Sabtu, 17 Oktober 2015

Masjid Syuhada Tabek Sariak (Salah Satu Masjid Tua di Sumbar)

Orang Sariak berasal dari daerah Pagaruyung Batusangkar. Mereka datang dengan tujuan untuk memperluas wilayah Pagaruyung. Orang Pagaruyung tersebut berjalan ke barat bersama dengan niniak mamak Datuak Tumangguang dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Sekelompok masyarakat tersebut sampai kira-kira di Lereng Gunung Merapi. Hasil penglihatan tersebut menurut pendapat mereka ada sumber kehidupan di daerah itu. Maka mereka menelusurinya, sampailah disebuah tempat dimana mereka menemui serumpun Batang Sariak. Batang sariak tersebut memiliki “miang” kalau kita menyentuhnya kita akan gatal-gatal. Dalam membersihkan batang sariak itu kelompok masyarakat tersebut mengalami kegatal-gatalan sehingga mereka pergi kesebuah kolam yang telah mereka temui sebelumnya untuk membersihkan badan yang kena miang tersebut, yang sampai sekarang kolam itu msih ada yang di kenal dengan Tabek Sariak.
Setelah selesai mandi, sekelompok masyarakat tersebut mengadakan rapat dan dihasilkan  kesepakatan bahwa daerah yang mereka temui itu diberi nama dengan SARIAK, pada abad ke-15.

Masyarakat Sariak membangun sebuak masjid yang megah bertingkat dua dengan cara bergotong royong. Masjid berdiri dengan megah di tepi mata air yang bersih yaitu Tabek Sariak. Kira-kira pada tahun 1800 (Sumber Profil Nagari Sariak Tahun 2002).

Berikut adalah penjelasan dari Angku Ono Dt. Palindih, mengenai sejarah berdirinya masjid Sarik di atas tanah wakaf di lingkungan tanah pusako milik kaumnya:

Alkisah di tahun 1800-an hiduplah tiga perempuan bersaudara, Tuo (nenek) Labu, Tuo Upik dan Tuo Tarimin di desa Sarik, Sungai Puar yang berhawa sejuk.Tuo Labu dikaruniai dua putra, Haji Sulaiman bergelar Sutan Sulaiman (di kemudian hari lebih dikenal dengan panggilan Inyiak Imam) dan adiknya, Haji Rasyad gelar Sutan Pasia yang belakangan lebih sering disebut Inyiak Pasia.

Tuo Upik mempunyai 6 anak, Latief, Sawiyah, Saribanun, Isam, Abbas dan Insah. Sementara Tuo Tarimin hanya dikaruniai anak tunggal, Ajo yang bergelar Dt Palindih.Setelah menikah, Tuo Upik bersama sang suami pergi merantau dan menetap di Padang Panjang.

Namun kepergiannya itu tidak berlangsung lama karenaTuo Upik sekeluarga didatangi oleh Inyiak Pasia dan dibujuk untuk pulang ke kampung halamannya, Sarik. Maklum dari ketiga bersaudara, hanya Tuo Upik lah yang memiliki anak perempuan yang diakui dan punya hak terhadap harta pusako kaum Dt. Palindih. Bisa dimaklumi, karena penduduk Minangkabau menganut prinsip matrilinial.

Diantara harta pusako yang dimiliki kaum Dt. Palindih adalah areal tanah/sawah dan sebuah tabek (kolam) dengan mata air jernih yang konon tidak pernah kering.

Menurut keterangan dari salah seorang Niniak mamak dari suku Sikumbang (Ono.E Dt Palindih) , Inyiak Pasia lah yang mulai membangun masjid Sarik dengan sepersetujuan Ajo Dt. Palindih. Persetujuan itu menjadi penting karena bangunan masjid didirikan diatas tanah wakaf pemberian keluarga Dt. Palindih. Inyiak Pasia (yang juga dipanggil Buya Angku Pasia) dulunya adalah guru sekolah agama sebuah pesantren di Kecamatan IV Angkat Candung (Tarbiyah Pasir). Kapan persisnya masjid ini dibangun, tidak ada yang  ingat. Tetapi yang jelas, ketika gunung Krakatau meletus di tahun 1883, masjid ini telah lama ada.

Inyiak Pasia, sang pendiri masjid Sariak telah lama tiada. Demikian pula Ajo Dt. Palindih yang tongkat penghulunya digantikan oleh sepupunya, Latief (Dt. Palindih). Ketika gelar Dt. Palindih dipegang oleh Johan (anak Sawiyah, cucu Tuo Upik yang kini juga telah almarhum) di tahun 70 an, beliau mendirikan sebuah surau bergonjong disamping bangunan masjid yang utama. Sekarang ini telah berdiri pula gedung sekolah MDA (diniyah) disamping masjid Sarik. Masjid Sarik sebagai salah satu masjid tertua di kabupaten Agam di jaman penjajahan cukup sering disebut dalam tulisan dan dokumentasi. Buku Tourism in the Netherlands Indies terbitan Batavia tahun 1938 memuat dua foto masjid tua di Sumatera Tengah yang salah satunya adalah Masjid Syuhada' Sariak. (keterangan ini penulis ambil dari tulisan Aswil Nazir di FB Urang Sariak).

Informasi mengenai Masjid Sarik ini bisa kita temui di buku “Masdjid dan Makam Doenia Islam”, cetakan Balai Poestaka–Weltevreden tahun 1926 yang memuat foto serta komentar singkat sebagai berikut: “Inilah seboeah lagi masdjid jang didirikan menoeroet matjam baroe. Masdjid Sarik ini boekan boeatannja sadja jang bagoes, tetapi letaknja djoega, disisimata air jang besar, di lereng goenoeng Merapi, berpemandangan bagoes ke kaki goenoeng Singgalang dan ke Fort de Kock. Menaranja jang tjantik itoe soedah roboh tatkala gempa boemi jang terdjadi dengan takdir Toehan di Soematera Barat”.

Informasi tambahan tentang masjid Sarik dapat pula kita temui di website rizalbustami.blogspot.com yang menuliskan sebagai berikut: Didirikan pertama kali tahun 1800-an. Semula bangunannya terbuat dari kayu kemudian diganti dengan tembok. Meski masjid ini berlantai dua, namun tidak menggunakan kerangka besi. Bahan perekatnya bukan pula semen, melainkan dari kapur sirih yang dicampur dengan pasir.   Seperempat abad setelah berdirinya masjid, tahun 1926 gempa bumi vulkanik dengan kekuatan 6,5 SR, yang terkenal dengan gempa Padang Panjang, menggoncangkan seluruh bangunan di sekitar Gunung Merapi. Ajaibnya, bangunan masjid tersebut tidak mengalami apa – apa, kecuali menara masjid yang mirip dengan menara masjid Kudus roboh separohnya. Pada sisa bangunan menara, dibangun saja kuncup atap seperti sebelumnya. Sehingga tinggi menara tidak lagi setinggi pertama sekali dibuat. Kubah baru tanpa menggunakan pipa besi untuk penyangganya. Untuk perekat tembok masih menggunakan kapur sirih. Masjid lama berarsitektur asli dengan bentuk atap punden berundak.

 Bentuk asli dari awal pembangunan tahun 1800

Kemudian berubah bentuk bangunan diperkirakan pada tahun 1915

Peruibahan bentuk bangunan setelah terjadi gempa tahun 1926

Renovasi bangunan setelah gempa di Sumatera Barat tahun 2007

Inilah Masjid Jami Syuhada Tabek Nagari Sariak - Kabupaten Agam Sumatera Barat sebagai tempat tujuan wisata religi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar