Ada
dua kesan yang menyebabkan Salahuddin
dipandang sebagai kesatria sejati, baik oleh kawan maupun lawan. Pertama adalah
soal kepiawaiannya dalam taktik pertempuran. Kedua tentang kesalehan dan
kemurah hatiannya.
Bulan
Juli 1192, sepasukan muslim menggerebek 12 tenda prajurit kristen, termasuk
tenda kerajaan Raja Richard I, di luar benteng kota Jaffa. Richard yang terusik segera bangun dan
bersiap bertempur. Pasukannya kalah jumlah, 1:4. Tak peduli, Richard
berjalan kaki mengikuti pasukannya menyongsong musuh.
Salahuddin
yang melihatnya, berguman dengan tenang pada saudaranya, al-Malik al-Adil,
“Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah,
ambil dua kuda Arab ini dan berikan padanya. Katakan padanya, aku yang
mengirimkan untuknya. Seorang laki-laki sehebat dia tidak seharusnya berada di
tempat ini dengan berjalan kaki.”
Fragmen
di atas dicatat sejarawan kristen dan muslim sebagai salah satu pencapaian
tertinggi Salahuddin
Al Ayubi sebagai seorang ksatria. Walau berada di atas angin, dia tetap
menginginkan pertempuran yang adil bagi setup musuhnya.
Suriah-Mesir
Salahuddin
lahir di sebuah kastil di Takreet,
tepi Sungai Tigris
di Irak pada tahun 1137 Masehi atau 532 Hijriyah.
Name aslinya adalah Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya, Najm ad-Din masih keturunan Kurdi dan
menjadi pengelola kastil tersebut bersama adiknya, Shirkuh.
Pada
saat menjelang kelahirannya, terjadi peristiwa sedih dalam keluarga besarnya. Shirkuh
bertengkar dan kemudian membunuh komandan gerbang kastil yang bernama Isfahsalar.
Shirkuh
mendapat laporan dari seorang wanita yang telah dilecehkan sfahsalar.
Akibat peristiwa tersebut, keluarga besar Najm ad-Din diusir.
Mereka
kemudian bertolak ke Mosul. Di Mosul, mereka bertemu dan membantu Zangi, seorangpemimpin Arab yang
mencoba menyatukan wilayah Islam yang tercerai-berai dalam beberapa wilayah
kerajaan kecil seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yerusalem dan Damaskus.
Zangi
yang beraliran Sunni
berhasil menjadi penguasa di seluruh Suriah dan bersiap menghadapi serbuan
Tentara Salib dari Eropa yang saat itu sudah mulai memasuki tanah Palestina.
Zangi meninggal tahun 1146 setelah
menundukkan Edessa,
sebuah propinsi pendukung Eropa, dan kemudian digantikan oleh Nuruddin.
Di bawah bimbingan Zangi dan Nuruddin, pelan-pelan Salahuddin yang bertubuh kecil, rendah
hati, santun, penuh belas kasih namun juga cerdas ini menemukan jalan hidupnya.
Pada
tahun 1163, Nuruddin mengutus Shirkuh untuk menundukkan Mesir yang
dipimpin kekhalifahan Fatimah yang beraIiran Syi’ah. Setelah mencoba kelima kalinya,
Shirkuh berhasil menundukkan Mesir tanggal 8 Januari 1189. Namun dua bulan
kemudian, dia meninggal secara mendadak dan diperkirakan diracun.
Nuruddin kemudian mengangkat Salahuddin
menggantikan Shirkuh.
Salahuddin dianggap masih sebagai bocah yang lembek dan lemah sehingga mudah
dikontrol. Nurruddin
tentu tidak mempunyai pesaing kuat yang mempunyai kekuasaan besar di Kairo.
Namun prediksi Nuruddin
ternyata salah.
Salahuddin segera mengorganisir pasukan dengan
mengembangkan perekonomian untuk menghadapi serbuan balatentara Salib yang
ingin merebut Mesir. Dalam kurun waktu 1169 hingga 1174 itu, Mesir di bawah
pimpinan Salahuddin
menjelma menjadi kerajaan yang kuat. Serbuan tentara Salib berkali-kali
dapat dipatahkan. Namun kegemilangan Salahuddin malah membuat Nuruddin
khawatir. Hubungan keduanya memburuk dan pada tahun 1174 itu Nuruddin mengirim
pasukan untuk menundukkan Mesir.
Malang
tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Saat armadanya tengah dalam
perjalanan, Nuruddin
meninggal dunia pada ranggal 15 Mei. Kekuasaan diserahkan pada putranya
yang barn berusia 11 tahun. Pertempuran urung terjadi. Bahkan Salahuddin berangkat menuju Damaskus
untuk menyampaikan belasungkawa. Kedatangannya dielu-elukan dan diharapkan mau
merebut kekuasaan. Namun Salahuddin
yang santun malah berniat menyerahkan kekuasaan pada raja yang masih belia
namun sah.
Ketika
raja belia tersebut tiba-tiba juga sakit dan meninggal dunia, mau tak mau
Salahuddin diangkat menjadi Sultan bagi kekhalifahan Suriah dan Mesir, pada
tahun 1175.
Hattin
Pada
waktu Salahuddin
berkuasa, Perang Salib telah memasuki fase kedua. Walaupun tentara Salib
berhasil menguasai kola suci Yerusalem
(Perang Salib fase pertama), namun mereka tidak berhasil menaklukkan Damaskus
dan Kairo. Bahkan Zangi berhasil membebaskan Edessa yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Eropa. Kekuatan Muslim
sedang menuju (alan kemenangan, menurut sejarawan Arab.
Dengan
menguasai Mesir dan Suriah, Palestine. Ketika dinobatkan menjadi Sultan,
Salahuddin berujar, ” Saat Tuhan memberiku Mesir, aku yakin Dia juga akan
memberiku Palestina! Namun seat itu antara Salahuddin dan Raja Yerusalem, Guy de
Lusignan mengadakan gencatan senjata.
Fase
ketiga Perang Salib dipicu penyerangan rombongan peziarah dari Kairo yang
hendak menuju Damaskus oleh Reginald de Chattillon, penguasa kastil di Kerak yang juga
merupakan bagian dari kerajaan Yerusalem. Kafilah yang hendak menunaikan haji
ini juga membawa saudara perempuan Salahuddin. Pengawal kafilah dibantai dan
anggota rombongan ditahan, termasuk saudara perempuan Salahuddin. Dengan demikian, gencatan
senjata berakhir dan Salahuddin sangat murka.
Pada
Mares 1187, setelah bulan suci Ramadhan, Salahuddin menyerukan Jihad. Pasukan
muslim mulai bergerak, menaklukkan satu persatu benteng-benteng pasukan
kristen. Puncak kegemilangan Salahuddin terjadi pada pertempuran di kawasan Hattin.
Tangga13
Juli yang kering, 25.000 tentara muslim mengepung tentara kristen yang
berjumlah sedikit lebih besar, di daerah pegunungan Hattin yang menyerupai
tanduk. Pasukan muslim terdiri dari 12.000 kavaleri dan sisanya infanteri.
Kavaleri mereka yang merupakan pasukan utama, menunggang kuda Yaman yang gesit.
Mereka juga menggunakan pakaian katun ringan yang disebut kazaghand, untuk
meminimalisir pangs terik padang pasir. Mereka terorganisir dengan baik, karena
menggunakan bahasa yang same yaitu bahasa Arab. Dengan dibagi dalam
skadron-skadron kecil, mereka menggunakan taktik hit and run.
Sementara
pasukan kristen dibagi dalam tiga bagian. Bagian depan pasukan terdiri dari
ordo (kristen) Hospitaler yang
dipimpin Raymond dari Tripoli.
Bagian tengah terdiri dari batalion kerajaan yang dipimpin oleh Raja Guy de
Lusignan yang membawa Salib Sejati sebagai jimat pasukan. Bagian belakang
terdiri dari ordo (kristen) Templar yang dipimpin oleh Balian dari Ibelin.
Namun bahasanya bercampur antara lnggris, Perancis dan beberapa bahasa Eropa
lainnya. Seperti lazimnya tentara dari Eropa, mereka semua mengenakan baju
zirah besi.
Salahuddin memanfaatkan celah-celah ini. Malam
harinya, pasukannya membakar rumpus kering di sekelilingpasukan kristen yang
sudah sangat kepanasan dan kehabisan air. Keesokan harinya, Salahuddin
membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavaleri. Gunanya untuk membabat
habis kuda-kuda tunggangan musuh. Tanga kuda dan payah karena kepanasan,
pasukan kristen tampak menyedihkan.
Akibatnya
sungguh mengenaskan bagi pasukan kristen. Hampir semua pasukan terbunuh.
Raymond dari Tripoli dan Balian dari Ibelin berhasil lolos. Namun Raja Guy
dan Reginald
de Chatillon berhasil ditangkap. Jimat Salib Suci berhasil direbut
pasukan muslim dan dibawa ke Damaskus sebagai barang rampasan. Terhadap semua
tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan dibebaskan atau
menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung dipancung. Namun
pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin memberi alasan, “Sesama raja
tidak boleh saling membunuh!”. Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan
kristen dan dibebaskan.
Yerusalem
Dari
Hattin, Salahuddin bergerak membebaskan kota-kota Acre, Beirut dan Sidon
di Utara. Dia juga bergerak membebaskan Jaffa, Caesarea, Arsuf hingga Ascalon di
Selatan. Sekarang saatnya membebaskan kota impian, kota suci Yerusalem. Dalam membebaskan kota-kota
tersebut, Salahuddin senantiasa mengedepankan jalan diplomasi, yaitupenyerahan
kota secara sukarela, laripada pasukannya menyerbu kota.
Pasukan
Salahuddin
mulai mengepung Yerusalem pads tanggal 26 September. Saat itu pasukan kristen
di kota suci dipimpin oleh Balian
dari Obelin dan mempertahankan
kota dengan gigih. Namun pada tanggal 30 September, Salahuddin menerima tawaran
perdamaian Balian. Yerusalem diserahkan dan orang kristen dibebaskan dengan
tebusan tertentu. (Fragmen ini pernah
di filmkan Hollywood dengan judul Kingdom of Heaven)
Salahuddin menunda masuk ke kota suci selama dua
hari, menunggu hingga tanggal 2 Oktober 1187 ataubertepatan dengan tanggal 27
Rajah 583 H. Tanggal itu merupakan tanggal saat Nabi Muhammad SAW melakukan
mikraj (perjalanan menembus langit untuk bertemu Allah SWT) dari Masjid al-Aqsa
yang terdapat di Yerusalem.
Di
kota ini, Salahuddin lagi-lagi menampilkan sikap yang adil dan bijaksana.
Masjid al-Aqsa
dan Kubah Batu (Dome of Rock) yang sempat dijadikan markas Ordo Templar dan gereja kristen,
segera dibersihkan. Namun demikian, Gereja Makam Suci tetap dibuka dan ia tetap
mempersilahkan umat kristen untuk melakukan ibadah dan aktifitas di situ.
Demikian juga – kaum Yahudi tetap dipersilahkan beribadah dan melakukan
aktifitas sewajarnya. Kebijakan ini sempat menerima tentangan dari
pendukung-pendukungnya. Namun Salahuddin berujar, “Muslim yang bails harus
memuliakan tempat ibadah agama lain!”
Salahuddin
sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di masjid kecil
bernama Al-Khanagah di Via
(jalan Do-lorossa, dekat Gereja
Makam Suci. Kantornya terdiri dari dua ruangan berpene¬rangan minim yang
luasnya nyaris talc mampu menampung 6 orang yang duduk berkeliling. Salahuddin
sangat menghindari korupsi yang wring menghinggapi pars raja pemenang perang.
Setelah
Salahuddin kembali menguasai Yerusalem, maka kota suci dari tiga agama (Yahudi,
Kristen dan Islam) ini tidak berpindah tangan dari penguasa muslim hingga abed
ke-20, Setelah Perang Dunia I, ketika daerah Palestina dikuasai Inggris dan
akhirnya diserahkan pada kaum Yahudi
untuk dibentuk negara Israel.
Salahuddin juga berhasil mempertahankan Yerusalem
dari serbuan prajurit kristen pimpinan Richard “Si Hati Singa“. Richard mengepung Yerusalem dua kali, yaitu bulan Desember 1191
dan bulan Juni 1192. Namun Salahuddin mampu membuat Richard frustasi dan akhirnya kembali
ke Eropa tanpa pernah menyentuh tanah Yerusalem.
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di
Damaskus. Para pengurus jenazahnya sempat terperangah karena ternyata
Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh
yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian
(mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan
panglima alim tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar