin barang-pakai dan ditanam terus-menerus. Tetapi
dengan apa dibeli kalau bagian kaum buruh cuma sedikit, kian sedikit?
MR. APAL : Akhirnya kata
si profesor: Kalau gaji buruh itu rendah, ongkos rendah pula. Dengan begitu
jualan rendah pula!
SI GODAM : Rupanya begitu!
Tetapi jualan itu tiada semata-mata bergantung kepada ongkos saja. Bagaimanakah
kalau kaum kapitalis kumpulan, monopoli namanya? Dengan monopoli itu dia bisa
tetapkan jualan semau-maunya saja!
SI PACUL : Umpamanya kita
monopoli kina atau timah di dunia ini, kalau seandainya kita tawarkan timah f
1000,00 sepikul, atau kina f 100,00 sebiji bagaimana! Saya pikir bangsa
Indonesia tak mempunyai darah monopolis itu!
DENMAS : Kalau kita kuat
di laut, di darat, dan di udara, tentu negara lain mesti beli!
SI GODAM : Itulah dia!
Karena monopoli itu tahu bahwa dia menguasai produksi suatu barang, maka dia
kuasai pula harga barang itu. Dia coba mencari untung yang sebesar-besarnya.
Untung itu paling besar kalau banyak barang disusutkan, jadi harganya bisa
dinaikkan.
SI PACUL : Terangkan dulu,
Dam!
SI GODAM : Oleh karena
intan dan mas itu sedikit sekali ada di dunia ini dan susah pula
mengerjakannya, maka harganya tinggi sekali. Selama air itu mengalir dari
sumbernya terusmenerus, maka air itu di tempat itu hampir tak ada harganya.
Tetapi alangkah tingginya harga air di gurun pasir. Ringkasnya politik monopoli
ialah “hasil sedikit harga mahal”. Bertentangan dengan dalil profesornya yang
mengatakan, bahwa cara penghasilan kapitalisme itu, dengan tujuan “mencari
untung” ialah: “hasil banyak dan harga murah”.
SI PACUL : Sekarang
rasanya kita sudah cukup jauh membicarakan apa yang kau sebutkan “Produksi
Anarkis” itu, yakni: menghasilkan semau-maunya saja dengan tak ada perundingan
dan perhitungan lebih dahulu satu sama lainnya. Jadi kulihat akibatnya
“Produksi Anarkis” itu ialah PERSAINGAN hebat antara kapitalis dan kapitalis
dalam satu negara.
MR. APAL : Selanjutnya
ialah persaingan satu negara kapitalis dengan negara kapitalis yang lain.
Tiap-tiap negara kapitalis berlomba-lomba menanam modal di negara yang lemah,
memonopoli bahan di negeri lemah itu buat perindustrian Negara Induk dan
monopoli pasar negara lemah buat penjualan barang industri Negara Induk.
SI GODAM : Perlombaan
itulah yang dinamai imperialisme. Perlombaan imperialisme ini berakhir pada
perang imperialisme, peperangan merebut jajahan buat dijadikan pasar bahan dan
barang pabrik serta buat menanam modal.
SI PACUL : Memang kalau
begitu produksi anarkis itu berakhir pada peperangan imperialisme. Tetapi
dengan majunya monopoli, bukanlah perseorangan itu atau menghasilkan dan
menjual semau-maunya seseorang anggota monopoli itu sendirinya terhenti?
Bukankah aturan yang diikut oleh seseorang anggota monopoli itu: satu buat
semua dan semua buat satu?
SI GODAM : Tepat, Cul!
Pintar lu Cul! Memang dalam dirinya sendiri satu monopoli itu, anggotanya kerja
bersama satu dengan yang lain. Tetapi perjuangan yang lebih hebat terjadi pula
di antara satu monopoli dengan monopoli lain. Dalam satu negara seperti
Amerika, satu monopoli yang berbentuk trust berjuang dengan trust lain dalam
negara itu buat merebut pasar dalam negeri. Di antara negara dan negara
berjuang pula satu Trust Raksasa lain. Begitulah kita kenal di sini perjuangan
Kongsi Minyak Amerika Standard Oil dengan Gabungan Kongsi Minyak
Belanda-Inggris, yakni Royal Dutch atau B.P.M. buat monopoli pasar di Indonesia
ini.
SI PACUL : Kalau begitu
produksi anarkisme itu berlaku dalam suasana yang lebih hebat lagi. Ringkasnya
pada Kapitalisme itu melekat perseorangan, penghasilan anarkis, imperialisme,
dan perang ...... buat mencari keuntungan.
IV. Rencana Ekonomi
SI GODAM : Sebenarnya aku
mau pakai sebagai pokok perkara ini istilah Ekonomi Terkendali, bukan Rencana
Ekonomi.
SI TOKE : Apa bedanya,
Dam?
SI GODAM : Istilah
Terkendali itu mau kupertentangkan dengan Anarkis yang berarti semau-maunya,
jadi “tidak” terkendali. Tetapi sebab istilah Rencana Ekonomi ini sekarang sudah
lazim dipakai, maka akupun turut memakainya. Tetapi janganlah dilupakan bahwa
yang kumaksudkan dengan Rencana Ekonomi itu ialah Ekonomi yang dijalankan
menurut rencana.
SI PACUL : Baik juga lebih
dahulu kau jelaskan, Dam, apakah maknanya Ekonomi. Sampai sekarang buat aku
perkataan Ekonomi masih kabur. Seboleh-bolehnya kau pakai sedikit perkataan
saja.
SI GODAM : Ekonomi itu
berurusan dengan produksi dan distribusi.
SI TOKE : Jitu, tepat,
Dam, itulah yang terutama.
MR. APAL : Buku profesor
borjuis menarik-narik lain perkataan lagi, seperti pengangkutan dan keuangan.
Tetapi memang yang menjadi pokok perkaranya produksi dan distribusi itulah!
SI PACUL : Jadi tegasnya
Rencana Ekonomi ialah usaha mengatur produksi dan distribusi. Atau dalam bahasa
awak ialah: Usaha mengatur penghasilan dan pembagian hasil buat Negara. Dalam
dunia Kapitalisme Ekonomi itu, penghasilan dan pembagian itu tak diatur, liar.
Dalam masyarakat kapitalisme maka manusia itulah yang dikendalikan oleh
ekonomi. Bukannya ekonomi itu yang dikendalikan oleh manusia.
DENMAS : Engkau ini
rupa-rupanya darah ahli filsafat pula, Cul!
SI GODAM : Aku sudah
bilang, pikirannya Pacul segar bugar seperti buah jeruk di desanya.
SI PACUL : Wah, bukan
main!
SI TOKE : Sebelum
melanjutkan percakapan kita ini, saya mau bertanya apakah yang mengacaukan
perhitungan para kapitalis pada suatu KRISIS? Tentulah si kapitalis juga tidak
sama sekali menerima pasif saja dalam usaha mencocokan hasil dengan pemakaian,
produksi dengan konsumsi.
MR. APAL : Memang, Kek,
mereka para kapitalis ada memakai perhitungan juga. Tetapi celaka 13, karena
yang punya perusahaan itu banyak sekali orangnya dan berlain-lain pula
kemauannya. Kata pepatah: Kepalanya saja sama berambut, tetapi pendapatnya
berlain-lain. Lagipula menurut paham Sang Profesor tiap-tiap pembeli itu adalah
satu mahluk yang “ekonomis”. Makna kasarnya ialah satu makhluk yang selalu bisa
memilih apa yang patut dibeli menurut kekuatan membelinya dan apa yang tidak.
Selalu si pembeli itu katanya bisa menghitung berapa dia bisa membelanjakan
buat makanan atau barang yang terpenting itu. Buat pakaian dan lain-lain barang
yang kurang penting itu. Buat kaus kaki ialah kemewahan sederhana. Buat
palmbeach ialah kemewahan sedang. Buat auto sedan ialah kemewahan tuan besar.
Dalam hal makanan pun beberapa tingkatnya pula keinginan itu. Bandingkan
sajalah keinginan dan pembelanjaan uang buat nasi sama lombok, nasi sama
perkedel, nasi sama corned-beef atau sardin. Nah, menurut Sang Profesor, si
pembeli, sebagai mahluk yang ekonomis tahu benar menyelenggarakan belanjanya.
Dengan begitu konsumsi itu bisa diketahui lebih dahulu. Tetapi dalam praktiknya
si pembelanja itu sama anarkisnya dalam berbelanja dengan si kapitalis yang
menghasilkan. Si pembelanja tak berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya.
Begitu pula si kapitalis mengurus hasil menurut perhitungan sendiri-sendiri
saja.
SI PACUL : Jadi kalau
begitu aku sekarang bisa menyimpulkan maksudnya Ekonomi Teratur atau Rencana
Ekonomi itu.
DENMAS : Tampillah ke
muka, Cul!
SI PACUL : Rencana Ekonomi
ialah usaha merencanakan penghasilan, pembagian hasil, dan gaji. Kalau gaji tak
direncanakan lebih dahulu bagaimana ahli rencana mencocokan dengan hasil. Lebih
dahulu jumlah gaji sekalian buruh mestinya dicocokan dengan jumlah hasil. Satu
liter beras hasil diadukan dehgan 5 sen gaji. Satu kilo kain hasil dicocokan
pula dengan 15 sen, dsb. Kalau jumlah hasil dan jumlah gaji sudah cocok dalam
perhitungan dalam rencana, barulah rencana tadi dipraktikkan.
SI TOKE : Bukankah perkara
Hak-Milik dipecahkan lebih dahulu? Bagaimana bisa diadakan rencana sebelum
semua pabrik, bengkel, tambang, kebun dan sebagainya lebih dahulu dikumpulkan?
SI GODAM : Memangnya semua
mata pencaharian lebih dahulu seharusnya dijadikan harta bersama. Bolehkah saya
pakai istilah saya sendiri buat menggambarkan usaha semacam itu?
MR. APAL : Kalau memang
tepat-pendek, apa salahnya, Dam! Apakah istilah yang hendak kau pakai itu?
SI GODAM : Menyita dan
memakai mata-pencaharian itu buat masyarakat, saya mau pendekan saja dengan
istilah: memasyarakatkan.
DENMAS : Kalau begitu
bukan saja mata-pencaharian, atau alatpenghasil yang mesti dimasyarakatkan
lagi. Kehidupan sosial sendiri, bukankah mesti dimasyarakatkan pula. Bagaimana
bisa diadakan rencana kalau tiap-tiap pembeli dan penghasil masih berdiri atas
perseorangan?
SI GODAM : Tepat, Denmas.
Jadi simpulan Sang Pacul tadi baik kita sempurnakan saja begini...
SI PACUL : Kenapa pula
“Sang”, Dam? Bukankah Pacul saja sudah cukup? Tetapi aku tak akan ambil pusing
sama gelaran yang dalam wayang diberikan pada Arjuna itu. Berilah saja simpulan
yang sempurna buat Rencana Ekonomi itu.
SI GODAM : Rencana Ekonomi
ialah daya-upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil,
Gaji, dan Hidup Sosial.
SI TOKE : Jadi lima
perkara ada terkandung di dalamnya.
DENMAS : Tepatlah kurasa
penetapan Godam tentang Rencana Ekonomi itu! Tetapi aku mau tahu pula,
bagaimanakah hubungan Negara dengan suatu Rencana itu.
MR. APAL : Memang Rencana
Ekonomi itu sudah dijalankan di negara komunis, ialah Rusland. Kemudian di
negara fasis, ialah Jerman dan Italia, pun di negara demokratis, seperti
Amerika. Ekonomi Anarkis itu dicoba ditukar dengar Ekonomi (sedikit) Teratur,
ialah dengan NEW DEAL-nya Roosevelt. Berhubung dengan derajat pemusatan
kekuasaan di negara yang demokratis dan tidak demokratis, maka pemusatan
kekuasaan buat mengukur ekonomi adalah bertinggi rendah pula. Di negara komunis
semua mata pencaharian disita oleh Negara. Di Amerika dan negara fasis hak
milik diakui terus.
SI PACUL : Terangkan
bagaimana tinggi rendahnya kekuasaan mengatur Rencana itu?
MR. APAL : Di Negara
Amerika Serikat itu pada lahirnya, ialah menurut undang-undang, maka hak dan
kekuasaan itu memang dibagi-bagi: Pertama antara rakyat dan pemerintah, kedua
antara tiga badan pemerintah, ialah kekuasaan membikin Undang-undang,
menjalankan Undang-undang dan Pengawasan Undang-undang. Ketiga di antara
masing-masing Staat (negara bagian) dan Amerika Serikat.
SI TOKE : Jadi di Amerika,
kekuasaan itu tidak begitu terpusat pada pemerintah. Sebagian juga ada di
tangan rakyat, terutama di tangan para hartawan.
MR. APAL : Begitulah dia!
Itulah sebabnya maka di Amerika, pemerintah itu tak berani campur tangan
langsung ke dalan urusan Rencana Ekonomi di sana. Para Kapitalis menerima usul
Pemerintah Roosevelt, tetapi mereka kapitalislah yang mempraktikkan ekonomi
itu. Simpulan Godam di atas tak berlaku buat Amerika. Di masyarakat fasis,
kekuasaan itu terpaut pada pemerintahnya borjuis kecil. Pemerintah fasis memaksa
kaum kapitalis menjalankan rencana yang dibikin oleh Pemerintah secara fasis.
Di masyarakat fasis simpulan Godam di atas sedikit lebih berlaku daripada di
Amerika. Di masyarakat sosialis, ialah Rusia, pemasyarakatan Alat Penghasil,
Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial memang cocok dengan yang
dimaksudkan oleh Godam tadi.
SI TOKE : Baik juga Dam,
kau uraikan serba sedikit Rencana Ekonomi di Negara Demokratis, Negara Fasis,
dan Negara Komunis tadi.
A. NEW DEAL
SI GODAM : Baik kita
tentukan lebih dahulu dalam suasana mana lahirnya NEW DEAL itu.
MR. APAL : Pada tahun 1929
Kapitalisme Dunia sampai pula ke puncak musim BAHAGIA-nya. Kita masih ingat
bahwa dari masa penghabisan Perang Dunia ke I sampai kira-kira tahun 1923
Kapitalis Dunia menarik-narik napas. Dari tahun 1923 roda kapitalisme mulai
berputar kencang kian kencang sampai ke tahun 1929. Sesudahnya tahun 1929
timbul lagi musim kemarau ialah KRISIS yang paling hebat buat Kapitalisme
Dunia. Amerika Negara yang memiliki hampir 100% mas dunia, menghasilkan barang
penting seperti besi baja mesin, minyak tanah, auto, gandum, rata-rata lebih
dari 60% jumlah produksi seluruh dunia dan berpiutang kepada seluruh dunia
tiadalah luput dari krisis. Sebelas juta buruh berkeliaran di jalan raya Amerika.
Kalau seandainya tiap-tiap buruh mempunyai satu istri dan satu anak saja, maka
lebih kurang 33 juta manusia terlantar. Artinya 25% dari seluruh penduduk. Di
mana letaknya kemakmuran Amerika itu!
SI GODAM : Dalam keadaan
semacam itu Amerika tak mempunyai partai Sosialis yang membahayakan. Persoalan
dalam negeri ialah New Deal atau Old Deal. Kapitalisme didorong atau
Kapitalisme lama dibiarkan.
DENMAS : Baru buat saya
terjemahan semacam itu, Dam! Didorong bagaimana dan dibiarkan bagaimana?
Bukankah New Deal itu satu Rencana Ekonomi?
SI GODAM : Memang satu
rencana, tetapi rencana secara Amerika. Kapitalisme di sana memang tak bisa
jalan. Tetapi belum lagi remuk. Seperti oto, mesinnya yang penting masih baik.
Cuma bensinnya kebanyakan atau di sana-sini bagian yang rusak. Dia tidak bisa
“start” sendirinya. Mesti didorong lebih dahulu, baru mesinnya kerja lagi ...
SI PACUL : Kalau
kubiarkan, Dam, engkau terus menerus mengukir gambaranmu itu, aku nanti menjadi
pusing. Kembalilah engkau kepada contoh yang nyata.
SI GODAM : Kita sudah
rundingkan keadaan kapital dalam krisis. Semuanya hasil melimpah! Mesin
pembikin mesin kebanyakan. Mesin pembikin barang-pakai kelebihan. Barangpakai
melimpah. Dalam hal semua barang berlebih itu kaum buruh dalam kelaparan dan
kebutuhan. Sebab dalam keadaan semua berlebih itu, harga barang turun, si
majikan rugi, pabrik ditutup jadi kaum buruh diusir. “Seandainya” kalau
11.000.000 itu dulu menerima gaji pukul rata 5 dolar saja atau f 12,50 sehari,
berapakah merosotnya jumlah gaji yang diterima kaum buruh Amerika dalam sehari?
SI PACUL : f 137.500.000,-
Barangkali lebih dari itu.
SI GODAM : Hitunglah
banyak barang yang dibeli dengan f 137.500.000,- sehari saja! Dengan begitu
timbullah pertanyaan dalam pikirannya Presiden Roosevelt & Co.
l. Apakah mesti dibiarkan
saja barang yang melimpah itu rusak sendirinya?
2. Atau apakah tidak baik
dimasukkan uang kembali ke kantong kaum buruh sebanyak f 137.500,000,- sehari?
Kalau jalan pertama yang
diturut, maka itu namanya “old deal”, jalan lama, peraturan lama. Biarkan saja
mesin berlebih itu rusak atau lemparkan. Biarkan saja gandum, kain, kromofon
rusak atau dirusakkan saja. Biarkan saja toko yang tak tahan lagi bangkrut.
Carilah akhirnya barang baru yang bisa membangunkan pabrik baru, permintaan
baru dan pembeli baru, seperti “lipstik”, “karet dimamah” dan sebagainya.
Dengan adanya permintaan baru atas barang baru itu, satu atau dua pabrik baru
bisa dibangun dan digerakkan. Roda ekonomi yang berhenti itu siapa tahu bisa
bergerak lagi, bisa “start” lagi seperti oto kita tadi. Akhirnya diharap supaya
roda ekonomi bisa berjalan seperti biasa.
SI PACUL : Itu Old Deal.
Itu jalan lama. Kalau jalan baru, New Deal, bagaimana?
SI GODAM : Kalau jalan
baru? Seperti dibilang di atas. Masukkan kembali uang ke dalam kantong
perusahaan yang menarik napas karena setengah bangkrut, dan persenkan uang pada
kaum buruh.
SI PACUL : Benar persenkan
uang begitu saja?
SI GODAM : Engkau tak
dengar berapa uang dicetak, ketika Roosevelt baru diangkat jadi Presiden? Uang
dikasihkan sama bankir yang hampir bangkrut, kepada industri yang berutang
menarik-narik napas. Jadi si bankir yang hampir bangkrut dan industrialis yang
setengah mati bisa hidup kembali. Aku lupa apakah dikasihkan dengan percuma
atau dipinjamkan dengan tak pakai bunga. Tetapi sama saja, Roosevelt isi
kantongnya bankir dan industrialis. Juga dia isi kantongnya tuan tanah yang
berutang. Pula isi kantongnya proletar mesin dan tanah. Aku benar tak bisa tahu
apakah semuanya dikasihkan dengan percuma. Tetapi aku tahu baik juga kalau
dikasihkan dengan percuma. Yang aku pasti tahu, ialah Roosevelt membuka
perusahaan baru, ada yang berupa industri buat barang-pakai. Tetapi terutama
dia membuka bangunan baru. Presiden Roosevelt asyik membangun gedung ini dan gedung
itu buat umum, jalan raya, terusan air, taman (tempat) buat ngaso dsb.
SI TOKE : Kalau begitu
tiadakah, pertama, industri lama akan mendapat persaingan hebat dari industri
baru, industri bikinan Roosevelt? Kedua, tiadakah nanti akan terlampau banyak gedung
ini dan gedung itu, taman ini dan taman itu?
SI GODAM : Memang begitu,
Kek! Sebentar saja sesudah Roosevelt bertindak, industrialis lama
menjerit-jerit dan memprotes terhadap industri baru yang didirikan oleh
Roosevelt. Bukankah perseorangan dan persaingan terus tetap walaupun Amerika
sekarang mempunyai New Deal? Didesak oleh protes itu, sebagai “demokrat” dan
dalam hakikatnya penganut kapitalisme maka Roosevelt mesti indahkan protes kaum
industrialis itu. Aku tak tahu benar pada bagian industrialis mana sebenarnya
Roosevelt memihak. Tetapi bagaimana juga ia tak mau bersaing terus dengan para
industrialis yang terjepit oleh New Dealnya tadi! Dia makin lama makin lari
kepada caranya uang, kepada bangunan ini bangunan itu, sampai gedung, jalan dan
kebun yang dibikin itu akhirnya kebanyakan pula.
MR. APAL : Tetapi
kapitalis tanah menyusutkan hasil dan meninggikan harga hasil. Pun industrialis
mengadakan politik restriksi seperti sudah kita kenal juga di Indonesia dan
semua negara yang ada monopoli. Jadi banyaknya kaum buruh direstriki, dibatasi
pula. Dengan begitu maka jumlah gaji dan daya beli terbatas pula.
SI TOKE : Tetapi umumnya
roda industri mulai bergerak lagi.
SI GODAM : Memang begitu!
Tidak saja “start” tetapi terus jalan. Sesudah jalan maka si tukang dorong
otoindustri tadi, yakni Roosevelt, berhenti. Bukankah ia cuma mendorong saja.
Dorongannya tadi tak perlu diulang lagi karena ketika Perang Dunia Kedua ini
pecah di tahun 1939 maka Perang Dunia itulah yang terus mendorong Kapitalisme
Amerika itu.
SI PACUL : Nah, Dam!
Sekarang engkau yang mendorong aku bertanya: “Dengan apa pula Perang Dunia
Kedua itu mendorong industri Amerika?”
SI GODAM : Permintaan
Amerika sendiri dan Negara Serikat seperti Inggris, Perancis, Tiongkok dan
Rusia atas bahan makanan dan mesin seperti kapal terbang, oto, kapal perang,
tank, meriam dsb, sekarang luar biasa besarnya. Permintaan sebesar itu buat
perang disertai pula oleh keluarnya rakyat dewasa Amerika buat berperang di
sekalian medan perang. Kaum menganggur sekarang semuanya dipakai. Malah mereka
tiada lagi mencukupi. Industri Amerika terpaksa membawa perempuan ke dalam
pabrik lebih dari yang sudah-sudah, didorong oleh besarnya permintaan dari
semua penjuru.
SI PACUL : Rupanya engkau
Dam, terus didorong oleh “Kapitalisme Didorong” atau New Deal itu! Hentikanlah
menguraikan “Kapitalisme Didorong” itu! Baiklah engkau berikan pemandangan
tentang Rencana Ekonomi fasis.
B. RENCANA EKONOMI FASIS
SI PACUL : Sebelum
kudengarkan uraiannya Godam tentang Rencana Ekonomi fasis itu, aku sudah bisa
terka perkara apa yang hendak diselidikinya lebih dahulu.
SI TOKE : Coba tuliskan di
atas kertas saja! Gulung saja dahulu kertas itu! Nanti kita baca bersama-sama,
Cul! Kalau-betul terkaanmu itu aku akan kasih gelar engkau ini “pawang”.
Sekarang Dam, tuliskan apa perkara yang hendak kauselidiki lebih dahulu itu!
Nanti kita bandingkan dengan apa yang dituliskan oleh Pacul!
DENMAS : Mari kubuka kedua
kertas itu. Lho, sama sama tertulis: SUASANA.
SI TOKE : Cul, Pawang
Pacul, engkau betul jempol!
SI PACUL : Cuma perkataan
“pawang” itu tak sedap di telinga aku. Aku bukan menerka, lho. Aku selama ini
mempelajari cara Godam berpikir.
MR. APAL : Perkara
“suasana” di Jerman sesudah kalah di masa Perang Dunia Pertama dan sebelum
Partai Fasis tahun 1932 naik memegang kendali pemerintah, kita semua masih
ingat. Perkara kemelaratan Rakyat Jerman, tak perlu dikemukakan lagi kekacauan
politik. Pernah malah partai komunis dan sosialis kalau digabungkan bisa
mendapat suara lebih dalam parlemen Jerman. Bencana yang menimpa Jerman,
terutama sekali menurut pahamku ialah karena kedua partai proletar itu tak bisa
mengadakan persatuan yang kuat-jujur buat menentang musuh yang mengancam, yaitu
kaum fasis. Partai Fasis di bawah Adolf Hitler akhirnya mendapat kesempatan
buat memegang tampuk pemerintah Jerman pada tahun 1932. Tetapi baiklah Godam
saja meneruskan uraian tentang Rencana Ekonomi Jerman Fasis, yaitu Jerman -
Nazi.
DENMAS : Sebelum partai
Nazi menjalankan rencananya, apakah “kesukaran” yang dihadapinya? Cobalah susun
dalam satu atau dua kalimat saja, Dam!
SI GODAM : Kesukaran itu
ialah “serba salah”, atau alternatif.
DENMAS : Memang di masa
sebelum Pemerintah Nazi, pembayaran utang perang kepada Sekutu “serba-salah”
buat Sekutu sendiri. Kalau Jerman tak dipaksa membayar utang, maka tentulah
Jerman yang ditakuti itu bisa lekas bangun kerabali. Kalau Jerman dipaksa
membayar, maka dijumpai perkara “serba-salah” pula.
SI TOKE : Apa pula
serba-salahnya, kalau Jerman dipaksa membayar?
DENMAS : Apabila Jerman
hendak membayar utangnya dengan uang, maka semua negara Sekutu menolak uang
kertasnya Jerman yang merosot itu. Kalau Jerman membayar utangnya dengan hasil
pabriknya maka Sekutu berteriak-teriak setinggi langit lantaran pagarnya
dibanjiri barang Jerman yang lebih baik tetapi lebih murah dari barangnya
Negara Sekutu sendiri.
SI PACUL : Celaka 13 buat
Sekutu! Tetapi yang ditanyakan oleh Denmas tadi ialah apakah serba-salahnya
kedudukan pemerintah Nazi sebelumnya partai Nazi naik memerintah?
SI GODAM : Perundingan
kita memang sedikit menyimpang. Tetapi tiada merugikan sekali. Bahkan
memberikan penerangan lebih baik tentang suasana Jerman, seperti negara yang
kalah perang. Memang Jerman ketika mau merencanakan ekonomi dalam keadaan
“serba-salah”. Kalau dia naikkan gaji kaum buruh Jerman, maka harga barangnya
buat keluar (ekspor) menjadi mahal, akan kalah bersaing di pasar asing. Tetapi
kalau dia turunkan gajinya, maka kekuatan beli rakyat Jerman di pasar dalam
negeri akan merosot. Barang akan bertumpuk- tumpuk, pembeli menjadi kurang.
SI TOKE : Memang gaji kaum
buruh itu perkara yang amat penting. Kita masih ingat perundingan kita yang
sudah-sudah, bahwa jumlah gaji mestinya sama dengan jumlah harga barang bukan?
Jadi, Dam, apa siasat yang dijalankan oleh Nazi? Ingin pula aku mengetahuinya.
SI GODAM : Terka saja,
Kek! Partai Nazi itu terdiri dari chauvinis, orang mabuk kebangaaan, congkak
terhadap bangsa lain. Mereka digenggam oleh kaum kapitalis seperti Tiesen &
Co dan kaum Ningrat Maha Chauvinis seperti Herman Guring & Co. Mereka sudah
terlampau banyak berdosa terhadap buruh Jerman. Mereka sudah bubarkan semua
kumpulan dan rapat kaum buruh dengan senjata. Mereka berdendam kesumat terhadap
Negara Menang, negara berjajahan.
SI PACUL : Dalam hal
memilih, apakah gaji kaum buruh akan diturunkan atau dinaikan tentulah si Nazi
takkan banyak ambil pusing. Tentulah gaji kaum buruh yang dalam politik itu
dimusuhi, diturunkan..
SI GODAM : Memang
diturunkan sampai rendah sekali.
SI TOKE : Tetapi kalau
begitu kan kekuatan membeli kaum buruh Jerman merosot pula. Jadinya jumlah
harganya barang kelebihan, karena jumlah gaji kekurangan.
SI GODAM : Itulah
kecelakaan Rencana Nazi. Tetapi mereka mendapat jalan. Rupanya jalan itu pendek
dan bertaburan intan pula. Tetapi jalan itu berujung di Neraka peperangan.
SI PACUL : Wah, Dam,
gambaran lagi! Buka isi saja Dam, jangan dibungkus-bungkus begitu dong!
SI GODAM : Begini! Sebab
naik atau turunnya gaji tadi serba-salah, maka ekonom Sang Nazi bikin barang
banyak-banyak. Tetapi barang itu bukanlah buat dimakan atau dipakai, seperti
kain, jarum, gunting, mesin jahit dll. Bahkan banyaknya barang semacam ini
disusutkan. Jadi jumlah gaji yang disusutkan itu cocok dengan jumlah harga
barang-pakai yang disusutkan itu pula.
DENMAS : Pintar sekali
Nazi itu. Gampang, seperti “telur Columbus”, bukan?
SI TOKE : Tetapi kalau
barang dipakai disusutkan membikinnya, bukankah banyak pabrik yang terpaksa
ditutup pula? Kalau begitu partai Nazi itu tak akan mengurangi kaum penganggur
yang berjuta-juta itu, melainkan menambah.
SI GODAM : Penganggur yang
berjuta-juta itu dibawa masuk pabrik baru, pabrik membikin kapal terbang baru,
seperti Stuka, pabrik pembikin tank baru, senapan baru, meriam baru, bom baru,
pendeknya senjata baru buat memusnahkan sesama manusia.
SI PACUL : Saya
mencium-cium Jawa “Baru” di sini, Jawa Jepang! Rupanya dan namanya juga semua
baru, tetapi isinya kolot dan kontra-revolusioner, semuanya tindakan bersifat
kemunduran. Bukankah pembikinan senjata itu menggemparkan dunia, menimbulkan
kecurigaan di dunia lain dan mempertinggi hawa perang?
SI TOKE : Undang-undang
ekonomi memang tak terlanggar. Karena jumlah gaji kaum buruh sama dengan jumlah
harga barang dipakai.
SI PACUL : Memangnya
meriam raksasa, tank raksasa, stuka dan bom raksasa itu tidak akan dipakai? Aku
lihat Rencana Ekonomi fasis itu kontra-revolusioner terhadap kaum buruh di
dalam negeri dan imperialis terhadap negara luar. Jerman Nazi pasti akan
menerkam negara lain. Yang belum diketahui cuma siapa yang akan diterkamnya
lebih dahulu!
SI GODAM : Itulah yang
kumaksudkan dengan jalannya Rencana Nazi! Rupanya pendek dan bagus. Tetapi
membawa ke medan peperangan.
MR. APAL : Bagaimana juga,
perlulah kau terangkan, Dam, apa lagi dasar dan tindakan yang diambil oleh Jerman
Nazi. Bukankah pertama pemerintah Nazi lebih banyak campur tangan dalam hal
membereskan perekonomian terhadap kaum kapitalis Jerman daripada Roosevelt
terhadap kaum kapitalis Amerika? Bukankah pula rakyat Jerman selama membikin
alat senjata perang itu masih perlu makanan dan pakaian? Bukankah pula mereka
perlu beli makanan dan pakaian lebih mahal kalau mereka mesti beli makanan dan
pakaian yang dimasukkan dari luar negeri?
SI GODAM : Perkara pertama
campur tangan terhadap kaum kapitalis, boleh jadi Hitler secara lahirnya,
kelihatan saja lebih berkuasa daripada Roosevelt. Tetapi lahirnya saja juga
Hitler terikat oleh kaum kapitalis walaupun kaum kapitalis itu dipaksa menanam
modalnya dalam perindustrian perang. Bagaimana juga perekonomian Jerman tetap
tinggal kapitalis. Tetapi tentang barang-pakai yang disebut Mr. Apal itu memang
adalah salah satu kunci terpenting pula buat membuka rahasianya Rencana Nazi.
Barang-pakai itu tidak bisa terbatas pada barang pembunuh sesama manusia saja.
Barang-pakai seperti makanan dan pakaian terus perlu buat 70 juta rakyat Jerman
itu. Kalau barang itu tak dibikin, maka rakyat Jerman terpaksa mendatangkan
barang itu dari luar. Inilah yang mereka tak setujui. Politik Nazi kita kenal
sebagai autarki, ialah menghasilkan barang atas dasar kekuatan (bahan dan
tenaga) diri sendiri. Sebab tak ada getah tumbuh di Jerman, maka mereka carilah
rumput yang zatnya bisa disaring dan dicampur dengan zat lain supaya menjadi
karet. Karena Jerman amat kekurangan minyak, maka mereka saringlah minyak itu
dari batu arang yang banyak didapat di Jerman. Kalau tak ada ulat sutera, maka
mereka carilah pula tumbuhan yang bisa disaring dan dicampur zatnya dengan
menjadikan sutera. Memang Jerman sudah terkenal sebagai Negara Jempol dalam hal
membikin ERSATZ, ialah barang gantian itu. Rencana ekonomi Nazi memang
dipusatkan ke Ersatz ini. Kalau Jerman Nazi bisa mengadakan barang-pakai itu,
berupa ERSATZ, lebih murah dari barang luar yang dimasukkan, maka akan jayalah
siasat Jerman Nazi.
SI TOKE : Jadi Rencana
Ekonomi Nazi dipandang dari penjuru politik bersifat kontra-revolusioner ke
dalam dan imperialistis ke luar. Inilah yang sudah dikatakan oleh Pacul tadi,
bukan? Dari penjuru ekonomi, maka siasat Nazi rupanya berdasarkan penghasilan
“senjata” dan Ersatz.
SI GODAM : Tepat, Kek,
semuanya membawa Nazi ke medan perang, bukan?
DENMAS : Terang begitu,
Dam! Rencana Nazi rupanya rencana perang! Rencana ini memang cocok dengan
semangat JUNKER alias Ningrat Jerman. Rencana Nazi itu dalam garis besarnya
memang jaya, bukan? Dunia hampir takluk pada Jerman Nazi. Kalau negara yang
sudah rusak ekonominya di masa Perang Dunia 1914-1918 seperti Jerman, dan
diremukkan pula selama 14 tahun sesudah perang itu oleh gencatan Sekutu, kalau
Negara yang kurus kering macam itu, dalam lebih kurang 7 tahun saja bisa bangun
dan mengancam seluruh dunia lainnya yang lebih kurang 30 kali besar penduduk
Jerman, bukankah ini berarti Rencana Nazi itu jaya?
SI PACUL : Engkau ini
bersabda seperti Zarathustra sendiri, Denmas! Friedrich Nietzsche akan senyum
menerima engkau seperti “übermensch” di Indonesia. Dan Von Berhardi sendiri
akan bangkit dari kuburnya memberi selamat kepada engkau! Bukankah begitu Raden
Mas Panji Singodimedjo? Tetapi untung pula di atas meja saja! Saingannya sudah tak
ada lagi dan kukunya sudah tumpul pula! Ditumpulkan imperialisme Belanda selama
350 tahun...... Paling banyak juga bisa menangkap cerutunya Van Mock saja!!
DENMAS : Bukan bermaksud
Indonesia hendaknya kumau berperang, Cul...... Jangan bicara begitu, Cul .....
!
SI TOKE : Tetapi Rencana
Nazi memang berdasarkan kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar!
Akibatnya ialah peperangan. Sesungguhnya peperangan tak bisa dihindarkan oleh
Rencana yang semacam itu ...... Tetapi bagaimana Rencana Ekonomi fasis Italia?
SI GODAM : Rencana fasis
Italia yang dipastikan buat sekian tahun (5 atau 3 tahun) seperti di Rusia dan
Jerman tak kukenal. Tetapi pasti Mussolini, bapanya aliran fasisme dunia campur
tangan dalam urusan dalamnya kaum kapitalis Italia. Lagipula perekonomian
Italia juga berupa kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar. Ingatlah
saja semua kumpulan dan rapat buruh yang dibubarkan oleh Mussolini dengan
senjata. Betul perindustrian perang Italia tak mengejutkan dan menakutkan dunia
seperti perindustrian Jerman. Tetapi Mussolini juga memusatkan perhatiannya
kepada alat perang seperti kapal terbang yang lebih cepat dan lebih tangkas
berjuang. Tampaknya pula kaum kapitalis Italia dan kaum ningrat Italia lebih
terkendali oleh Mussolini daripada kaum kapitalis dan ningrat Jerman oleh
Hitler. Tetapi politik dan perekonomian Italia, ber- atau tak berencana menuju
dan tiba pada Perang Dunia juga. Demikianlah politik ekonominya Jerman Nazi,
seperti juga politik ekonominya Italia, yang didasarkan atas kontra-
revolusioner ke dalam dan imperialisme ke luar itu berakhir dengan keruntuhan!
SI PACUL : Sekarang kita
sampai kepada Rencana Ekonomi Sosialis!
SI GODAM : Baiklah
dibicarakan dalam pasal khusus.
C. RENCANA EKONOMI SOSIALIS
DENMAS : Sudah sampai kita
sekarang ke Rencana Ekonomi berdasarkan Sosialisme.
MR. APAL : Seperti biasa
tentulah lebih dahulu kita mesti selidiki dalam suasana bagaimana Rencana
Sosialis itu dijalankan. Pada suasana itulah tergantungnya KEKUASAAN dan CARA
menjalankan rencana itu.
SI PACUL : Suasana itu
tentulah berhubungan dengan keadaan ekonomi dan politik, bukan?
MR. APAL : Benar keadaan
sosial dan lain-lain tentulah terbawa oleh keadaan ekonomi dan politik itu
pula. Di Inggris sekarang keadaan politik-ekonomi itu berlainan daripada di
Rusia tahun 1927, ketika Pemerintah Soviet hendak menjalankan rencana ekonomi
itu. Inggris mempunyai Parlemen yang tertua di dunia. Sedangkan Soviet Rusia
tahun 1927 itu belum mengenal pemerintahan secara parlementer itu. Baru saja 10
tahun Rusia lepas dari pemerintah Tsar yang sewenang-wenang itu. Inggris
mempunyai kelas-tengah yang sadar dan akan menghalang-halangi suatu tindakan
sosialis. Rusia tak mempunyai kelas-tengah yang kuat seperti di Inggris itu.
Inggris mempunyai Industri Berat dan Mesin-Induk, yakni mesin pembikin mesin
yang sempurna buat abad ke 20 ini. Rusia tahun 1927 mesti mulai mengadakan
Industri Berat dan Mesin-Induk itu.
SI PACUL : Ringkasnya
Inggris sekarang mempunyai Parlemen, Rusia tahun 1927 tak mengenal Parlemen. Inggris
sekarang punya kelas-tengah, ialah kontra-revolusioner tersembunyi. Rusia tidak
atau sedikit mempunyai, kalau dibandingkan dengan Inggris. Inggris punya
Mesin-Induk yang sempurna, Rusia tahun 1927 sama sekali tidak.
SI TOKE : Ya, kalau begitu
Inggris tak bisa menyusun Rencana Ekonomi itu secara langsung, terpusat dan
menjalankan rencana itu dengan cepat, yakni kalau kaum borjuis Inggris yang
insaf dan kuat itu mengizinkan rencana sosialistis itu. Rusia (1927) bisa
menyusun dan menjalankan rencana itu dengan tersusun, terpusat pada satu
kekuasaan, ialah kekuasaan Proletar.
MR. APAL : Inggris mesti
membagi-bagi kekuasaan itu di antara borjuis-ningrat atau ningrat-borjuis
dengan kaum-tengah dan kaum-buruh. Jadi di sana “seandainya” Rencana itu
disetujui rakyat, maka Parlemen mesti mempunyai sebagian kekuasaan. Kementerian
sebagian pula, Pakbon sebagian lagi. Serikat-tani, para-pembeli (konsumen) dan
serikat kapitalis tak pula boleh ketinggalan. Maklumlah di negara demokratis
itu semua golongan dan sekalian yang berkepentingan tak boleh dilampaui.
Semuanya mesti dirembukkan lebih dahulu dan dimufakati lebih dahulu. Di Soviet
Rusia tahun 1927 kaum modal dan ningrat itu sudah lenyap sama sekali.
Kaum-tengah, ahli dalam mengomong dan mengkritik itu sudah tak ada pula
kekuasaannya. Partai Komunis yang memeluk semua kekuasaan dan kekayaan negara
dengan lekas dan secara praktis bisa menyusun rencana sosialistis, menjalankan
dengan cepat dan mengawasi serta memperbaiki jalannya itu menurut kepentingan
satu kelas saja, ialah kelas pekerja.
SI TOKE : Kalau Inggris
sudah melakukan revolusi-sosialnya, apakah kelak KEKUASAAN dan CARA menjalankan
Rencana Ekonomi tak akan sama dengan di Rusia tahun 1927?
SI GODAM : Juga tidak!
Sejarah yang sudah dilalui rakyat dari suatu negara itu terus mempengaruhi jiwa
dan tindakannya rakyat itu. Sejarah politik Inggris akan terus mempengaruhinya.
Tiadalah orang Inggris akan sama sekali lepas dari pengaruh sejarahnya yang
berhubungan dengan iklim negaranya, suasana politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaannya di zaman lampau. Memang sejarah dan suasana itu mengubah pula
jiwa dan lakunya rakyat itu. Tetapi karena suasana pada suatu tempat akan terus
berlawanan dari tempat lain, umpamanya karena berlainan iklim saja, maka jiwa
dan lakunya manusia di lain-lain tempat itu akan tetap mempunyai corak
sendirinya pula. Dalam garis besarnya Jiwa dan Lakunya atau watak manusia itu
memang sama di seluruh muka bumi ini. Tetapi dalam garis kecilnya ada
berlainan. Perhatikan sajalah Jiwa dan Lakunya turunan berlainan bangsa itu
bersamaan atau hampir bersamaan hak dan kewajibannya.
SI PACUL : Wah, Dam,
rupanya engkau ini lari kencang lagi menurun ke lembah filsafat. Aku mesti
tangkap lengan bajumu dan bawa kembali engkau ke perbandingan Inggris dan Amerika
dalam ekonomi dan politik. Engkau sudah majukan perbedaan dalam hal bentuknya
kekuasaan yang akan menjalankan rencana itu di Inggris dan Rusia. Tetapi
kekuasaan tetap kekuasaan, bukan? Jadi mesti ada pula persamaan isinya pada ke
dua Negara tadi, maka keduanya bisa dinamakan kekuasaan.
SI GODAM : Memang ada!
Kekuasaan atas Rencana Ekonomi Sosialis di kedua negara tersebut sama-sama
mengandung tiga kewajiban atau jabatan.
SI PACUL : Apakah jabatan
yang tiga itu?
SI GODAM : Pertama,
jabatan menyusun rencana. Kedua, mengadakan rencana. Ketiga, mengawasi rencana.
SI TOKE : Di negara
demokratis sudahlah tentu tiga jabatan itu dipisah-pisahkan pula.
SI GODAM : Memang begitu.
Di negara sosialis seperti Rusia yang diperintahi oleh satu partai saja betul
tiga jabatan itu dibedakan, tetapi tiada dipisah-pisah seperti di negara
demokratis kapitalis itu.
DENMAS : Jadi yang
membikin, menjalankan, dan mengawasi orang itu juga. Jadi umpamanya kalau si A,
B, C, D yang menyusun maka si A, B. C, D pulalah yang menjalankan dan
mengawasinya? Akibatnya tiadakah seperti di zaman yang selalu dicela itu, di
mana kekuasaan menangkap, memeriksa perkara, menghukum, dan menjatuhkan hukuman
di tangan satu orang itu juga, atau beberapa biji orang “sekonco”?
SI GODAM : Dalam partai
Komunis itu bukannya ada 1 atau 4 orang saja, Denmas. Di dalam partai itu semua
orang tentulah sama-sama berpaham komunis. Tetapi tidak satu saja pikiran,
kemauan, dan perasaan ribuan komunis dalam partai sebesar itu! Lagipula kalau
saya tak salah maka di Rusia pun dipisahkan jabatan menyusun rencana itu dengan
jabatan menjalankan dan mengawasi.
SI PACUL : Bagaimana
memisahkannya?
SI GODAM : Saya kurang
mendapat keterangan dan banyak kelupaan. Tetapi saya pikir rencana itu disusun
di pusat. Tetapi pengawasan di daerah. Walaupun dipisahkan, bukanlah pemisahan
berlaku seperti di negara kapitalis. Baik di pusat ataupun daerah yang berkuasa
itu ialah satu kelas ialah kelas proletar. Kepentingan mereka adalah satu,
ialah kepentingan kaum proletar. Paham yang dijunjung pun cuma satu saja ialah
komunisme atau sosialisme. Jadi kepentingan sama dan tujuan sama.
SI TOKE : Sekarang sudah
sedikit terang bagiku apa badan kekuasaan dan jabatan (fungsi) masing-masing
kekuasaan. Kalau aku tak salah maka jabatan menyusun rencana itu berbentuk satu
Panitia atau Komisi. Jabatan menjalankan rencana itu berbentuk satu
Kementerian. Akhirnya jabatan mengawasi rencana itu berbentuk satu
penyelidikan.
SI GODAM : Benarlah
begitu!
DENMAS : Kalau jabatan
menyusun itu berbentuk satu Panitia, maka Panitia semacam ini mesti diberi
kekuasaan penuh buat mencari keterangan yang berhubungan, bukan? Terutama pula
yang berhubungan dengan Ekonomi. Pekerjaan menyusun atau lebih tegas, pekerjaan
menakar ini mestinya pekerjaan ahli.
SI PACUL : Tetapi kalau
Jabatan atau Panitia Penyusun sudah membikin suatu Rencana, siapakah yang mesti
memutuskan betul atau tidaknya taksiran Panitia itu?
DENMAS : Tentulah para
ahli tadi bersama-sama dengan pengurus industri.
MR. APAL : Pemerintah dan
Dewan Perwakilan bukankah mesti ikut pula merundingkan dan memutuskan benar
atau tidaknya Panitia itu?
SI GODAM : Para ahli, para
pengurus industri, Kementerian beserta Dewan Perwakilan Rakyat memang mesti
ikut berunding dan memutuskan. Tetapi juga tak boleh lupa wakil kaum pekerja
yang tersusun dalam berbagai Pakbon. Apalagi wakil kaum pemakai (konsumen) yang
jutaan itu tak boleh pula ditinggalkan. Kebanyakan mereka yang disebut di
belakangan ini sudah tersusun dalam koperasi. Ajaklah pula wakil koperasi itu berunding
dan memutus! Ingat bahwa Rencana itu ialah buat masyarakat seluruhnya. Bukanlah
buat satu golongan saja, berapapun besarnya golongan itu.
MR. APAL : Akhirnya
Jabatan Pengawas itu mestilah mempunyai penyelidik yang bepergian ke sana-sini.
SI GODAM : Mestinya
begitu.
DENMAS : Sekarang sudahlah
terang bagiku Kekuasaan atas Rencana Ekonomi itu. Nanti akan dirundingkan pula
Cara menjalankan rencana itu. Tetapi sebelum itu baik juga kau berikan sekali
lagi ketetapan (definisi) Rencana itu.
MR. APAL : Dulu sudah
ditetapkan bahwa Rencana Ekonomi ialah daya upaya memasyarakatkan
Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.
SI GODAM : Benar, definisi
ini memang sudah cukup. Tetapi ada definisi yang lebih penuh dan lebih cocok
dipakai menaksir.
SI PACUL : Cobalah
sebutkan!
SI GODAM : Rencana Ekonomi
ialah urusan perekonomian yang teratur dengan maksud supaya produksi cocok
dengan konsumsi, serta berdasarkan hidup sama-rata dan tolong bertolong.
SI PACUL : Betul, ekonomi
itu mestinya teratur, bukan lagi anarkis seperti di zaman kapitalisme. Produksi
mesti diimbangkan dengan konsumsi. Dengan begitu maka krisis itu terhindar.
Dasarnya ialah sama-rata dan tolong bertolong. Memang ini dasar sosialisme.
MR. APAL : Kurasa definisi
di belakang ini memang lebih praktis, lebih enteng kalau dipakai buat menaksir!
Bukankah yang terutama sekali ialah hasil mesti lebih dahulu disamakan dengan
pemakaian?
SI TOKE : Terang semuanya
buat aku. Sekarang CARANYA hitung menghitung dalam pekerjaan mencocokkan hasil
dan pemakaian itu.
SI GODAM : Cara yang
gampang dan pasti tentulah tak ada. Rencana yang berarti juga satu taksiran itu
mengandung kesilapan. Sedangkan menaksir banyak telur yang akan menetas saja
bukan satu perkara yang selalu bisa dilakukan dengan tepat. Apalagi menaksir
banyaknya hasil yang mesti tak lebih dan tak kurang dari pemakaian dalam suatu
negara. Menaksir dalam hal ini selalu berarti mencoba menghitung lebih dahulu.
SI PACUL : Teruskan Dam!
Tetapi hendaknya lebih mengenai bukti yang nyata.
SI GODAM : Belum bisa aku
berbicara nyata-pasti, Cul. Ada lagi satu perkara yang mesti kukemukakan
sebagai petunjuk buat suatu Rencana, Cul.
SI PACUL : Petunjuk
apapula lagi, Dam?
SI GODAM : Lebih gampang
pekerjaan taksir-menaksir buat satu negara yang agak kecil tetapi mempunyai
bahan lengkap, daripada satu negara besar yang penduduknya rapat dan takaran
hidupnya rendah. Gajinya rendah, persaingan antara tenaga dan tenaga amat
hebat.
SI PACUL : Belum kulihat
seluruhnya arti kalimat itu. Tetapi sudah kurasa. Bukankah gaji itu perlu buat
membeli hasil? Jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji. Makin tinggi
gaji makin bisa ditinggikan hasil, makin rendah gaji makin susah meninggikan
hasil, bukan?
SI GODAM : Sampai sekian
benar, Cul. Simpulan ini boleh kita pakai sebagai pedoman. Simpulan yang kedua:
Sebelum cukup banyaknya industri enteng, susahlah kita menimbulkan industri
berat, Industri-Induk.
SI TOKE : Ini aku bisa
tangkap artinya. Sebelum cukup banyak pabrik (pabrik kina, pabrik kain,
obat-obatan, minum dsb), sebelum itu, tentu susah buat mengadakan Mesin-Induk
yang mesti bikin mesin buat pabrik teh, kina, kain, obatobatan, minuman dan
lain-lain itu. Bukankah pula hasil Pabrik-Induk mesti seimbang dengan hasil
yang berupa mesin buat industri ringan?
SI GODAM : Tepat, Kek!
Petunjuk yang ketiga ialah industrialisasi, atau rencana menukar
Negara-Pertanian menjadi Negara- Perindustrian. Lambat jalannya pada permulaan,
tetapi semakin lama semakin cepat.
SI TOKE : Mestinya begitu
Dam. Tak bisa dilakukan sekali jalan saja. Apa lagi petunjuk yang perlu
diperhatikan? Cobalah sebutkan.
SI GODAM : Penting pula
artinya buat Indonesia ialah: negara kecil tak bisa mengadakan rencana yang
sempurna, terpisah dari negara besar. Jadi buat negara kecil susahlah kalau tak
mustahil mengadakan Ekonomi Teratur itu.
SI TOKE : Gampang
dimengerti Dam! Bagaimana negara kecil bisa memakai Mesin Raksasa, mesin modern
yang hasilnya melambung cepat dan tinggi, kalau rakyatnya sedikit! Bukankah
rakyatnya yang pertama mesti jadi pembeli? Negara asing tak selalu bisa
diharapkan. Negara asing berhak dan mungkin menutup pintu pagarnya
sewaktu-waktu. Satu Rencana Penghasilan yang pasti mesti didasarkan pula atas
pembelian, ialah pemakaian yang pasti. Terlampau kurang pembeli kalutlah
Rencana yang semolekmoleknya di atas kertas itu.
SI PACUL : Kulihat dalam
hal jual beli memang engkau jempol juga, Kek. Tidak percuma rupanya engkau ini
bekas-toke!
SI TOKE : Perkara dulu
tinggal dulu, Cul! Bukankah aku bangkrut sebab ikut-ikut Godam pula dalam
pergerakan?
SI PACUL : Tak apa
bangkrut itu, Kek. Nanti kuusulkan engkau jadi Menteri Rencana Ekonomi!
SI TOKE : Memangnya aku
ini bergerak buat cari pangkat, Cul! Jangan begitu Cul!
MR. APAL : Semua petunjuk
itu memang perlu. Sekarang cobalah bentangkan teknik MENAKSIR itu, yakni
menyusun rencana itu.
SI GODAM : Berat rasanya,
Pal. Terlampau banyak yang mesti dirundingkan!
SI PACUL : Ambil sari
perkara saja, atau perkara sari saja.
SI TOKE : La! Lihat, si
Pacul jadi ahli filsafat pula.
SI GODAM : Karena sari
Rencana itu ialah menaksir hasil yang cocok dengan pemakaian, maka perlulah
direncanakan:
l. Industri umumnya;
2. Mesin khususnya.
Keduanya mesti dicocokkan dengan:
3. Gaji, dan
4. Perdagangan masuk dan
keluar Negara.
SI TOKE : Mudah kumengerti
kalau kau susun begitu, Dam! Mestinyalah yang l) yaitu industri itu (termasuk
juga pertanian), yang tentunya bergantung pada kekuatan 2) mesin itu,
diimbangkan, dicocokan dengan 3) yakni gaji. Bukankah jumlah harga hasil mesti sama
dengan jumlah gaji? Dalam hal kekurangan mesin maka hendaklah kita periksa
hasil atau barang bahan yang bisa dijual di luar negara (ekspor), buat
memasukkan barang-mesin yang kurang buat dibeli (impor). Ringkasnya kita
cocokan dengan 4).
SI PACUL : Sekarang
laksanakanlah penaksiran itu, Dam!
SI GODAM : Pertama,
periksalah industri yang ada, pun periksalah lebih dahulu apakah suatu pabrik
bisa ditukar menghasilkan barang yang lain. Bukankah pabrik oto itu kalau
sedikit ditukar bisa menjadi pabrik mesin kapal terbang? Periksalah lagi apakah
satu cabang industri awak menghasilkan lebih atau kurang buat keperluan Negara.
Apakah harga itu yang dijual dalam negeri. Kalau hasil itu memang lebih murah
dan melebihi keperluan Negara, maka hasil lebih itu boleh dijual di luar negeri
buat membeli barang yang kurang.
SI TOKE : Pendeknya
ukurlah kekuatan industri awak. Kalau hasilnya bisa lebih dari keperluan dan
harganya cukup murah, maka keluarkanlah hasil lebih itu buat pembeli yang
kurang, mesin atau barang-pakai. Kalau perlu buat dipakai sendiri atau dijual
di luar negeri tukarlah kalau bisa satu pabrik buat barang ini menjadi pabrik
buat menghasilkan barang lain.
SI GODAM : Sesudah
ditinjau kekuatan industri awak ini, cocokkanlah jumlah pekerja dengan jumlah
industri yang ada atau akan diadakan. Kemudian periksalah pula apakah ada
pabrik lapuk. Yang saya maksudkan dengan pabrik lapuk itu ialah pabrik yang
lebih banyak memakan ongkos kalau dipakai daripada merusakkan pabrik itu sama
sekali. Yang lapuk itu baik diruntuhkan saja. Anggaran ongkos pabrik lapuk itu
buat mengadakan hasil baik dipakai saja buat mendirikan pabrik baru.
DENMAS : Sebutkanlah juga
semua industri yang terutama, Dam, supaya kita sedikit mendapat pemandangan.
SI GODAM : Aku susun saja
begini: Pabrik buat bangunan rumah, gedung, jembatan dll. Pabrik buat perhiasan
rumah, tikar, cat dinding dsb, jam, makanan, minuman dsb. Pabrik buat kain,
benang, pencelupan dll. Pabrik buat pengangkutan, kereta, oto, kapal air dan
udara, baja, besi dll. Tambang arang, minyak, besi, timah, tembaga, bauksit
dsb. Pabrik obat-obatan dll. Di Indonesia juga pabrik teh, kina, kopi, gula,
karet dll.
SI TOKE : Cukuplah rasanya
kita meninjau kekuatan industri awak. Jadi pabrik yang kurang ditambah dan
pabrik yang menghasilkan lebih dijual hasil lebihnya itu buat pembeli pabrik
yang kurang. Sekarang tinjaulah permintaan (demand) berhubung. Dengan keperluan
pembeli.
SI GODAM : Ingatlah bahwa
keperluan itu bertukar kalau takaran hidup itu bertukar pula.
SI PACUL : Pastikan Dam!
SI GODAM : Kalau
seandainya gaji seseorang cuma f 0,50 sehari, bukankah yang dipikirkannya cuma
makanan saja? Kalau gajinya menjadi f 2 barulah dipikirkannya membeli kain.
Kalau takaran hidupnya bertambah pula barulah dia memikirkan membeli vulpen, sepeda,
radio oto dsb. Sepadan dengan naiknya takaran hidup setingkat demi setingkat
bertukarlah pula keinginan dan keperluan si pembeli.
SI TOKE : Memang, bermula
sekali dipikirkan oleh si pembeli ialah barang yang paling dibutuhi. Kemudian
baru dipikirkan membeli barang buat setengah kemewahan. Akhirnya barang buat
kemewahan semata-mata.
SI GODAM : Cuma ada satu
lagi peninjauan ialah meninjau apakah barang yang dihasilkan industri awak itu
cukup ataukah tidak buat kita?
SI TOKE : Kalau tak cukup
bagaimana?
SI GODAM : Jika perbedaan
ongkos suatu barang yang awak bikin dengan harga pasar barang itu tetapi
dimasukkan dari luar lebih besar dari perbedaan ongkos awak dengan harga barang
itu di pasar awak, maka baiklah barang itu dibikin di negara awak, walaupun
ongkos pada permulaan membikinnya sedikit besar.
SI PACUL : Tegaskan dengan
angka, Dam! Amat tinggi tergantung kalau kau susun begitu!
SI GODAM : Kalau ongkos
barang awak umpamanya 18 sen dan jualan barang asing semacam itu juga di pasar
awak 25 sen, jadi perbedaannya adalah 7 sen. Kalau ongkos barang awak itu 18
sen juga, tetapi jualan di pasar awak cuma 20 sen, jadi bedanya cuma 2 sen,
walaupun sudah membikinnya dan ongkos awalnya lebih mahal.
SI TOKE : Semua permulaan
itu susah sekali. Lambat betul membikin sesuatu pada semua permulaan itu.
Lagipula banyak barang bahan dibuang-buang. “Waste”, istilah yang dipakai dalam
ekonomi! Sebab itulah ongkosnya tinggi pula. Dengan bertambah lama pengalaman
berkuranglah barang terbuang-buang (waste) tadi. Jadi kalau diteruskan membikin
barang semacam itu besarlah pengharapan kita lambat laun akan mendapatkan
cabang industri nasional, baru, yang baik dan murah hasilnya. Tetapi bagaimana
kalau perbedaan harga tadi sebaliknya?
SI GODAM : Ya, baik kau
jawab sendiri, Kek!
SI TOKE : Kalau
sebaliknya, bukankah ini berarti barang-barang itu, lantaran bermacam-macam
sebab, tak mengandung harapan akan bisa kita bikin lebih murah dari barang
asing, walaupun pengalaman diperbanyak. Barangkali lantaran bahannya susah didapat,
atau lain-lain sebab. Dalam hal ini, aku pikir baiklah barang semacam itu kita
datangkan dari luar negeri saja! Toh tak ada salahnya bertindak begitu asal
saja cocok dengan undang-undang ekonomi?
SI GODAM : Memang begitu,
Kek. Manfaatnya juga banyak buat hubungan baik antara satu negara dengan negara
lain. Perdagangan itu adalah satu perkara yang merapatkan bangsa dengan bangsa,
negara dengan negara. Tak perlu semua barang itu kita sendiri yang membikin.
Asal Industri-Induk sempurna di tangan kita, tak ada salahnya kalau hasil
barang industri enteng kita datangkan dari luar. Yaitu kalau ongkos membikinnya
sendiri akan terlampau tinggi dibanding dengan ongkos luar negeri. Tetapi
baiklah jangan kita lanjutkan persoalan ini. Baiklah kita rundingkan sekarang
perkara CARA membagikan gaji. Penting bukan?
SI PACUL : Tentulah
penting sekali!
SI GODAM : Awalnya
pembagian gaji itu boleh dijalankan atas dua macam. Pertama pada tingkat
sosialisme yang sudah sampai ke tingkat komunisme. Kedua pada tingkat sosialisme
itu sendiri. Pada tingkat komunisme tiap-tiap orang itu bekerja menurut
kecakapannya dan mengambil hasil usahanya. Inilah tingkat tertinggi dan belum
tampak kapan akan tercapainya tingkat ini. Tetapi sebagai pedoman hidup, maka
ideal atau idaman pembagian secara komunis itu perlu senantiasa dipercermin.
SI PACUL : Apakah cara
pembagian di tingkat kedua?
SI GODAM : Tingkat ini
kita capai apabila kita sampai ke tingkat sosialisme, ialah apabila semua alat
penghasilan dalam kapitalisme sudah dimiliki oleh masyarakat. Pada tingkat ini
mungkin dipakai uang, dan gaji dibayar “menurut kecakapan si Pekerja”. Jadi si
Pekerja masih menerima gaji. Tetapi mungkin pula pemberian itu sebagian berupa
gaji menurut kecakapan, dan sebagian lagi berupa “bagian-sosial”. Yang terakhir
ini berarti bahwa pembagian itu rata buat orang dewasa serta rata pula buat
kanak-kanak. Bagian ini ialah bagian tiap-tiap anggota masyarakat yang kerja.
Ini misalnya saja! Tiap-tiap negara sosialis dalam keadaan istimewa boleh pula
mengambil tindakan istimewa. Asal saja kita jangan lupa akan pedoman komunisme
di atas.
SI TOKE : Kita andaikan
saja kita memakai sistem kembar, yakni sebagian dibayar sebagai gaji dan
sebagian “bagiansosial”. Barangkali ini cocok dengan tingkat pertengahan
(kompromis). Tetapi bagaimana menaksirnya?
SI GODAM : Agak susah
sedikit menerangkannya dengan pendek. Tetapi perlu juga diberikan garis
kasarnya pembagian hartapencaharian Negara berdasarkan sosialisme pada tingkat
pertengahan itu. Misalkan satu negara! Andaikan dalam Negara itu ada 25.000.000
keluarga, terdiri dari ibu-bapak dan 2 anak belum baligh.
Andaikan jumlah
pencaharian Negara itu setahun 4.500.000.000
Andaikan “bagian-sosial”
jumlahnya seharga 2.000.000.000
Andaikan buat kelunturan
mesin setahun 500.000.000
Andaikan bunga uang dan
sewa dihapuskan jadi 0
Untung yang dibagikan pada
kapitalis sudah dihapuskan pula 0
JADI SISA BUAT GAJI
2000.000.000
Yang 2000.000.000 itulah
yang akan dibagikan kepada pekerja menurut kecakapan, kepada 25.000.000 keluarga
tadi.
SI TOKE : Jadi gaji itu
masih bertinggi berendah menurut kecakapan, bukan? Memang kalau tak begitu yang
rajin jadi malas, sebab manusia sekarang masih mempunyai semangat perseorangan.
Tetapi kalau hasil sudah melambung dan didikan sosialisme sudah lebih mendalam,
maka sistem gaji ini bisa dihapuskan sama sekali. Jadi nanti tiap-tiap pekerja
akan menerima “bagian sosial”-nya. Bukan begitu, Dam? Tetapi bagaimana rupanya
bagian sosial itu?
SI GODAM : Apabila
tiap-tiap orang sudah menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat,
maka ibu-bapak mendapat
umpamanya 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-
anaknya 2 orang mendapat 2
x f 4,- (seminggu) = f 8,-
bapaknya kerja istimewa f
4,- = f 4,-
JUMLAH(seminggu) = f 20,-
Jadi satu bulan 1 keluarga
tadi mendapat f 80,- misalnya saja. Bagian setiap keluarga tentunya mesti
berhubungan dengan banyaknya penduduk pula, jumlah hasil negara, takaran hidup
dsb. Ini garis besarnya saja, sebagai contoh. Ada banyak perkara lain yang
bersangkutan. Tetapi bukankah aku menulis brosur lagi kalau kuteruskan?
SI TOKE : Jadi sebagai
cermin saja! Bagaimanakah keadaannya Rencana Ekonomi Indonesia?
SI PACUL : Tunggu dulu,
Kek! Engkau ini pada perundingan ini kulihat terlampau giat. Kalah kegiatan Mr.
Apal, Denmas, dan aku dikumpul menjadi satu. Rupanya engkau tertarik betul oleh
Rencana Ekonomi ini. Tetapi mesin sekalipun membutuhkan bensin. Apalagi Godam,
yang tak berhentinya diserang oleh pertanyaan dari kanan kiri.
V. RENCANA EKONOMI UNTUK INDONESIA
SI PACUL : Sekarang kita sudah
sampai ke langkah penghabisan. Tibalah waktuaya buat kita memeriksa semua
kemungkinan untuk melaksanakan Rencana Ekonomi itu di kepulauan Indonesia ini.
Baiklah Mr. Apal saja membentangkan suasana politik, ekonomi dan sosial di
Negara ini.
SI TOKE : Cul! Tadi aku
kau tuduh aku terlampau giat! Memang kuakui bahwa semangatku masih meluap.
Semua syarat buat menceraikan suasana itu masih segar-bugar dalam ingatanku.
Izinkanlah aku mencoba membentangkannya.
SI PACUL : Benarlah pula
usulmu itu, Kek. Bukankah kita ini calon guru kaum proletar yang sebagian besar
itu belum lagi sadar?
SI TOKE : Tentang suasana
itu banyak kulihat persamaan Indonesia ini dengan Rusia. Pertama Rusia tak
mempusakai sistem parlementer. Indonesia juga tidak. Kedua, Rusia tidak mempunyai
kelas-tengah yang kuat buat menghalanghalangi tindakan sosialistis. Pun
Indonesia tidak mempunyai. Rusia boleh dikatakan tak mempunyai Mesin-Induk,
demikian juga Indonesia.
MR. APAL : Memang semua
persamaan yang kau sebutkan itu benar. Tetapi ada perbedaan besar yang juga
berhubungan dengan suasana itu. Pada tahun 1928 (?) ketika Rusia menjalankan
rencana 5 tahun, dia sudah lebih kurang 10 tahun mempunyai Pemerintah Komunis.
Semua kekuasaan ada di tangan kaum proletar. Bagaimana Indonesia sekarang (27
November '45)? Surabaya, kota perindustrian terbesar di Indonesia sedang
dihancurkan Inggris-Nica dengan pelor dan bom, dari darat, laut dan udara. Kita
sedang membela kemerdekaan kita dengan senjata yang belum sampai 1% dari
senjata musuh banyaknya dan kualitetnya. Bagaimana bisa kita menyusun dan
menjalankan Rencana Ekonomi yang sempurna buat kita?
MR. APAL : Mulanya aku
sendiri mau mengusulkan Rencana waktu kita diserang dengan hebat itu. Tetapi di
belakangnya aku mengerti bahwa aku terlampau banyak dipengaruhi “buku”. Sesudah
kucoba berhubungan dengan keadaan yang sebenarnya, maka barulah aku insyaf
bahwa aku terlampau tinggi melayang di awang-awang.
SI PACUL : Kalau kuingat
perundingan lampau tentang dasar dan tekniknya Rencana itu, sebenarnyalah suatu
maksud mengadakan Rencana yang sempurna atau setengah sempurna adalah impian
belaka. Kalau ada Rencana dan memang mestinya ada Rencana, maka rencana itu
mestinya tak kurang dan tak lebih dari Rencana Ekonomi Berjuang.
SI TOKE : Tepat, Cul!
Sebutkan lagi sarinya dasar dan teknik Rencana itu!
SI PACUL : Dasar Rencana
itu ialah mencocokkan produksi dengan konsumsi. Tehniknya ialah meninjau
keadaan : l) industri, 2) kemesinan, 3) gaji dan 4) perdagangan luar negeri.
Baik dalam hal industri berat mauupun industri ringan kita banyak sekali
kekurangan mesin. Barang bahan kita benar pula lebih dari cukup buat dijual di
luar negeri. Jualan itu bisa dibelikan ke mesin yang kurang. Tetapi perdagangan
dengan luar negeri sama sekali terputus. Lagipula perindustrian Indonesia,
sebagai pusaka imperialisme Belanda, amat pincang. Pabrik buat barang-pakai
seperti kain dan lain-lain baru pada tingkat permulaan, tetapi tambang, pabrik
dan kebun buat menghasilkan barang yang dijual di luar negeri, seperti teh,
kopi, gula, minyak, timah, mas dll lebih daripada cukup. Di bawah telapak
serdadu Jepang banyak pula mesin yang dirusak atau diangkut ke luar Indonesia.
Indonesia dan dunia luar seolah-olah dipisahkan oleh jurang yang dalam dan
lebar. Indonesia kekurangan mesin dan kain, tetapi kebanyakan barang bahan.
Dunia luar sanggup menjual mesin pada kita dan membutuhkan bahan dari kita,
tetapi perniagaan sama sekali terhenti. Jurang tadi tak bisa atau belum bisa
dijembatani, selama Inggris-Nica menyerang Indonesia dan menghancurleburkan
kota Indonesia.
DENMAS : Nah, sekarang
“Jeruk Bali” yang kau hidangkan, Cul! Segar bugar! Sudah pandai pula engkau
memakai perkataan seolah-olah dan gambaran. Tetapi engkau jangan memikirkan
Rencana Ekonomi yang modern, yang sempurna saja, Cul! Bukankah di masa perang
ini pun kita mesti mengadakan rencana? Istimewanya dalam suasana perang inilah
kita mesti mengadakan rencana.
SI GODAM : Benarlah
begitu. Kita mesti tunda rencana besarbesaran dan rencana bertujuan jauh.
Rencana yang akan membawa kita ke zaman sentausa ialah apabila kita sudah
mempunyai Industri Berat, Industri Induk. Apabila kita sudah mempunyai Mesin
Membikin Mesin, yakni mesin pembikin lokomotif, pembikin mesin oto, kapal air
dan kapal terbang, barulah boleh kita tidur dengan perasaan lebih aman dan
meninggalkan anak cucu dan negara kita dengan hati aman tenteram. Sebelum
keadaan itu tercapai, belumlah berapa artinya suatu kemerdekaan, walaupun kita
memperoleh kemerdekaan 100% yang kita tuntut itu.
SI PACUL : Tetapi
kemerdekaan 100% itu pulalah yang sanggup memberi kesempatan kepada negara kita
buat mendirikan Mesin-Induk dan Industri Berat Nasional bukan?
SI GODAM : Benar Cul.
Sebab itu rencana kita sekarang ialah Rencana Ekonomi Berjuang buat mencapai
kemerdekaan 100% itu lebih dahulu. Bermula baiklah diingatkan suasana sekarang
ini, tegasnya ialah suasana dalam perjuangan.
DENMAS : Apa perkara
penting yang tampak di matamu dalam suasana berjuang ini, Dam?
SI GODAM : Banyak perkara
yang bisa menjadi sebab kemenangan atau kekalahan kita dalam perjuangan yang
mahadahsyat ini. Mahadahsyat dalam hubungannya dengan banyak kekurangan kita
dalam perjuangan. Kekurangan ini kelak akan kuuraikan lebih jelas dalam brosur
bernama Muslihat. Di sini kukemukakan beberapa perkara yang menguntungkan kita
saja. Karena perkara ini langsung bersangkutan dengan pasal Rencana Ekonomi
Berjuang.
SI PACUL : Jadi berhubung
dengan Rencana Ekonomi Berjuang ini menurut pikiranmu ada beberapa perkara yang
menguntungkan kita. Cobalah sebutkan atau uraikan pula perkara itu panjang
lebar.
SI GODAM : Belumlah sampai
temponya buat menguraikan perkara itu panjang lebar. Baiklah disebutkan saja
semuanya itu. Kalau perlu di sana-sini kutambah ssdikit penerangan.
SI TOKE : Mulailah, Dam!
SI GODAM : Semuanya ada
empat perkara yang nyata menguntungkan kita. Makin tahan lama kita berjuang,
makin nyata pula keuntungannya. Perkara itu:
l. Iklim. Lantaran tak ada
musim dingin di Indonesia, tanaman tumbuh 12 bulan setahun, sedangkan di negara
dingin cuma 6 bulan. Makanan mudah disiapkan, direncanakan, dan pakaian cuma
sedikit yang kita perlukan. Di pinggir-pinggir atau pinggang gunung kita bisa
hidup dalam pondok kecil meneruskan perjuangan, menghindarkan pesawat udara.
2. Penduduk Indonesia amat
banyak. Buat di belakang dan di depan medan peperangan lebih dari cukup
banyaknya prajurit. Kalau dari rakyat yang 70 juta itu diambil 10% orang
terkuat saja, kita bisa mendapatkan 7 juta prajurit buat garis depan. Yang 7
juta lagi buat garis belakang. Belum lagi terhitung kaum wanita yang amat
penting buat perjuangan ini.
3. Moral prajurit amat
menggembirakan. Semangat buat membela kemerdekaan dan keikhlasan berkorban buat
kemerdekaan belum pernah ternyata dan umum seperti sekarang. Lebih susah buat
seseorang pemimpin perang menahan prajuritnya bertarung daripada menyuruhnya
bertarung. Berebut-rebut prajurit yang mau maju ke garis depan, walaupun
senjatanya serba kekurangan.
4. Keadaan internasional
amat memuaskan. Belum pernah dunia internasional menaruh begitu banyak
perhatian kepada persoalan kemerdekaan Indonesia daripada sekarang ini. Secara
umum sehari demi sehari terdengar keras kian keras. Sebagian besar kaum buruh
dan sebagian dari kaum liberal dunia semakin menentang imperialisme
Inggris-Belanda dengan perkataan dan perbuatan. Semakin lama rakyat Indonesia
berjuang semakin besar kemungkinan secara umum akan memaksa imperialis Inggris-
Belanda menghentikan penyembelihan besar-besaran di Indonesia.
SI TOKE : Jadi berhubung
dengan 4 perkara itu muslihat apakah yang mesti dijalankan dan Rencana Ekonomi
Berjuang manakah yang baik dipakai?
SI GODAM : Terang muslihat
berjuang yang baik ialah mundur maju, muslihat gerilya. Mundur kalau berjumpa
dengan yang amat kuat. Maju dan terkam kalau musuh lengah dan kurang kuat.
Ekonomi Berjuang ialah menghasilkan dan mengatur hasil buat perang lama.
Ingatlah makin tahan lama perjuangan ini, makin baik buat kita. Buat musuh
makin silau matanya menentang obor kebenaran, makin lemah urat syarafnya
mendengarkan protes umum di dunia dan makin kosong kasnya buat melanjutkan
penyerangan biadab ini. Akhirnya pemerintah ceroboh imperialis itu akan
dijatuhkan oleh protes dan aksi umum yang ingin damai di dunia ini!
SI TOKE : Apakah perkara
ekonomi yang penting buat perang lama?
SI GODAM : Buat rencana
yang lebih lanjut periksalah semua syaratnya rencana ekonomi dalam pasal yang
baru kita uraikan, yaitu Rencana Ekonomi Sosialis! Perkara yang menyolok mata
di masa berjuang ini, ialah: l. Menambah makanan dan pembagian makanan. 2.
Mendirikan perusahaan tenun dan membagikan hasilnya. 3. Mendirikan pondok di
tempat aman sebagai persiapan buat penduduk kota. 4. Mengatur pertukaran
barang. 5. Mempersiapkan hubungan dengan luar negeri.
SI TOKE : Apakah tindakan
yang pertama mesti diambil?
SI PACUL : Saya pikir
mengadakan l) Panitia menaksir, 2) Jabatan menjalankan taksiran atau Rencana,
dan 3) Badan Penyelidik.
SI GODAM : Tepat, Cul!
Sebenarnya tak perlu saya uraikan lagi apa tindakan sesudah mengadakan Badan
itu yang mesti diambil. Semuanya itu sudah terkandung dalam pasal rencana
ekonomi sosialis tadi. Cukuplah di sini kalau disebutkan bahwa sesudah Badan
Kekuasaan tadi dibentuk, maka hendaklah diadakan penaksiran itu selekas
mungkin.
SI TOKE : Sebenarnyalah
mesti dicocokan semua hasil makanan, pakaian dan perkakas perumahan (di luar
kota) serta keperluan buat Jawa seluruhnya dengan keperluan dan permintaan.
Kalau ada kekurangan cobalah cari akal buat menambahnya. Barangkali kebun ini
mesti ditanami ini dan pabrik ini mesti ditukar dengan pabrik itu. Sesudahnya
adakanlah pendaftaran buat semua jenis pekerjaan, seperti pekerja besi, kain,
kereta, tambang dll. Tiap-tiap jenis pekerja itu mesti dibagi pula menurut
kepandaiannya. Di antara pekerja besi umpamanya berapa banyak tukang lebur,
tukang las dsb. Baru kita mendapat pandangan tentang banyak dan kesanggupannya
kaum pekerja kita. Apabila kita sudah mempunyai daftar yang sempurna, baru pula
kita bisa mengerahkan prajurit pekerja kita yang perlu, kalau kita sudah
mempunyai pendaftaran yang sempurna itu.
SI GODAM : Kalau tindakan
tersebut di atas sudah dijalankan di Jawa, sudah tentu Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara akan mengikut. Sebab itu semua tindakan di Jawa
itu mestinya tepat cepat.
SI TOKE : Memang begitu,
Dam! Indonesia ini bukan Jawa saja. Memang hubungan kita dengan seberang kini
amat terganggu. Tetapi kalau maksud dan tujuan itu sama, persatuan dalam
mengambil tindakan bisa didapat. Seberang seperti biasa siap setia akan
mengikuti Jawa.
DENMAS : Kalau kita dari
awal Republik didirikan bisa sedikit saja memandang ke depan dan memegang teguh
makna dan akibat kemerdekaan itu, maka kita tentu sudah mempunyai Rencana
Ekonomi Berjuang itu. Dengan itu kita akan jaya menangkis serangan Inggris-Nica
yang mesti datang menyerang kita. Saya bilang mesti, karena mengingat kebutuhan
imperialisme Inggris-Belanda sesudah Perang Dunia ini dan mengingat pula
sejarah imperialisme Inggris-Belanda dalam 350 tahun di belakang ini, di
seluruh pelosok dunia..
SI PACUL : Memang
pengharapan kosong itu terlampau banyak terselit dalam hati sanubari para
pemimpin kita. Tak perlulah nama si pemimpin itu kita sebut. Kita cukup
mengerti artinya persatuan di masa perang ini. Tetapi ingatlah saja perjanjian
Inggris dengan para pemimpin kita di Surabaya dan Magelang. Berapa banyak
korban mesti diberikan sesudah perjanjian itu, karena kita percaya pada suara
merdu dan janji muluk para pejabat yang terdesak itu.
MR. APAL : Memang aku
setuju penuh dengan perkataanmu. Tetapi engkau sedikit sesat kepada simpang
diplomasi. Baiklah kita kembali ke bagian ekonomi Rencana Ekonomi Berjuang itu.
Tiadalah akan begitu besar penderitaan mereka yang mesti meninggalkan rumahnya
di kota-kota dan lari tergesa-gesa ke desa-desa. Mereka akan bisa disambut
dengan persediaan makanan dan pomondokan, walaupun amat sederhana sekali.
Rakyat tak akan begitu kacau, kalut, dan prajurit kita tak akan begitu
terganggu hatinya melihat rakyat dalam kesusahan itu. Lagipula jika ada
persiapan di luar kota, maka rakyat dalam kota tak akan begitu berat hatinya
meninggalkan rumah tangganya, tempatnya bernaung berbulan-bulan barangkali
sudah bertahun-tahun.
DENMAS : Tak pula kurang
pentingnya perkara rencana pakaian. Aku menyaksikan sendiri seorang pemuda
remaja yang mendesak mengikut rombongan pergi menyerang. Pertama kusaksikan di
Banten. Di sana kulihat seorang pemuda pergi menyerang ke Kebayoran. Kedua,
pemuda lain yang “menyerbu” ke Surabaya. Mereka berangkat dengan tombak bambu
dan golok saja. Tak pula mereka tadi memakai pakaian militer. Bahkan bajupun
tak ada dipakainya. Tetapi mereka kembali ke desanya membawa beberapa pistol di
pinggangnya dan tommy-gun di bahunya!
SI PACUL : Bagaimana
perasaan Denmas melihat pemuda semacam itu? Mereka itu satria unggul, bukan?
DENMAS : Tetapi aku suka
dan sedih! Suka karena belum pernah aku seumur hidup menyaksikan bakti
kesatriaan bangsa Indonesia seperti sekarang. Sedih, melihat prajurit muda,
gagah perkasa itu cuma memakai celana buntung tak bersepatu dan berbaju.
Alangkah baiknya kalau diberi uniform, pakaian militer. Alangkah senang dan
girang hatinya sendiri. Alangkah pula besarnya minat dan keinginan bertarung di
antara teman sedesanya mereka itu, apalagi sesudah melihat temannya pulang
membawa oleh-oleh perang, tanda kemenangan. Rasanya brosur ini sudah terlampau
jauh melebihi brosur yang lain-lain.
SI PACUL : Sebagai penutup
ucapkanlah beberapa kalimat, Dam, sebagai simpulan yang penting.
SI GODAM : Kita di masa
penyerangan musuh sekarang dan di hari depan perlu mengadakan rencana. Bukan
buat mengadakan perekonomian yang kuat-kokoh. Buat ini kita tak diberi
kesempatan. Rencana Ekonomi kita ialah buat berjuang semata-mata. Berjuang
mati-matian, karena maksud musuh sudah terang seperti cahaya matahari.
Hendaknyalah dengan cepat tangkas kita mengadakan badan buat mengatur
penghasilan dan pemakaian buat berjuang. Hasil itu mesti dicocokan dengan
permintaan. Dalam pembagian hasil itu, sekarang uang Jepang itu masih dipakai.
Tetapi cetakan uang itu sudah direbut Nica. Uang Jepang itu sangat mengalutkan
perekonomian rakyat. Sudah sampai temponya sekarang buat Pemerintah Republik
mengambil tindakan mencegah merosotnya uang Jepang yang menaikkan harga barang
itu dan memutusasakan Rakyat Jelata. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil.
Pertama Pemerintah Republik bisa mencetak uang baru. Kedua, prajurit pekerja
dan perang bisa dikasih karcis sesudah menjalankan kewajibannya. Karcis itu
dibolehkan dipakai di pasar dan di toko. Ketiga, pakai sistem rakyat jelata di
zaman Jepang. Karena uang Jepang amat merosot, maka banyak rakyat di desa yang
tak mau lagi menerima uang. Mereka tukarkan telur, ayam, atau kerbaunya dengan
kain. Salah satu, dua, atau ketiganya sistem itu boleh dipakai. Tetapi boleh
atau tidaknya dipakai, perkara sepenting itu, karena mengenai seluruh rakyat
tak bisa diputuskan begitu saja. Lebih dahulu mesti diadakan perundingan yang
masak di antara para wakil rakyat jelata. Di sini cuma bisa dimajukan dasar
tindakan itu saja seperti di atas. Tetapi tindakan keuangan itu mesti lekas
diambil supaya semua penceroboh itu mati kutu. Perlulah pula selekas mungkin
diadakan hubungan dengan luar negeri! Maklumlah saudara artinya tindakan ini,
andaikan kita sudah siap dengan rencana ekonomi berjuang. Makanan cukup buat
rakyat dan prajurit, pakaian pun sudah mulai ditenun.Wanita sudah ikhlas
mengerahkan tenaganya buat mengurus dapur umum dan palang merah. Perkakas tenun
dengan tak berhentinya berputar oleh tangan wanita yang ingin menang, ingin
merdeka. Pembagian makanan dan pakaian berlaku dengan tetap teratur diselenggarakan
oleh laki-laki/perempuan tua dan muda dalam negeri. Di kaki dan pinggang
gunung, ratusan malah ribuan pondok siap sedia buat menerima penduduk kota yang
terpaksa menyingkirkan diri. Biarlah kaum imperialis membabi buta. Di udara dan
laut mereka bisa menang. Semua kota besar mungkin mereka bisa duduki. Tetapi
selama lembah, dataran, dan lereng gunung terus ditanami menurut rencana
ekonomi yang teratur rapi, selama semangat rakyat seluruhnya masih bulat
percaya pada Hak Kemerdekaannya, selama Tentara Rakyat masih pegang semangatnya
yang menyala-nyala itu, Saudara sekalian, akhirnya musuh mesti akan bertekuk
lutut dengan tiada perjanjian suatu apa. Sebelum imperialis itu meninggalkan
pesisir kita belumlah akan kita sarungkan belati kita ke sarungnya. Kembali
kita ke alam kita, ke penghidupan yang sederhana. Kita bisa dan kita terpaksa
berlaku begitu! Dengan hidup sederhana dan senjata sederhana kita bisa bertahan
bertahuntahun. Camkanlah bahwa kekayaan Indonesia yang istimewa itu mengizinkan
kita bertarung lama dengan hidup miskin. Semua kekayaan dan kemegahan Indonesia
itu kelak akan jatuh kembali ke tangan kita apabila kita sudah menang!
Semboyan kita: RENCANA
EKONOMI BERJUANG! KEMERDEKAAN 100%! RENCANA EKONOMI SOSIALISTIS!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar